Malam Minggu ini adalah malam liburan terakhir setelah libur cukup panjang. Cuti bersama, kata orang. Senin, Ali harus kembali bersekolah. Ali sedang menikmati malam Minggu di rumah Kakek.
Hari sudah menunjukkan menjelang pukul 20.00. Sudah salat Isya. Seperti biasanya, Ali pun menuju ruang tengah. Benar saja, di ruang itu Kakek dan Nenek tampaknya sedang asyik membaca. Ali tahu, Nenek pasti sedang membaca novel karya John Grisham. Sebab, malam Minggu sebelumnya Nenek juga membaca novel karya pengarang tersebut. Tampaknya, Nenek sedang kasmaran dengan novel-novel John Grisham. Sedangkan Kakek? Kakek pun sedang asyik membaca novel tebal.
Ali mendehem, sambil mengucapkan salam. Hal itu membuat kedua sesepuh itu agak kaget, namun segera membalas salam Ali sambil keduanya tersenyum ramah.
“Maaf, Kek. Sedang baca novel apa?” Tanya Ali
“Ini. Novel lama. Stok novel baru sudah habis. Ini, The Way of Shadows karya Brent Weeks.” Jawab Kakek sambil memperlihatkan sampul novel yang sedang dibacanya.
Seperti diberi komando, Kakek dan Nenek memberi batas halaman pada novel yang sedang dibacanya, lalu meletakkannya di atas meja. Bagi kedua orang yang sudah sepuh ini, kehadiran cucunya jauh lebih menarik daripada melanjutkan membaca novel. Tokoh cucunya hanya pada malam Minggu berkunjung dan menginap. Membaca novel dapat dilanjutkan pada malam-malam berikutnya.
Tak lama kemudian, di meja sudah terhidang satu gelas susu coklat untuk Ali. Dua gelas lainnya berukuran cukup besar. Berisi air putih agak keruh. Mungkin air jahe. Sepiring tempe goreng hangat diletakkan di tengah meja. Kata Kakek, itu mendhoan.
“Lho. Mana Abang Cu, Edi? Katanya juga mau ke sini?” Tanya Kakek setelah Ali nyeruput minumannya.
“Maaf, Kek, Nek. Tidak jadi. Tadi, sesudah Magrib pergi dengan Ardoni. Kata Abang, mau nobar. Pertandingan sepak bola. Timnas kan main malam ini.” Jawab Ali cukup jelas.
“Cu, tidak ikut nonton?” Tanya Nenek.
“Males Nek. Kurang suka bola. Kalau bulu tangkis, suka.” Jawab Ali
Nenek tersenyum. “Sama tu, dengan Kakek. Tidak suka nonton bola. Tapi, Kakek tidak suka nonton bola ada sebabnya.” Nenek tersenyum sambil melirik Kakek.
Tiba-tiba Kakek tertawa cukup keras. Nenek juga. Ali heran.
“Begini. Nenek ingat alasan Kakek tidak suka nonton bola. Waktu kami masih muda, pernah ada film lucu. Film Barat. Ceritanya tentang makhluk luar angkasa, alien. Cu tahu, kan? Alien?” Nenek menengok ke arah Ali. Ali mengangguk-angguk menandakan ia paham tentang alien.
“Cu pasti juga tahu sebab Cu sangat suka membaca. Dalam cerita-cerita Barat, alien itu berasal dari planet yang para penghuninya sangat cerdas serta memiliki teknologi super canggih, jauh lebih hebat dibandingkan dengan teknologi yang dikuasai manusia di planet bumi. Jadi, saat itu ada dua orang alien yang menaiki piring terbang. Piring terbang itu kasat mata, tidak terlihat oleh manusia. Kebetulan, lewat, lalu berhenti di atas sebuah stadion tempat berlangsungnya pertandingan sepak bola. Penontonnya juga puluhan ribu orang ….” Nenek berhenti sebentar. Meneguk minuman seraya menyilakan Ali untuk minum plus menikmati mendhoan.
“Nah, salah seorang alien berkata, ‘Lihat tuh, makhluk yang bernama manusia. Benar-benar menyedihkan. Miskin dan bodoh. Masa, satu bola dengan susah payah diperebutkan oleh … 22 orang. Benar-benar bodoh. Mari kita tolong mereka.’ Kedua alien itu menggerakkan tongkat. Wusssh …. Sebanyak 21 butir bola melayang, jatuh menyebar di lapangan itu. Sehingga, jumlah bola di lapangan menjadi 22 butir. Pertandingan sepak bola kacau, akhirnya bubar.” Nenek mengakhiri ceritanya sambil tertawa kecil.
Kali itu, justru Ali yang paling keras tertawa. Malahan, kedua tangannya memegangi perut yang agak sakit karena kewalahan untuk menghentikan tawanya.
“Kakek dan Nenek ini ada-ada saja. Sampai Ali lupa mau cerita apa tadi. Ehmm, apa ya?” Kata Ali sambil tangan kanannya memegangi kening setelah suasana kembali tenang. Kakek dan Nenek memandangi Ali sambil mengerutkan kening. Memberikan waktu untuk Ali memulihkan ingatannya.
“Ya. Ya. Ini. Tentang dua orang teman Ali di kelas istimewa. Kakek dan Nenek ingat, kan? Waktu kelas VII, Ali dimasukkan di kelas istimewa?” Tanya Ali, sambil memandangi Kakek dan Nenek bergantian.
Tentu saja, ingatan kedua orang yang sudah sepuh itu tidak secanggih Ali.Yang diomongkan Ali itu peristiwa dua tahun lalu karena sekarang Ali duduk di kelas sembilan. Cukup lama Kakek dan Nenek mengerutkan kening. Namun, Nenek yang menang. Nenek yang lebih dulu ingat daripada Kakek.
“Ya. Ingat. Kelas yang isinya anak orang-orang istimewa seperti anak gubernur, walikota, bupati, bahkan mungkin presiden, anggota dewan, pengusaha sukses, dan sebagainya. Waktu itu Nenek protes, kan? Masa, ada kelas istimewa? Yang benar, kelas yang diisi oleh para siswa yang memiliki orang tua yang dianggap istimewa. Yang istimewa bukan siswanya. Tapi orang tua siswanya. Beda dengan kelas unggul. Yang unggul, ya para siswanya.” Wow. Nenek begitu bersemangat. Ya, jika ada sesuatu yang dianggap salah konsep, pasti Nenek protes keras.
“Halah. Kakek ingat. Malah, Kakek juga tidak setuju tentang itu. Kalau memang orang tuanya istimewa, masukkanlah anaknya ke sekolah istimewa, bukan kelas istimewa di suatu sekolah negeri atau umum. Kalau di sekolah umum ada kelas istimewa, jangan-jangan ada juga yang kelas-kelas kambing di sekolahan itu. Iklim sekolah akan rusak, tidak demokratis. Banyak tu, sekolah istimewa seperti di kota-kota besar: Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan sebagainya. SPP-nya per semester puluhan, atau mungkin ratusan juta rupiah.” Kata Kakek, manggut-manggut menyetujui isi protes Nenek.
“Iya, Kek. Tapi, di kota ini mana ada sekolah istimewa seperti di kota-kota besar tadi.” Kata Nenek menimpali omongan Kakek, sekaligus memandangi Ali untuk bercerita tentang temannya di kelas istimewa.
“Ada teman Ali, yang panggilannya Asih. Belum satu semester duduk di kelas itu, tiba-tiba pindah sekolah. Bapaknya terlibat korupsi. Jabatannya dicopot. Asih sering dirundung teman-temannya. Akhirnya, pindah.” Ali mendengar kedua orang sepuh itu istighfar.
“Juga, ada yang lain. Panggilannya Riziek. Itu lebih parah lagi. Akhirnya dikeluarkan oleh pihak sekolah karena kecanduan nak … nab …. Emh. Kecanduan … narkoba.” Kembali, Kakek dan Nenek beristighfar mendengar cerita Ali.
Sesaat, suasana hening di ruangan itu. Sehingga, suara alunan musik intrumentalia Jean-Claude Borelly dari perangkat audio Kakek yang selama itu tidak terperhatikan Ali terdengar sayup namun cukup jelas.
“Begini, Cu. Benar. Jadilah anak istimewa. Anak yang pintar. Kakek dan Nenek tahu, Cu itu pintar. Nah kalau pintar, coba jawab, ‘Mengapa seseorang itu bisa pintar?’ Hayo ….” Tanya Kakek dengan wajah lucu sambil memandangi Ali.
“Sebab, …. Rajin …. Tekun …. Sehat …. Bersemangat ….” Jawab Ali sepotong-sepotong ketika melihat Kakek selalu menggeleng-gelengkan kepalanya pelan menanggapi jawaban-jawaban Ali. Ali bingung.
Kakek tersenyum. “Sebab … orang itu, … anak itu, ingin pintar!” Kata Kakek yang disambut oleh tawa Ali dan Nenek. Kakek pun melanjutkan. “Ingat, ya Cu. Anak itu yang ingin pintar. Bukan orang tua anak itu. Lagi pula, ada ungkapan bijak ‘Di mana ada kemauan, di situ ada jalan’. Kemauan, keinginan yang tinggi. Itu yang penting! Jadi, Cu, di kelas mana pun, di sekolah mana pun, yang akan menentukan pintar atau tidaknya tetap anak itu sendiri!” Kakek menambah wejangannya sebelum kembali menyeruput minuman di gelas yang sudah disediakan. Tentunya, sudah tidak hangat lagi.
“Nah, pertanyaan berikutnya. Dari mana timbul dan berkembangnya rasa ingin pintar itu? Hayo, … apa pencetusnya?” Tanya Kakek dengan tarikan wajah lucu.
Kali ini Ali benar-benar bingung. Lagi pula, kebingungannya mungkin disebabkan karena malam sudah agak larut.
“Begini ya. Rasa ingin pintar itu dipicu oleh dua hal penting, yaitu rasa ingin tahu dan kepedulian. Contoh, tu, ada pompa air akuarium ….” Kata Kakek sambil tangannya menunjuk ke akuarium di ruangan itu. “Jika Cu tidak peduli, ya tidak akan muncul rasa ingin tahu. Seolah-olah itu hal yang biasa saja. Tapi, kalau Cu peduli, misalnya, ‘Mengapa bisa alat itu menyedot air’. Nah, tentu Cu ingin tahu. Cu pun cari informasi, cari bacaan tentang pompa air. Ya, tidak ada orang yang bisa pintar tanpa rajin dan tekun membaca. Sesudah itu, mungkin Cu mengambil alat itu, mengamat-amati, bahkan mempretelinya. Akhirnya, Cu tahu, Cu pintar dalam hal pompa air akuarium.” Kata Kakek sambil memandangi Ali. Ali pun mengangguk-angguk.
“Sudah agak larut. Cu sudah ngantuk tu. Kita tidak harus mengembangkan rasa ingin tahu untuk segala sesuatu. Misalnya, Cu tidak suka sepak bola. Ya, tidak usah ingin tahu dan mencari informasi tentang siapa saja Timnas kita, pelatihnya, dan sebagainya. Bagaimanapun, kemampuan otak kita, ingatan kita itu terbatas. Bahkan, waktu kita juga terbatas. Dah Cu, tidur lagi ya.” Kata Kakek sambil memandangi Ali yang manggut-manggut.
Ali menyalami dan mencium punggung tangan kedua sesepuh hebat itu. Sesudah itu, berucap salam serta berpamitan untuk tidur. Malam Minggu yang membahagiakan. Semakin terbuka wawasan Ali tentang hidup dan kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan. Tentang perjuangan dan kesuksesan hidup … masa mendatang.
34 comments
Di cerita Ali kali ini membuat saya menyadari satu hal penting, bahwa ternyata kita tidak harus mengembangkan rasa ingin tahu untuk sesuatu yang tidak kita sukai. Otak kita terbatas dan waktu kita terbatas. Jadi kita harus menggunakan otak dan waktu kita untuk belajar mengenai hal yang kita sukai agar mendapatkan hasil lebih baik dan maksimal. Terima kasih Bapak atas cerita inspiratifnya🙏🏻
Menurut saya, cerpen ini punya pesan moral yang sangat kuat tentang makna keistimewaan dan usaha. Melalui tokoh Kakek, pengarang ingin menyampaikan bahwa kecerdasan dan kesuksesan tidak bisa diwariskan, tetapi harus diperjuangkan sendiri. Cerpen ini juga mengingatkan bahwa rasa ingin tahu dan kepedulian adalah awal dari proses belajar yang sesungguhnya. Gaya bahasanya ringan dan mudah dipahami, cocok untuk pembaca muda karena disampaikan lewat percakapan keluarga yang hangat. Dari kisah ini, saya belajar bahwa yang membuat seseorang istimewa bukanlah siapa orang tuanya, tapi seberapa besar kemauannya untuk belajar dan berkembang.
Cerita ini menarik karena penuh dengan nasihat sederhana serta bermakna. Melalui percakapan Ali dan kakeknya, kita diajak memahami bahwa kepintaran tidak ditentukan oleh asal-usul, tetapi oleh rasa ingin tahu, kepedulian, dan usaha dari diri sendiri. Kakek juga mengingatkan bahwa waktu dan kemampuan manusia terbatas, sehingga kita perlu fokus pada hal-hal yang bermanfaat. Secara keseluruhan, cerita ini mengajarkan pentingnya semangat belajar dan sikap bijak dalam memanfaatkan waktu.
Di cerita Ali kali ini membuat saya sadar, bahwa kita tidak harus mengembangkan rasa ingin tahu untuk hal yang tidak kita sukai. Otak dan waktu sangat terbatas, jadi kita harus menggunakan rasa ingin tahu itu untuk hal yang kita sukai, agar mendapatkan hasil yang maksimal. Terima kasih Bapak atas cerita inspiratifnya🙏🏻
Sungguh Ali memiliki kecerdasan yang luar biasa dan ingin tahunya yang tinggi. hal ini menyiratkan bahwa kita harus terus memupuk rasa ingin tahu dan mengembangkannnya menjadi sebuah potensi, tentu saja tentang apa yang kita sukai. Terima kasih bapak atas cerita inspiratif yang bermanfaat ini.
Cerita Ali ini mengajarkan kepada kita jangan terlalu ikut campur urusan orang lain, bisa jadi keikukutsertaan kita dalam mengurusi yang seharusnya bukan urusan kita membuat urusan itu malah semakin kacau. Cerita ini juga sangat inspiratif sekali dan bisa membuka wawasan berpikir kita tentang bagaimana harus bersikap terhadap sesuatu, jangan suka memaksakan diri jika memang kita tidak suka atau tidak ahli di bidang itu hanya demi suatu pujian atau peghargaan. Jadilah diri sendiri, dan berkaryalah sesuai kemampuanmu dan bergabunglah dikelompok yang bisa menghargaimu. Dan jangan lupa banyaklah membaca untuk menaklukkan yang namanya diri sendiri.
Terima kasih atas komentar-komentar Sdr. Benar, tidak harus kita mengetahui semua hal. Memori dan waktu kita terbatas. Ketahuilah yang memang harus kita ketahui untuk mendukung potensi dan kompetensi dalam menyongsong kehidupan mendatang yang lebih berkualitas.
Cristina S Simarmata
NIM : 25016016
Cerpen “Ali dan Kelas Istimewa” mengisahkan nilai-nilai moral dan pendidikan yang baik melalui percakapan hangat antara Ali dengan kakek dan neneknya. Kisah ini menekankan bahwa keistimewaan seseorang tidak datang dari status sosial orang tuanya, melainkan dari ketekunan dan usaha pribadi untuk menjadi lebih berilmu dan berakhlak baik. Kakek memberikan nasihat yang bijak, yaitu bahwa kemauan, rasa ingin tahu, dan rasa peduli adalah hal-hal utama yang membawa seseorang menuju kecerdasan dan kesuksesan. Cerita ini berjalan dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, membuatnya mudah dipahami dan menyentuh hati pembaca. Secara keseluruhan, cerpen ini menyampaikan pesan yang menginspirasi tentang pentingnya sikap rendah hati, kerja keras, serta semangat untuk terus berkembang.
Cerita ini memberikan nilai positif tentang keluarga dan pendidikan. Tokoh Kakek dan Nenek di dalam cerita menggambarkan sosok yang cerdas, humoris, dan berwawasan yang luas. Cara Kakek menyampaikan nasihat hidup yang nampaknya sederhana tetapi sebenarnya memiliki makna mendalam.
Cerita ini sangat menarik dan penuh makna karena mengajarkan nilai-nilai kehidupan seperti pentingnya kemauan untuk belajar, rasa ingin tahu, serta kepedulian terhadap sekitar. Dialog antara Kakek, Nenek, dan Ali disampaikan dengan hangat dan ringan, sehingga pesan moralnya mudah dipahami.
Menurut saya, cerita tersebut sangat menginspirasi karena mengandung pesan moral yang mendalam, yaitu bahwa orang yang pintar berasal dari kemauan untuk menjadi pintar, dan kemauan itu tumbuh dari rasa peduli serta rasa ingin tahu yang tinggi. Namun, rasa ingin tahu tersebut sebaiknya diarahkan pada hal-hal yang positif dan bermanfaat, bukan pada sesuatu yang tidak kita sukai atau tidak memberi nilai baik bagi diri kita. Hal ini penting karena kemampuan dan kapasitas otak manusia juga memiliki batas, sehingga kita perlu mengembangkan rasa ingin tahu dan kemampuan pada bidang yang benar-benar kita sukai dan kuasai. Dengan begitu, kita dapat belajar dengan lebih semangat, mendalam, dan akhirnya menjadi pribadi yang benar-benar istimewa seperti yang dimaksud dalam cerita tersebut.
Cerita “Ali dan Kelas Istimewa” sangat inspiratif karena mengajarkan bahwa keistimewaan seseorang tidak ditentukan oleh status orang tuanya, tetapi oleh kemauan dan usaha diri sendiri. Melalui nasihat bijak Kakek, cerita ini menanamkan nilai penting tentang semangat belajar, rasa ingin tahu, dan kepedulian sebagai kunci kesuksesan sejati.
Cerita ini sangat menarik, bermakna, dan menginspirasi pembaca. Penulis mampu menghadirkan suasana hangat dan penuh makna antara Ali, Kakek dan Neneknya juga menambah kesan yang harmonis. Obrolan antara Ali, Kakek dan Neneknya tentunya selalu menceritakan sebuah pembahasan yang menginspirasi, bermutu, dan menyampaikan pesan moral. Di sisi lain, penulis juga menggunakan gaya bahasa yang komunikatif, sederhana, sehingga mudah di pahami.
Cerita ini juga menyampaikan pesan moral yaitu jika ingin menjadi anak yang pintar oleh dua hal penting yang memicunya yaitu rasa ingin tahu dan kepedulian. Kakek menekankan bahwa kepintaran bukan berasal dari status atau kedudukan orang tuanya melainkan rasa ingin tahu yang dimiliki seseorang dan kepedulian. Pesan yang disampaikan oleh kakek ini relevan dengan kehidupan sehari-hari dengan generasi muda agar tidak mudah menyerah, rajin, tekun, sehat dan bersemangat dalam belajar karena setiap orang memiliki potensi dan kecerdasan masing-masing, maka hargai diri sendiri karena waktu terbatas, jadi kembangkan potensi dalam diri agar menjadi lebih baik. Secara keseluruhan cerita ini menginspirasi memberikan pesan moral dan menegaskan pentingnya peran keluarga dalam bentuk kepribadian bagi anak.
Dalam cerita ini, pembaca diajak memahami bahwa kecerdasan sejati bukan ditentukan oleh status sosial atau kekayaan orang tua, melainkan oleh kemauan belajar dan rasa ingin tahu dalam diri seseorang. Cerita ini juga mengajarkan pentingnya komunikasi antar generasi dalam menanamkan nilai kehidupan.
Pada cerita Ali dan kelas istimewa ini, terdapat banyak hal penting yang harus kita pelajari tentang kemanusiaan. Cerita ini memberikan makna bahwa memang manusia memiliki kapasitas dan batas didalam pikiran mereka akan sesuatu, jika kita tidak menyukai bola maka kita tidak perlu mencari tau tentang timnas. Begitu juga dengan Kelas istimewa, karena dengan kita membeda-bedakan manusia hanya karena kedudukan orang tua nya, maka lebih baik jangan ada kelas istimewa di sekolah tersebut. Hal ini dapat membuat kesenjangan sosial yang akan berakibat fatal terhadap siswa yang satu dengan siswa yang lainnya karena akan menjadi akar dari bullying, dan berdampak terhadap tumbuh kembang karakter seorang siswa.
Cerita “Ali dan Kelas Istimewa” menunjukkan bahwa yang membuat seseorang benar-benar istimewa bukan status orang tuanya, tetapi kemauan dan usaha diri sendiri untuk belajar. Kisah Ali, Kakek, dan Nenek juga mengajarkan bahwa rasa ingin tahu dan kepedulian adalah kunci penting untuk menjadi pribadi yang cerdas dan mandiri.
Cerita yang sangat menarik karena saya setuju dengan ungkapan kakek bahwa seseorang bisa pintar jika mereka punya keinginan dan kepedulian untuk tahu. Namun, kita tidak juga boleh menghabiskan waktu dan tenaga kita untuk menguasai semua hal yang diluar keinginan dan bakat kita. Cukup gali kemampuan dan potensi diri sendiri karena setiap orang tentu memiliki kepintaran dalam bidang yang berbeda-beda.
Nama : Assyifa Fauziyah
Nim : 25016202
Nu : 11
Menurut saya, kisah Ali ini sangat menyentuh karena menyuarakan nilai keadilan dan pentingnya melihat potensi seseorang dari usahanya, bukan dari status keluarganya dan nasihat kakek Ali menjadi pengingat kuat bahwa kemauan untuk maju lebih berharga daripada sekadar keistimewaan yang diwariskan.
Ternyata kepintaran tidak
datang dari bakat atau kondisi keluarga. Ada banyak orang berbakat yang tetap tidak berkembang karena tidak punya kemauan untuk belajar. Dari cerita ini, terlihat bahwa keinginan untuk belajar jauh lebih menentukan daripada sekadar punya modal awal. Hal itu membuat saya mulai melihat bahwa usaha pribadi punya peran yang sangat besar dalam perkembangan seseorang.
Saya juga menyadari bahwa keinginan untuk belajar biasanya muncul ketika seseorang peduli dengan sesuatu atau ada keinginan. Saat ada rasa peduli, seseorang akan terdorong untuk mencari tahu lebih dalam dan memahami hal tersebut. Inilah yang akhirnya membuat seseorang menjadi lebih pintar dari waktu ke waktu. Cerita ini membuat saya memahami bahwa kepintaran bukan sesuatu yang jatuh dari langit, tetapi sesuatu yang dibangun melalui kemauan dan rasa ingin tahu.
Fathir Rahman Diaz
25016220
nu:27
Teks ini sangat hangat dan sarat nilai pendidikan. Penulis berhasil menghadirkan suasana keluarga yang akrab antara Ali, Kakek, dan Nenek. Dialog mereka mengalir alami dan penuh humor, seperti cerita alien yang membuat suasana cair.
Selain itu, teks ini mengandung kritik sosial mengenai kelas istimewa di sekolah dan gambaran tentang anak-anak pejabat, namun disampaikan secara ringan melalui percakapan keluarga. Bagian paling kuat adalah wejangan Kakek tentang makna menjadi anak yang pintar: bukan karena status sosial atau sekolah mewah, tetapi karena kemauan, rasa ingin tahu, dan kepedulian. Pesan ini kuat, relevan, dan menginspirasi.
cerita ini mengajarkan kita bahwa manusia tidak harus mengetahui segala hal, karena kemampuan, waktu, dan daya ingat kita memiliki batas. Kakek ingin mengajarkan Ali bahwa rasa ingin tahu itu baik, tetapi harus diarahkan pada hal-hal yang bermanfaat dan relevan dengan kehidupan kita. Pesan lainnya adalah bahwa hidup membutuhkan kebijaksanaan dalam memilih mana yang perlu dipelajari dan mana yang tidak perlu dipaksakan. Selain itu, momen bersama kakeknya membuka wawasan Ali tentang kehidupan, kemanusiaan, dan masa depan, menunjukkan bahwa bimbingan orang yang lebih tua dapat menjadi cahaya untuk memahami hidup dengan lebih bijaksana.
Cerita ini mengajarkan bahwa menjadi anak istimewa bukan tentang status, tetapi tentang kemauan untuk belajar dan peduli terhadap hal-hal yang penting dalam hidup. Pengetahuan tumbuh dari rasa ingin tahu yang lahir dari kepedulian. Dan yang terpenting, manusia harus bijak memilih mana yang perlu ia ketahui sesuai dengan batas waktu dan kemampuannya.
menurut saya cerita ini sangat menarik dan banyak sekali pesan moral di dalamnya. ini merupakan teks cerita yang memberikan motifasi kepada pembaca. kalimat favorit saya dalam cerita ini adalah “tidak ada orang yang bisa pintar tanpa rajin dan tekun membaca”. dalam cerita ini kita juga bisa belajar bahwa kecerdasan bukan di tentukan oleh status sosial dan kekayaan orang tua, melainkan dengan kemauan belajar dan rasa ingin tahu. bahasa yang di gunakan oleh penulis juga sederhana dan mudah di pahami oleh para pembaca.
Cerita ini mengilustrasikan kekuatan membaca sebagai proses aktif yang memicu rasa ingin tahu dan kepedulian, sebagaimana tahap evaluasi, integrasi, dan refleksi dalam enam tahap pemahaman membaca, di mana Kakek-Nenek membangun wawasan kritis Ali tentang kecerdasan intrinsik yang lahir dari kemauan pribadi, bukan status orang tua. Pendekatan dialogis seperti ini selaras dengan strategi pengajaran literatur interaktif untuk membangun literasi siswa, menghindari diskriminasi kelas sosial.
Cerita ini mengandung nilai nilai moral dan meningkatkan motivasi saya dalam belajar.Dari percakapan hangat ali dengan kakek nenek nya pada malam minggu bahwa di kelas mana pun, di sekolah mana pun, yang akan menentukan pintar atau tidaknya tetap anak itu sendiri bukan dari anak siapa membuat anak itu menjadi istimewa.Jadi Rasa ingin pintar itu dipicu oleh dua hal penting, yaitu rasa ingin tahu dan kepedulian.
Cerita ini sangat menginspirasi karena membahas ide bagus tentang arti sebenarnya dari “orang istimewa.” Ali belajar dari Kakek dan Nenek bahwa status orang tua yang kaya atau berpangkat tinggi tidak membuat anak otomatis istimewa atau sukses. Kakek menjelaskan bahwa kepintaran itu harus berasal dari keinginan yang kuat dari diri sendiri untuk belajar dan berkembang. Kenyataan bahwa teman Ali di kelas istimewa ada yang bermasalah (korupsi dan narkoba) membuktikan bahwa uang atau jabatan orang tua tidak menjamin apa-apa. Ini adalah pesan penting yang menentang pandangan orang banyak tentang kesuksesan yang hanya dilihat dari harta. Selain itu, nasihat Kakek tentang cara menjadi pintar juga sangat membantu dan mudah diikuti. Kakek mengajarkan bahwa rasa ingin tahu dan peduli pada sesuatu adalah kunci awal untuk menjadi cerdas. Ia juga memberikan saran agar kita fokus saja pada hal-hal yang kita suka, bukan memaksakan diri untuk tahu semua hal yang ada. Saran ini sangat praktis karena memang waktu dan kemampuan kita terbatas, jadi kita harus bijak menggunakannya. Secara keseluruhan, cerita ini memberikan pelajaran yang bagus tentang usaha pribadi, bukan hanya mengandalkan warisan dari keluarga.
Ali dan Kelas Istimewa berhasil menyampaikan pesan penting dengan cara yang sederhana dan menyentuh: bahwa usaha dan keinginan untuk belajar lah yang menentukan. Saya sangat menghargai bagaimana penulis menggunakan suasana keluarga sehari-hari untuk menyampaikan nilai-nilai pendidikan dan moral.
Cerita ini menggambarkan hubungan keluarga yang hangat dan penuh nilai. Selain itu, narasinya menyinggung isu sosial—khususnya ketimpangan pendidikan melalui fenomena “kelas istimewa”. Nenek dan Kakek tampil sebagai representasi suara kritis yang mempertanyakan logika bahwa status sosial orang tua layak menentukan perlakuan berbeda di sekolah.
Pengalaman teman-teman Ali memperkuat bahwa status sosial tidak menjamin kualitas moral atau keadaan psikologis siswa. Cerita ini menegaskan bahwa kecerdasan dan keberhasilan lebih ditentukan oleh motivasi internal dan rasa ingin tahu, bukan fasilitas mewah atau posisi keluarga. Pesan moralnya cukup kuat: pendidikan harus berpihak pada upaya, bukan privilese; dan anak harus tumbuh dengan dorongan untuk belajar karena keinginan diri sendiri, bukan tekanan eksternal. Cerita ini juga mengajak pembaca untuk lebih peka terhadap isu perundungan dan ketidakadilan sistem pendidikan.
Cerita tersebut terdapat moral yang yang baik
Cerita ini menyajikan percakapan yang hangat sekaligus sarat nilai, menunjukkan bagaimana nasihat sederhana dari Kakek dan Nenek mampu memberi pemahaman mendalam bagi Ali tentang arti menjadi anak istimewa, pentingnya rasa ingin tahu, serta perlunya memilih fokus dalam belajar. Dialognya mengalir natural, diselingi humor ringan sehingga pesan moral tidak terasa menggurui. Selain itu, pembahasan tentang pengalaman Ali di kelas istimewa memberikan gambaran bahwa pendidikan karakter tidak hanya diperoleh di sekolah, tetapi juga melalui diskusi keluarga yang penuh perhatian. Secara keseluruhan, teks ini memberikan inspirasi tentang peran keluarga dalam membentuk pola pikir dan sikap positif pada anak.
Cerita ini menyajikan percakapan yang hangat sekaligus sarat nilai, menunjukkan bagaimana nasihat sederhana dari Kakek dan Nenek mampu memberi pemahaman mendalam bagi Ali tentang arti menjadi anak istimewa, pentingnya rasa ingin tahu, serta perlunya memilih fokus dalam belajar. Dialognya mengalir natural, diselingi humor ringan sehingga pesan moral tidak terasa menggurui. Selain itu, pembahasan tentang pengalaman Ali di kelas istimewa memberikan gambaran bahwa pendidikan karakter tidak hanya diperoleh di sekolah, tetapi juga melalui diskusi keluarga yang penuh perhatian. Secara keseluruhan, teks ini memberikan inspirasi tentang peran keluarga dalam membentuk pola pikir dan sikap positif pada anak.
Setelah membacanya nya ternyata teks merupakan cerita inspiratif yang hangat dan sarat nilai keluarga. Alurnya mengalir ringan dengan dialog yang natural antara Ali, Kakek, dan Nenek. Nuansa keakraban sangat terasa melalui kebiasaan mereka membaca, menikmati minuman hangat, dan berbincang santai. Ceritanya juga membawa pesan moral yang kuat tentang arti “kelas istimewa” yang sebenarnya, serta bagaimana kecerdasan dan kesuksesan berasal dari kemauan, rasa ingin tahu, dan kepedulian diri sendiri bukan dari status orang tua. Penyampaian nasihat melalui cerita lucu dan pengalaman hidup membuat pesan lebih mudah diterima dan menyentuh. Secara keseluruhan, teks ini sederhana, hangat, dan memberi pelajaran berharga tentang pendidikan karakter.
Cerita ini sangat bagus karena membahas konsep kelas istimewa di sekolah yang dinilai berdasarkan status orang tua, dan menunjukkan bahwa latar belakang keluarga tidak menjamin kesuksesan anak. Pelajaran utama dari Kakek sangat penting: kepintaran sejati harus berasal dari kemauan anak itu sendiri, yang dipicu oleh rasa ingin tahu dan kepedulian terhadap sesuatu. Ini adalah pengingat yang bagus bahwa niat dan kemauan belajar jauh lebih penting daripada status sosial orang tua.
Kisah ini menyajikan kritik sosial yang menarik mengenai konsep “kelas istimewa” di sekolah, menyoroti bahwa status orang tua ternyata tidak menjamin masa depan anak. Interaksi antara Ali, Kakek, dan Nenek mengalir santai tetapi sarat makna, khususnya saat membahas kasus teman-teman Ali. Kakek menyampaikan inti wejangan yang sangat berharga: bahwa kecerdasan sejati muncul dari kemauan pribadi, bukan dari fasilitas yang tersedia. Secara keseluruhan, cerita ini berhasil menekankan pentingnya inisiatif, rasa ingin tahu, dan ketekunan sebagai kunci utama kesuksesan seorang siswa.
Ringkasan Komentar
Diskusi di kolom komentar mengenai artikel "Ali dan Kelas Istimewa" menunjukkan antusiasme dan refleksi mendalam dari para pembaca tentang nilai-nilai yang terkandung dalam cerita. Banyak yang setuju bahwa cerita ini mengajarkan pentingnya rasa ingin tahu dan kemauan untuk belajar, seperti yang disampaikan oleh Vivin Rahman dan Nursaid. Pembaca seperti Silvia Armelda dan Cristina S Simarmata menyoroti pesan moral bahwa keistimewaan tidak ditentukan oleh status sosial, melainkan oleh usaha dan karakter individu. Suasana diskusi terasa hangat dan inspiratif, dengan banyak komentar yang saling mendukung dan memperkaya pemahaman satu sama lain. Pembaca seperti Keysha Venesia Putri dan Dexa Nanda Nabila juga menekankan pentingnya kepedulian dan komunikasi antar generasi dalam membentuk karakter. Secara keseluruhan, komentar-komentar ini menciptakan dialog yang positif dan mendorong pembaca untuk terus belajar dan berkembang.
Diringkas oleh AI pada 25 November 2025 pukul 03:04 WIB