Di pelataran takdir, darah disiram janji
Dang Anom, sekuntum mawar suci
dipetik sebelum mekar, disunting tak rela
oleh tangan bertakhta, tak berhati manusia
Megat Sri Rama, lelaki berpedang setia
menyulam cinta di medan derita
Namun cintanya dirampas tanpa suara
oleh gelar yang berselimut dosa
Tak lagi terdengar ratap panglima
Air matanya telah lama dikubur maruah
yang diinjak-injak demi nafsu singgasana
Hatinya hancur bukan karena kalah,
tetapi karena tak mampu melawan kuasa
Dang Anom…
Bukan tak setia, bukan tak cinta
tapi tubuhnya bukan lagi miliknya
dipaksa tunduk dalam istana nestapa
di antara dinding emas, ia meratap sunyi
Megat…
Membawa dendam di bilah keris
bukan untuk membunuh cinta
tapi menuntut harga yang hilang
pada malam direnggutnya cahaya
Sultan boleh punya istana
tapi bukan jiwa
bukan jiwa...
2 comments
Keren pak 👏👏👏👍
Setelah saya membaca puisi yang bapak buat, saya sangat tersentuh oleh bait demi bait hingga tak terasa saya telah membacanya hingga akhir. Saya pernah belajar dengan bapak di kelas, disana bapak bercerita bahwa bapak trouma membuat puisi, namun setelah saya lihat karya bapak ini, saya tidak percaya. Mana ada sesorang trouma namun tulisanya sebagus ini. Bapak adalah orang terbaik yang memberikan motivasi bagi saya dalam menulis. Karya bapak ini merupakn bukti bahwa bapak bisa dan sangat hebat.