A. Pengantar
Rumusan masalah, dalam konteks penelitian, merupakan suatu hal yang esensial dan fundamental. Rumusan masalah begitu penting, sehingga ada pernyataan “research problems are the heart of research” atau rumusan masalah itu adalah jantung penelitian. Tanpa rumusan masalah yang jelas, proposal penelitian, apa lagi proses dan hasil penelitian, tidak akan dapat disusun, dilaksanakan, dan dilaporkan hasilnya dalam bentuk laporan penelitian, skripsi, tesis, atau disertasi.
B. Pembahasan
1. Esensi Rumusan Masalah
Secara sederhana dan singkat, yang dimaksudkan dengan masalah dalam konteks penelitian adalah kesenjangan antara “apa yang seharusnya/teori” vs “apa yang terjadi”, atau antara “apa yang sudah diketahui” vs “apa yang belum diketahui.” Oleh karena itu, masalah akan terpikirkan atau terasa jika seseorang itu peduli. Lazimnya, misalnya seorang guru Mapel Bahasa Indonesia yang peduli akan merasakan adanya masalah yang dialami oleh para siswa, baik ketika sedang melaksanakan atau sesudah melaksanakan PBM (misalnya dari hasil evaluasi). Jadi, dalam konteks pembelajaran, permasalahan itu SELALU dikaitkan dengan SISWA, bukan guru.
Setelah merasakan atau memikirkan adanya masalah yang dihadapi para siswa, Langkah berikutnya adalah merumuskan masalah. Rumusan masalah hendaknya berupa pertanyaan penelitian yang jelas, fokus, terukur, dan dapat dijawab dengan data. Sebagai contoh, guru merasakan bahwa para siswa kurang bersemangat ketika pembelajaran. Tentu saja, masalah itu masih terlalu umum karena pembelajaran Bahasa Indonesia selalu berbasis teks. Jadi, dapat dipersempit menjadi, misalnya, dalam pembelajaran teks cerpen. Perlu diingat, pembelajaran teks cerpen pun masih dapat dipersempit lagi karena orientasi pembelajaran teks ada empat yaitu mengidentifikasi, mereproduksi, menganalisis, dan memproduksi teks. Empat orientasi pembelajaran itu pun dapat dipersempit lagi, yaitu APA keterampilan yang dikembangkan, apakah: menyimak, membaca, memirsa, membicarakan, menulis, atau menyaji? Singkatnya, misalnya, guru merumuskan masalah dasar: motivasi siswa dalam pembelajaran menulis teks cerpen cenderung rendah yang dapat diprediksikan akan berakibat pada rendahnya nilai rata-rata keterampilan menulis teks cerpen para siswa tersebut.
Untuk sementara, pembahasan tentang perumusan masalah ditunda dulu karena akan dibahas lebih mendalam pada perkuliahan pertemuan berikutnya. Pembahasan singkat berikutnya dikaitkan dengan tahap ke-2 scientific method, yaitu penyusunan hipotesis. Hipotesis (umumnya dirumuskan dalam jenis penelitian kuantitatif, PTK, dan R&D) adalah dugaan atau jawaban sementara yang diturunkan logis dari teori\temuan terdahulu dan dapat diuji secara empiris. Mohon dicermati, perumusan hipotesis itu memiliki alur yang cermat, bukan dirumuskan sekonyong-konyong atau serta-merta. Masalah hipotesis pun akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.
2. Sumber Masalah, Pemerolehan, dan Pengembangannya
Seperti diungkapkan sebelumnya, inti pemerolehan adanya masalah dalam penelitian adalah kepedulian guru (dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia) terhadap PBM yang dikelolanya. Jadi, guru harus reflektif: selalu peka. Misalnya, ketika dan sesudah akhir pembelajaran, guru merenung apakah PBM yang saya kelola tadi itu sudah memuaskan atau belum? Adakah masalah belajar yang dihadapi siswa? Silakan ubah mindset bahwa mengajar itu bukanlah menyampaikan materi. Sebab, materi yang lebih luas, mendalam, dan menarik amat mudah diperoleh siswa di berbagai media, seperti internet.
Formula lain untuk mempertajam masalah adalah MEMBACA. Kunci ilmu pengetahuan apa paun, adalah membaca. Oleh sebab itu, setelah memperoleh gambaran masalah yang dihadapi siswa, silakan lacak melalui membaca hal-hal yang terkait dengan masalah tersebut. Sumber-sumber fungsional untuk bidang penelitian adalah artikel-artikel jurnal ilmiah. Silakan ketik di Google Scholar atau Google Cendekia untuk berselancar, menemukan, dan menekuni bacaan yang terkait dengan gambaran masalah umum yang telah diperoleh. Misalnya, setelah login di Google Cendekia, ketiklah “Model Project-Based Learning dalam Pembelajaran Menulis Teks Berita.”
Kiat lain mempertajam permasalahan adalah dengan mencermati konsep, rposes, dan pengimplementasian kurikulum. Sama-sama kita pahami, kurikulum selalu diinovasi. Nah, inovasi kurikulum yang menghasilkan kurikulum baru (misalnya Kurikulum Merdeka) tentu akan menimbulkan permasalahan baru. Permasalahan itu, ujung-tombaknya adalah guru yang berdampak terhadap permasalahan yang dihadapi para siswa. Konsep inovasi kurikulum juga terkait dengan inovasi model pembelajaran. Misalnya, mulai tahun 2025 diimplementasikan pendekatan pembelajaran baru yang disebut Deep Learning. Secara sekilas, permasalahan Deep Learning dalam pembelajaran Bahasa Indonesia telah diunggah di https://inspiraku.id/sumbangsih-platform-inspira-dan-pengimplementasian-mindful-learning-dalam-konteks-deep-learning/.
Perkembangan teknologi, terutama teknologi komunikasi, juga dapat dijadikan sebagai konteks untuk mempertajam rumusan masalah. Teknologi, termasuk artificial intelligence atau AI (sekarang sudah dibahasaindonesiakan menjadi AI, singkatan dari AKAL IMITASI) itu ibarat pisau tajam bermata dua: jika dimanfaatkan dengan bijak dan baik akan mempertinggi akal-budi seseorang, namun jika tidak bijak dalam memanfaatkannya, menghabiskan waktu, akan membuat seseorang semakin terpuruk dalam kebodohan. Silakan cemati, betapa berbahasanya hoaks, betapa parahnya pengaruh buruk judi online (judol), dan kecanduan gawai. Tentang hal ini juga dimuat dalam https://inspiraku.id/simulakra-hiperrealitas-serta-dampak-negatif-kecanduan-video-pendek-di-kalangan-anak-anak/. Tentang dampak negatif hoaks juga dimuat dalam https://inspiraku.id/banjir-hoaks-dan-rendahnya-kualitas-literasi-digital-masyarakat/.
Sumber lain untuk mempertajam gambaran masalah penelitian adalah upaya replikatif. Artinya, memikirkan untuk meneliti ulang. Misalnya, artikel ilmiah yang telah dicermati itu berjudul “Pengaruh Model PBL dan Penguasaan Kosakata Jurnalistik terhadap Keterampilan Membaca Pemahaman Teks Berita Siswa ….” Peneliti tergugah untuk mereplikasi penelitian tersebut. Hasil replikasinya, kemungkinan, berjudul “Pengaruh Model PBL dan Penguasaan Kosakata Lingkungan Hidup terhadap Keterampilan Membaca Pemahaman Teks LHO Siswa ….”. Dalam konteks penelitian, hal itu dapat dilakukan. Asalkan, replikasi itu bukan hanya salin-tempel (copas) penelitian orang lain. Hal itu melanggar etika ilmiah dan pada masa sekarang sangat mudah untuk melacak apakah suatu judul (atau karya ilmiah pada umumnya) merupakan hasil salin-rekat atau bukan. Sanksinya juga berat dan kemungkinan adanya sanksi bukan pada saat atau beberapa saat setelah publikasi namun sekian tahun mendatang, ijazah penulis karya ilmiah hasil plagiasi berpotensi dibatalkan atau tidak diakui keabsahannya.
3. Hipotesis Penelitian
Secara sederhana, dirumuskan bahwa hipotesis adalah dugaan sementara atau jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian yang sudah diajukan. Kebenarannya, masih harus diuji (bukan dibuktikan) melalui pengumpulan data empiris serta penganalisisannya. Kata diuji berbeda dengan dibuktikan. Sebab, jika dibuktikan, peneliti cenderung tidak objektif dalam pengumpulan data, bahkan mungkin melakukan fabrikasi data agar hipotesis yang diajukan ternyata terbukti kebenarannya. Melalui diksi diuji, peneliti cenderung fair dalam pengumpulan, pengolahan, dan penganalisisan data. Maka, salah satu subbab di Bab IV adalah Pengujian Hipotesis, bukan Pembuktian Hipotesis.
Hipotesis penelitian tidak mungkin dirumuskan secara sembarangan. Rumusan hipotesis hendaknya sejalan dengan hasil kajian literatur dan telaah hasil penelitian terdahulu yang relevan. Perumusannya pun memungkinkan untuk diuji secara statistika. Jadi, rumusan hipotesis hendaknya: (1) operasional atau menggunakan kata-kata yang terukur, (2) spesifik atau dikaitkan dengan bidang yang khas, misalnya keterampilan membaca pemahaman teks eksposisi bukan keterampilan membaca pemahaman, dan (3) logis atau sesuai dengan alur pikir teoretis serta penelitian yang relevan sebelumnya. Misalnya, “Penggunaan model Project-Based Learning berbantuan media komik digital berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keterampilan membaca pemahaman teks fabel siswa kelas VII SMP X”.
Rumusan hipotesis yang tepat dalam penelitian kuantitatif dan R&D sangat penting. Manfaatnya ada empat. Pertama, memberikan arah penelitian karena peneliti dapat menetapkan data apa yang harus dikumpulkan (misalnya, skor tes membaca, hasil wawancara, observasi kelas), termasuk jenis instrumen yang digunakan, teknik yang tepat dalam pengumpulan data, hingga bagaimana penganalisisan datanya. Kedua, menjadi dasar pengujian empiris sebab dapat membantu peneliti menilai apakah ada perbedaan atau pengaruh antarvariabel yang diteliti. Ketiga, dapat menghubungkan teori dengan praktik, sebab penelitian itu bersifat operasional, dapat diamat-amati dan terukur. Keempat, mengakomodasi pengembangan pengetahuan sebab hasil pengujian hipotesis akan dikaitkan dengan teori dan penelitian terdahulu yang relevan, misalnya adakah hal-hal baru atau bahkan bertentangan dengan teori serta hasil penelitian terdahulu tersebut.
Berdasarkan jenisnya, hipotesis itu ada tiga. Pertama, hipotesis deskriptif yaitu hipotesis yang merujuk pada suatu gambaran umum populasi. Sebagai contoh, “Rata-rata tingkat keterampilan menulis teks persuasif siswa kelas X SMA Y berada pada kualifikasi memuaskan.” Kedua, hipotesis komparatif yaitu hipotesis yang merujuk pada perbedaan, misalnya perbedaan hasil eksperimen. Sebagai contoh, “Terdapat perbedaan keterampilan membaca pemahaman teks prosedur yang signifikan antara siswa yang diajar menggunakan model PBL dan menggunakan model PjBL di kelas X SMA X”. Ketiga, hipotesis asosiatif yaitu hipotesis pada asosiasi, relasi, atau keterkaitan antarvariabel penelitian. Misalnya ”Keterampilan membaca pemahaman berkorelasi secara positif dan signifikan dengan keterampilan menulis teks berita siswa kelas VII SMP X.”
Lazimnya, peneliti juga menggunakan rumusan hipotesis yang bersifat statistika. Artinya, dalam rumusan hipotesis itu diajukan dua alternatif yang bertentangan, yaitu hipotesis null (namun lazim ditulis dan dibaca menjadi hipotesis nol) disingkat menjadi H₀ dan hipotesis alternatif, disingkat menjadi H₁. Cermatilah contoh berikut.
H₀ : Keterampilan membaca pemahaman tidak berkorelasi secara positif dan signifikan dengan keterampilan menulis teks berita siswa kelas VII SMP X
H₁ : Keterampilan membaca pemahaman berkorelasi secara positif dan signifikan dengan keterampilan menulis teks berita siswa kelas VII SMP X
C. Penutup
Sebagai uraian pembuka, permasalahan rumusan masalah dan hipotesis dirasa sudah cukup. Materi diposisikan sebagai alat atau konteks untuk memicu diskusi lebih lanjut tentang permasalahan dasar dalam penelitian. Pembahasan lebih lanjut tentang rumusan masalah dan penyusunan hipotesis akan dibahas lebih mendalam.
Untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang rumusan masalah, cermatilah dengan baik dua contoh proposal penelitian yang dicantumkan di LMS ini. Hanya Bab I, jenis penelitian pengembangan (R&D) dan eksperimen. Mohon dipahami juga, proposal contoh itu belum sempurna.
23 comments
Pelajaran Bahasa Indonesia bagi sebagian besar siswa menakutkan karena banyak teks yang akan dibaca. Mirisnya, beberapa guru, bahkan Guru Bahasa Indonesia pun takut karena banyak teks yang akan dibaca. Ketika akan melakukan penelitian tentang bagaimana cara meningkatkan minat baca siswa dan guru dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, apakah ada instrumen baku yang bisa dijadikan referensi, Pak.
Instrumen baku tentang Minat Baca merupakan instrumen bidang psikologi. Jika peneliti ingin menyusun instrumen sedniri, yang dicari bukan instrumen baku, tetapi teori-teori yang layak (relevan, aktual, layak dikaji secara otoritas kepakaran penyusun teori). Sebab, minat baca juga bersifat dinamis, berkembang terus, termasuk teorinya.
Baik, Pak. Terima kasih atas sarannya.
Mengena sekali bagian “Guru yang merenung setelah PBM, apakah pembelajaran hari ini sudah memuaskan atau belum?”
memicu kita sebagai guru untuk terus refleksi dan berbenah diri
Tulisan ini menjelaskan secara jelas tentang pentingnya rumusan masalah dalam penelitian, terutama dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia. Penjelasan bahwa rumusan masalah adalah “jantung penelitian” menegaskan betapa pentingnya menentukan fokus dan tujuan penelitian secara tepat agar proposal yang dikerjakan dapat berjalan efektif. Rumusan masalah dikatakan sebagai sebuah kesenjangan antara teori dan fakta atau yang sudah diketahui dan yang belum diketahui, serta keterkaitan masalah dengan perhatian dan kepedulian guru terhadap kondisi siswa.
Tulisan ini juga membahas tentang sumber masalah dan cara memperolehnya, membaca literatur ilmiah, mengamati inovasi kurikulum serta bagaimana seorang peneliti dapat mengembangkan masalah penelitian.
Selanjutnya oembahasan terkait dengan hipotesis yang artinya adalah dugaan sementara yang harus diuji secara empiris, bukan dibuktikan secara mutlak.
Sebagai guru memiliki peran penting dalam pembelajaran dan selalu peka terhadap perkembangan media pembelajaran termasuk perkembangan penggunaaan Ai dan sebagainya. Dalam pembelajaran guru harus selalu melakukan refleksi dalam pembelajaran sehingga membuka celah perbaikan di detiap harinya. Guru yang peka ini juga dapat menjadikan ini sebagai sebuah fenomena yang di kaji. Semakin spesifik dan detail masalah yang di bahas maka akan semakin mengerucut pembahasan yang dilakukan.
Judul ini sangat relevan dan penting dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia, terutama bagi para peneliti pemula atau mahasiswa yang ingin melakukan penelitian di bidang pendidikan bahasa. Memperoleh dan merumuskan masalah penelitian serta menyusun hipotesis adalah langkah awal yang krusial dalam proses penelitian ilmiah. Dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia, hal ini membantu peneliti untuk fokus pada isu-isu spesifik seperti kesulitan belajar bahasa, metode pengajaran, atau efektivitas media pembelajaran.
Menurut saya, rangkuman mengenai cara memperoleh, merumuskan masalah penelitian, dan menyusun hipotesis dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia sangat penting untuk dipahami, terutama oleh siswa atau mahasiswa yang sedang belajar menulis karya ilmiah.
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, terutama di aspek menulis ilmiah, siswa diajarkan bagaimana cara menggali ide atau permasalahan yang relevan dari lingkungan sekitar, pengalaman pribadi, atau fenomena kebahasaan yang muncul di masyarakat. Kemampuan memperoleh masalah penelitian merupakan langkah awal yang krusial karena menjadi dasar arah penelitian selanjutnya.
Setelah itu, merumuskan masalah penelitian secara jelas dan terarah sangat penting agar penelitian memiliki fokus dan tidak melebar ke mana-mana. Rumusan masalah yang baik biasanya berbentuk pertanyaan dan mengarah pada tujuan yang ingin dicapai.
Hipotesis juga tidak kalah penting karena menjadi dugaan sementara terhadap jawaban dari masalah yang diajukan. Dalam konteks Bahasa Indonesia, hipotesis bisa berkaitan dengan efektivitas penggunaan suatu metode pembelajaran bahasa, pemahaman terhadap teks, atau pengaruh media pembelajaran tertentu.
Secara keseluruhan, saya menilai bahwa pemahaman tentang proses ini tidak hanya membantu dalam kegiatan akademik, tetapi juga melatih kemampuan berpikir logis, sistematis, dan kritis dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
Penjelasan tentang esensi masalah dengan membandingkan “apa yang seharusnya” dengan “apa yang terjadi” sangat membantu saya untuk menangkap makna masalah penelitian.
Dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia, sebenarnya banyak yang bisa dijadikan sumber masalah penelitian. Perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi semakin menumpuk masalah itu. Apalagi perubahan kurikulum yang sering terjadi melahirkan permasalahan yang semakin kompleks. Guru sebagai pengajar harus menyesuaikan diri dengan perubahan agar bisa menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan. Guru harus mampu berinovasi dalam menciptakan media pembelajaran berbasis internet. Namun, tidak semua masalah bersumber dari guru. Masalah juga bisa muncul berdasarkan fasilitas sebagai penunjang pembelajaran yang belum lengkap. Misalnya jaringan internet, penggunaan telepon seluler yang terbatas untuk siswa, dan lain-lain. Ketika semua masalah sudah teridentifikasi untuk dijadikan topik penelitian, baru rumusan masalah dibuat. Seperti yang diungkapkan dalam materi di atas, tanpa rumusan masalah, penelitian tidak bisa dilakukan. Karena, rumusan masalah itu sendiri yang berupa pertanyaan akan menjadi tujuan kenapa penelitian itu dilakukan. Kalau penelitian yang dipilih untuk mendeskripsikan suatu masalah, maka peneliti sering memakai metode kualitatif. Kalau penelitian lebih berfokus pada keterukuran, peneliti sering memilih metode penelitian kuantitatif dengan merumuskan hipotesis terlebih dahulu, terlepas dari hipotesis bisa dibuktikan atau tidak.
Di dunia pendidiikan saat ini plagiatrisme sangat tinggi sekali, pelakunya tidak hanya siswa tetapi juga guru itu sendiri, sebenarnya meniru punya orang lain itu jika hanya dijadikan sebagai tambahan dalam proses pembelajaran maka tidak akan jadi masalah tetapi jika yang terjadi adalah hanya mengganti nama dari hasil karya orang lain menjadi karya kita maka akan terjadi banyak masalah, salah satunya adalah matinya kreativitas orang tersebut secara individu. Salah satu penyebab ini terjadi adalah ketidakmengertian seseorang dalam hal penulisan karya ilmiah, tersebut, melalui materi ini sudah tergambar langkah-langkah yang harus ditempuh jika akan mengadakan sebuah penelitian yang nantinya akan melahirkan sebuah karya tulis yang bersifat ilmiah.
Terima kasih, atas komentar-komentar Sdr. Tentang plagiarism, sudah saya ungkapkan juga dalam cerita inspiratif “Ali, Akal Imitasi, dan Guru Ilmu Gaib”. Salin-rekat atau salin-tempel karya orang lain sebenarnya merupakan “penipuan terhadap diri sendiri.” Ujung-ujungnya adalah penyesalan.
Rumusan masalah ibarat jantung dari sebuah penelitian. Sebab, tanpa rumusan masalah yang jelas, sebuah penelitian tidak dapat dilakukan dengan baik. Nah, untuk merumuskan sebuah masalah harus terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan. Setelah merumuskan masalah, seorang peneliti perlu menyusun hipotesis (dugaan sementara yang belum dibuktikan dan harus diuji dengan data. Penting untuk memperhatikan bahwa hipotesis tidak dirumuskan sembarangan, melainkan harus berdasarkan teori dan temuan sebelumnya. Hipotesis harus dirumuskan dengan cara yang objektif dan tidak hanya terbukti berdasarkan harapan peneliti, tetapi sesuai kajian literature dan dapat diuji dengan metode statistik.
Rangkuman ini merupakan panduan cepat yang sangat bermanfaat bagi saya. Rumusan masalah dan hipotesis merupakan kunci utama dalam penelitian, khususnya pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Masalah penelitian harus jelas, relevan, dan terukur. Menurut Bapak, apa kesalahan paling umum mahasiswa ketika merumuskan masalah penelitian, dan bagaimana cara memperbaikinya?
Terima kasih, pertanyaan sederhana tetapi tidak mungkin ditanggapi secara kompleks, membutuhkan ruang yang lebih luas. Silakan pertanyakan lagi dalam pembahasan luring. Kesalahan umum banyak, tapi saya bahas dua saja. Pertama, pengajuan judul. Kebanyakan mahasiswa meniru atau menyalin judul-judul yang sudah ada di internet. Jelas, ini justru sangat merugikan mahasiswa itu sendiri karena ketika skripsi atau tesis diujikan, atau artikelnya dipublikasikan, tingkat similaritasnya sangat tinggi. Sukar untuk diterima di lembaga jurnal. Selain itu, mahasiswa juga sukar menjawab pertanyaan “Apa novelty penelitian Sdr.””. Seharusnya, judul (untuk prido kependidikan) itu mulai terpikirkan ketika melaksanakan PLK. Kembangkan kepedulian: apa-apa saja masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran, pada pembelajaran teks apa, atau pada keterampilan yang mana. Selain itu, ditemukan judul yang sebenarnya tidak masuk akal, misal “Pengaruh Penggunaan Media ….”. Itu aneh, sebab pembelajaran apa pun HARUS pakai media. Kalau ada pembelajaran bahasa Indonesia tanpa media, itu bukan pembelajaran tapi pembodohan siswa. Kedua, pada butir pembahasan. Masih banyak ditemukan mahasiswa yang hanya “copas” deskripsi hasil penelitian ketika mengungkapkan pembahasan. Hanya itu dulu, karena ruang terbatas. Maaf.
Instrumen apa yang paling relevan menurut Bapak yang digunakan dalam penelitian pembelajaran Bahasa Indonesia?
Menurut saya, pembahasan tentang rumusan masalah dan hipotesis ini penting banget karena jadi dasar dalam penelitian. Rumusan masalah disebut sebagai “jantung penelitian” memang masuk akal, tanpa itu penelitian nggak akan terarah. Dari contoh yang dijelaskan, terlihat kalau rumusan masalah harus spesifik, fokus, dan bisa dijawab dengan data, bukan sekadar asumsi. Begitu juga dengan hipotesis, harus logis, operasional, dan relevan dengan teori atau penelitian sebelumnya. Intinya, rumusan masalah dan hipotesis memberi arah jelas: data apa yang dikumpulkan, metode apa yang dipakai, serta hasil apa yang bisa dicapai.
Rumusan masalah adalah hal penting dalam sebuah penelitian, di mana dengan rumusan masalah menentukan arah dan esensi sebuah penelitian.
Kita sering kali lupa merefleksikan pembelajaran, sehingga masalah yang terjadi dalam pembelajaran tidak ditindaklanjuti. Jika kita menyadari masalah tersebut, maka kita dapat menemukan solusinya dengan cara melakukan penelitian, merumuskan pertanyaan berbasis masalah tersebut untuk memecahkan permasalahan yang kita hadapi.
Dalam pembelajaran guru perlu menkaji ulang permasalah yang dihadapi baik dari sisi murid ataupun guru atau melakukan refleksi.Apakah pembelajaran berhasil atau terkendala. Guru perlu membuat hipotesis sementara dan kemudian merumuskan masalah yang dihadapi yang akhirnya melakukan penelitian untuk membuktikan atau menemukan solusi dari masalah yang hadapi. Jadi Rumusan masalah sangat penting untuk menentukan cara memecahkan permasalahan yang tepat sasaran melalui penelitian.
Permasalahan besar kini yang sering dikeluhkan oleh guru adalah kemampuan literasi anak yang semakin berkurang, murid tidak menyukai membaca teks yang terlalu panjang dan dengan satu teks itu terdiri dari beberapa pertanyaan yang mengakibatkan timbul rasa bosa dan motivasi belajar semakin menurun. Permasalahan itu menjadi kajian besar bagi guru terlebih lagi ketergantunagn nilai raport pendidikan terhadap nilai ANBK yang notabene salah satu komponennya adalah kemampuan literasi siswa (soal bahasa Indonesia). Rumusan masalah yang tepat sangat penting diramu dengan baik agar pemecahan masalah yang dihadapi oleh guru tepat sasaran melalui sebuah penelitian.
Dengan adanya rumusan masalah merupakan esensial dari sutu penelitian. Dengan adanya rumusan masalah akan terlihat dengan jelaa apa permasalahan yang akan diteliti. Rumusan masalah hendaknya berupa pertanyaan penelitian yang jelas, fokus, terukur, dan dapat dijawab dengan data. Sebagai contoh, guru merasakan bahwa para siswa kurang bersemangat ketika pembelajaran. Dengan materi ini sangat menginspirasi dan menambah pengetahuan yang saya dapat.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah sebenarnya banyak sekali hal yang harus kita perbaiki dalam proses PBM, karena tidak bisa dipungkuri bahwasanya sering sekali siswa menganggap bahwa pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang “membosankan”, ditambah dengan adanya “AI” di zaman sekarang setiap siswa hanya melihat dan mencontoh saja dari “AI” tersebut. Jadi, dengan adanya penjelasan tentang “Rangkuman cara memperoleh, merumuskan masalah penelitian, dan hipotesis dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia” ini saya tertarik untuk meneliti lebih lanjut lagi, tentang rumusan masalah apa saja yang menjadi tantangan seorang guru dalam mengajar, dan nantinya akan dilakukan “Hipotesis” terhadap rumusan masalah yang dibahas.
Saya juga mengambil kesimpulan bahwasanya di dalam sebuah penelitian rumusan masalah ini sangat penting dan tidak bisa ditinggalkan, karena “rumusan masalah” inilah tonggaknya sebuah penelitian, barulah nanti lahir hipotesis yang akan kita kembangkan menjadi sebuah jawaban atau dugaan sementara dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia saya sebagai guru banyak menemukan bahwasanya siswa mengalami pro-kontra. Kontranya siswa bosan/mengantuk dalam PBM sedangkan pronya sebagian siswa tertarik belajar bahasa Indonesia karena suka membaca dan menulis. Jadi, sebagai guru saya ingin mencari tahu masalah apa yang terjadi dikelas. Setelah saya membaca tentang materi cara memperoleh rumusan masalah, saya paham bahwasanya tantangan terbesar masalah apa yang menjadi tantangan terbesar dalam kelas. Yaitu dengan cara mencari masalah lalu menuliskan rumusan masalahnya dalam penelitian tindakan kelas. sehingga saya mendapatkan hipotesis dalam bentuk jawaban sementara yang akan saya kembangkan dalam penelitian saya.