Negeri elok, megah membentang,
Pernah berdiri gagah di atas sejarah gemilang.
Tanah bertuah, permata di tengah samudera,
Jadi rebutan dunia karena rupa dan kaya raya.
Namun kini, lihatlah lebih dalam dan tenang,
Dari sudut kampung hingga jantung kota nan benderang.
Masihkah tampak kejayaan lama yang dibanggakan?
Ataukah semua hanya tinggal cerita dalam ingatan?
Hai, pemuda-pemuda Melayu!
Kemana semangat juang itu menghilang?
Pulau Rempang, saksi leluhur yang kita agungkan,
Kini luluh lantak ditimpa baja dan mesin berkepakan.
Katanya mau dibangun pabrik kaca besar,
Tapi siapa peduli jejak sejarah yang jadi abu dan bubar?
Lalu, ke mana Melayu?
Pulau Nipah, gerbang tanah air di utara,
Nyaris dicaplok Singapura.
Namun kita?
Hanya terpaku,
scroll layar ponsel seperti tak terjadi apa-apa.
Tak marah, tak gelisah, lalu, masih adakah Melayu di dada?
Yang lebih pilu dari sekadar kabar duka,
Pulau Rintan, Tekongsendok, Pulau Lako, Pulau Mala
Dijual murah seperti barang tak berharga.
Terang-terangan, di media sosial disiarkan dunia.
Tak ada yang menjerit, tak ada yang berdiri,
Seakan negeri ini bukan lagi warisan sendiri.
Aku pun mulai bertanya
Apakah aku yang terlalu diam dan tak peka?
Atau Melayu memang telah lama tiada?
Tapi tunggu!
Belum terlambat jika kita mau berubah,
Bangkit dari tidur panjang yang membuat lemah.
Sejarah itu warisan, bukan sekadar pajangan,
Ia harus dijaga dengan nyali, bukan sekadar kenangan!
Mari bangun kembali semangat yang dulu menyala,
Rawat bumi warisan dari ujung pesisir hingga ke rimba.
Melayu bukan sekadar darah atau kata,
Tapi jiwa, semangat, dan cinta kepada nusantara!