Pagi itu tampaknya hari tidak akan hujan meski kabut tebal menyelimuti Kota Padang. Gelap dan suram. Udara sepertinya masih tertidur walaupun tetap menebarkan selimut dingin.
Zahid sudah salat Subuh, mandi, dan makan pagi. Hal itu mengejutkan Umi karena biasanya pada hari libur Zahid mengabaikan rutinitas mandi dan makan pagi. Biasanya, sesudah salat Subuh, Zahid kembali tidur. Tetapi Umi maklum, suaminya, yang biasa dipanggil Habibie, alias Abi Zahid, sudah seminggu ini di rumah, bertepatan dengan dimulainya libur sementara sekolah Zahid. Zahid baru kelas VII SMP. Seminggu ini libur karena kakak-kakak kelasnya sedang menempuh ujian nasional. Umi tahu, malam tadi Abi membuat kesepakatan dengan si bungsu, Zahid, untuk pergi memancing. Zahid sangat senang karena selama ini selalu dilarang Umi memancing.
Setiap Zahid meminta izin Umi untuk memancing, selalu Umi melarang dengan menyatakan bahwa memancing itu pekerjaan sia-sia, menghabiskan waktu, pekerjaan orang malas, dan sebagainya. Zahid memiliki kesempatan memancing hanya ketika berlibur di rumah nenek. Di sebuah desa di Payokumbuah. Memancing di kolam. Selain masa-masa itu, Zahid tidak pernah berani melanggar larangan Umi untuk memancing. Ada tembok tebal yang menahan keinginan Zahid melanggar larangan Umi. Ya, Zahid meyakini bahwa Abi-nya itu sakti. Meskipun Abi-nya sering tidak di rumah, Zahid yakin bahwa dengan kesaktian Abi-nya, Abi akan mengetahui kejahatannya.
Ingatan Zahid akan bukti kesaktian Abi sangat kental. Semasa Zahid belum bersekolah, ketika Abi di rumah, sering Abi menunjukkan kesaktiannya. Misalnya, dengan gaya menarik, Abi mengambil secarik kertas. Kertas itu diremas-remas dalam genggamannya. Dengan mengucapkan sim salabim, Abi menggerak-gerakkan tangannya di udara kemudian membuka genggaman tangannya. Kertas itu masih mulus, tidak berkeriput. Malahan, pada kesempatan lain, ketika genggaman tangan Abi dibuka, ternyata kertas yang telah diremas-remas berubah menjadi sebutir telur ayam.
Pernah, semasa Zahid kelas 3 SD, Kak Vita, anak tetangga, siswa kelas 2 SMA, pingsan kemudian meraung-raung dan menggigau keras. Orang-orang menyebutnya kesurupan. Buru-buru Bu Mery, mami-nya Kak Vita mencari Abi. Zahid memaksa untuk ikut menemani Abi mengobati Kak Vita. Dengan sigap, Abi menyiramkan segelas air putih ke wajah Kak Vita. Tangan kiri Abi menggegam tangan kanan Kak Vita. Ajaib. Kak Vita tidak menggigau dan meraung-raung lagi. Setengah jam kemudian Kak Vita sudah bisa ngobrol dengan Abi.
Dulu, banyak tamu yang mencari Abi. Zahid tidak tahu persis apa maksud kedatangan tamu-tamu itu. Kata Umi, kebanyakan tamu itu minta tolong Abu untuk menyembuhkan seseorang yang sedang menderita sakit. Tamu-tamu itu menggunakan sebutan buya dan ada yang menmanggil ustadz kepada Abi. Sayangnya, banyak yang kecewa karena dulu Abi sering tidak di rumah. Kadang-kadang Abi menghilang beberapa bulan, pernah hampir satu tahun. Kata Umi, Abi pergi berdakwah. Pernah juga, Umi mengatakan bahwa Abi mengurusi beberapa toko bangunannya di Pekanbaru dan Jambi.
“Abi, kapan pergi memancing? Sudah lewat pukul 7, Bi!”, kata Zahid pelan menghampiri Abi yang sedang duduk mengaktifkan notebook di meja kerja ruang pustaka mini, di lantai 2. Tampaknya Abi sedang membuka internet melalui notebook-nya.
Abi tersenyum menghentikan aktivitasnya.
“Ok, Nak. Abi sedang buka e-mail. Nah. Sudah selesai. Sudah Zahid siapkan semua? Minuman? Roti tawar dan selainya? Mungkin kita sampai jelang lohor mancing”, kata Abi seraya mematikan notebook.
“Siip! Zahid sudah siapkan semua. Rebees Bi. Pakai mobil Bi?”, tanya Zahid bersemangat.
“Ah. Tidak usah, Nak. Pakai vespa saja. Lebih praktis. Kita memancing di Pasir Jambak. Ok. Minta izin Umi ya. Kita berangkat!”.
Jarak rumah – Pasir Jambak tidak terlalu jauh. Dalam waktu kurang dari 15 menit, Zahid dan Abi-nya sudah memasuki kawasan wisata pantai itu. Memasuki gerbang, Abi mengucapkan salam dan meminta izin penjaga untuk memancing. Penjaga gerbang, tiga orang pemuda, dengan tatapan dingin tidak menjawab salam Abi tapi sudut pandang matanya mengisyaratkan bahwa Abi diizinkan masuk kawasan itu tanpa membayar karcis.
Setelah melewati bangunan yang dulu pernah digunakan sebagai sentra pemeliharaan sapi, Abi dan Zahid memasuki daerah telaga. Orang-orang menyebutnya talaok, ada juga yang menyebut muaro anai. Telaga yang berukuran cukup besar, lebar sekitar 50 meter, dan berlokasi dekat pantai. Sekitar 40 meter dari pantai. Di ujungnya, tampak pintu air yang membelah aliran air masuk ke telaga dan hilir sungai.
Abi membelokkan vespa ke kanan melalui jalan setapak bertepian perdu. Meski kecil, namun becak-motor dan mobil berukuran kecil dapat melalui jalan tersebut.
Sesudah melewati beberapa perahu yang sudah rusak dan jadi bangkai, Abi menghentikan vespanya di dekat sebuah kapal nelayan berukuran menengah. Orang-orang lazim menyebutnya dengan bagan. Zahid pun turun dan menyandang tas pancing. Abi membawa tas plastik besar berisi minuman dan roti. Tangan lainnya menjinjing tas plastik hitam berisi umpan: lumut dan udang.
Abi tampak ragu karena bagan itu terlihat bersih namun sepi. Untunglah, tampak seorang pekerja bagan sedang menambatkan tali pengikat cadiak (batang-batang kayu di kiri-kanan sepanjang bagan yang berukuran variatif untuk menyeimbangkan bagan sekaligus sebagai sarana jalan aktivitas pekerja bagan untuk lalu-lalang). Abi menyerukan salam dan meminta izin untuk memancing di bagan tersebut.
Pekerja bagan itu menatap Abi dengan tatapan dingin. Tidak menjawab salam. Tapi mengangguk tidak bersemangat. Abi pun mengucapkan terima kasih dan memasuki bagan. Zahid diminta Abi berjalan terlebih dahulu meniti kayu-kayu cadiak menuju ke dalam bagan. Zahid melihat pada dinding bagan tertulis dengan warna menonjol “Raja Laut”.
Zahid sangat gembira. Baru 5 menit tali pancing dilemparkan, terlihat pelampung bergerak-gerak. Ditariknya dengan semangat. Seekor ikan kecil berukuran dua jari meronta di ujung mata pancing Zahid. Ikan kaca. Orang menyebutnya dengan saridiang. Abi tersenyum melihat Zahid tertawa sambil berusaha melepaskan ikan dari mata pancingnya.
“Bagaimana, Bi? Kita bawa pulang?”, tanya Zahid kepada Abi.
“He he. Tidak usah. Tidak ada dagingnya. Lepaskan saja. Kasihan”, kata Abi sambil melemparkan tali pancing.
Segera Zahid melemparkan kembali ikan yang baru ditangkapnya ke dalam telaga. Zahid memandangi ujung benang pancing Abinya. Tampaknya belum dimakan ikan. Umpan pancing Zahid dan Abi memang beda. Zahid pakai udang, Abi pakai lumut.
Sudah hampir satu jam Zahid dan Abi-nya memancing. Zahid sudah lebih dari sepuluh kali menarik tali pancingnya. Namun selalu berisi ikan kaca sehingga dilepaskan lagi. Abi sudah dapat tiga ekor ikan berukuran lumayan besar. Seukuran telapak tangan orang dewasa. Ikan baronang. Di Padang, ikan tersebut dinamakan marang.
“He! Pak! Dilarang mancing di sini! Bagan baru dicat. Kotor nanti!”, hardik seseorang. Kasar sekali.
Zahid menggigil kaget. Seumur hidup tidak pernah Abi dan umi, dan kakak-kakaknya berbicara keras dan kasar.
Abi juga kaget. Segera ia menggulung benang pancing dan memandangi orang yang mengeluarkan suara keras dan kasar itu.
“Maaf. Maaf. Tidak tahu.Tapi kami sudah minta izin tadi”, kata Abi sambil mengemasi peralatan pancingnya.
Orang itu mendengus. Laki-laki berusia sekitar 40 tahun. Kekar, tinggi, hitam dan berwajah sangar. Abi berumur 53 tahun, juga kekar, tapi berwajah damai.
Mungkin karena terlalu asyik, Zahid dan Abi tidak menyadari kalau ternyata rombongan pekerja bagan sudah datang. Tiga orang sudah memasuki bagan, beberapa orang masih berdiri di tepi muara.
Bergegas Abi mengemasi peralatan pancing dan ikan hasil pancingannya. Tangannya menggapai Zahid memberikan isyarat agar keluar dari bagan tersebut. Beberapa kali Abi melontarkan kata-kata pendek,”Maaf, maaf”, tapi tiga orang pekerja bagan itu tidak menggubrisnya.
“Temok! Periksa! Ada ndak peralatan awak yang hilang”, kata laki-laki pertama yang membentak Abi ketika Abi dan Zahid sudah berada di luar bagan. Meski perkataannya tidak terlalu keras, namun Zahid dan Abi mendengarnya cukup jelas.
Abi yang sedang meniti cadiak menuju daratan segera melompat. Zahid hampir terjatuh karena terdorong tubuh Abi. Sambil berusaha menahan nafas, Abi meletakkan tas peralatan pancingnya, membalikkan badan, menatap tajam ke arah laki-laki kasar itu. Berulang-ulang Zahid mendengar Abi membaca istigfar. Zahid tahu, Abi-nya sedang menahan amarah.
“Hai, yuaang! Kalau ada barang-barang waang yang ilang, den ganti sepuluh kali lipat. Ini kartu nama saya!” kata Abi tegas sambil mengacungkan kartu nama dan memberikannya kepada salah seorang dari rombongan laki-laki itu. Laki-laki kurus yang berdiri di tepi telaga dan sedang menunggu giliran memasuki bagan.
Laki-laki kurus itu menerima kartu nama Abi tanpa ekspresi yang jelas. Mungkin sinis. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, digenggamnya kartu nama itu. Tentunya akan ia berikan kepada si lelaki kasar yang bergaya bos itu.
Zahid merasa aneh. Sangat berbeda dengan kebiasaan Zahid dan keluarganya. Ketika menerima sesuatu, misalnya, ucapan “terima kasih” akan meluncur lancar. Yah, ajaran dalam keluarga Zahid: jangan lupa salam, maaf, tolong, dan terima kasih. Konon, membiasakan empat hal itu akan memperlapang hati dan pikiran.
Laki-laki kasar itu memandangi Abi dengan mata tajam. Abi tidak mau kalah. Laki-laki itu kalah pamor. Mengalihkan pandangannya, apa lagi setelah temannya yang dipanggil “Temok” itu menyatakan bahwa peralatan dan barang-barang dalam bagan aman, tidak ada yang hilang.
Dalam perjalanan pulang, beberapa kali Zahid mendengar Abi membaca istigfar. Zahid tahu bahwa Abi-nya sangat marah dan berusaha sekuat tenaga menahan emosinya. Dalam hati, Zahid pun mengutuki laki-laki tadi, “Benar-benar kasar. Tidak sopan. Tunggulah balasan Abi. Kalian belum tahu kalau Abiku ini sakti”.
Sesampainya di rumah, Abi segera menyerahkan ikan hasil tangkapannya kepada Umi. Namun, Abi berpesan agar Zahid tidak usah menceritakan peristiwa tadi kepada Umi.
“Wah. Zahid, ternyata joran pancing Abi ada yang tertinggal di bagan “Raja Laut”. Hhh. Joran warna merah”, kata Abi menahan kesal.
“Ha! Bagaimana, Bi? Kita ambil?”, tanya Zahid.
“Hhhh. Tidak usah. Mudah-mudahan, entah kapan, joran tu bisa kembali” kata Abi lirih.
Meski jawaban Abi tidak terlalu keras, Zahid kaget. Apanya yang kembali? Apakah mungkin joran pancing yang tertinggal dapat kembali tanpa diambil? Dengan kesaktian Abi?
“Abi, Zahid tadi sangat cemas. Kasar sekali orang-orang itu ya Bi?”, kata Zahid penuh selidik
“Hhh. Ya, Nak. Sangat kasar dan tidak sopan. Jangan ditiru ya Nak. Tuhan tidak menyukai perkataan yang kasar dan perbuatan keji“.
“Ya, Bi. Insya Allah. Tuhan pasti marah ya, Bi?”.
“Wallahualam, Nak. Kasihan juga bagannya?”.
“Bagannya? Kenapa, Bi?”
“Ya, mudah-mudahan tidak terbakar”.
Zahid bungung memahami perkataan Abi. Ingatannya lebih tertuju pada peristiwa tadi. Sikap dan perkataan orang-orang yang kasar. Sesuatu yang tidak Zahid alami di rumah. Termasuk jika Ada Kak Liza dan Bang Ardan. Kakak dan abang Zahid jarang pulang sekarang. Kak Liza kuliah di Bandung, sedangkan Bang Ardan belajar di salah satu pondok pesantren di Jawa Timur. Zahid lupa-lupa ingat nama pondok pesanteren tersebut, entah Gontor entah apa.
***
Seperti direncanakan semalam, pagi ini Zahid pun sudah mandi dan makan. Hari ini ia kembali memancing dengan Abi. Om Is, kawan mancing Abi pun sudah datang. Om Ismail Nasution. Biasanya, ada Nasution yang lain, Om Junaidi Nasution. Abi sering menyebut mereka dengan duo nasution. Konon, hari itu Om Junaidi Nasution sedang sebuk, ikut turnamen bridge tingkat nasional. Kali ini pakai mobil. Lokasi mancing tetap di Pasir Jambak. Tetapi bukan di tepi telaga sebelah kanan melainkan sebelah kiri.
Sesampai di lokasi, ternyata air laut sedang surut. Kali ini lokasinya adalah sebuah bangkai bagan yang tidak beratap. Untuk mencapainya, Zahid digendong Abi, dan dinaikkan ke atas bangkai bagan. Dari lokasi itu, tampaklah bagan “Raja Laut” yang kemarin dinaiki Abi dan Zahid, di seberang, agak menyerong ke kiri telaga.
Setelah Abi mengeluarkan peralatan pancing, Zahid heran karena ternyata Abi membawa joran merah yang kemarin tertinggal di bagan itu.
“Abi. Kok sudah ada joran merah itu. Sudah kembali. Bagaimana caranya, Bi?” tanya Zahid penasaran.
Abi hanya tersenyum.
“Kan sudah kembali ke tangan Abi. Semalam”, kata Abi riang.
“Jadi? Semalam Abi ke bagan ‘Raja Laut” itu? Sendiri? Dengan Om Is?”, tanya Zahid sambil tangannya menunjuk ke bagan di seberang telaga.
“Sudahlah. Kita memancing. Bukan ngobrol. Iya kan, Om Is?”, jawab Abi mengalihkan pertanyaan Zahid.
Om Is, laki-laki berumur 35-tahunan hanya tertawa renyah. Laki-laki itu sudah menyelesaikan tugas: memasang dua payung sehingga ia, Abi, dan Om Is terlindung dari sengatan matahari.
Sejenak, Zahid mengalihkan pandangannya kepada Om Is. Om ini memang pendiam namun ramah. Senyumnya selalu mengambang di kedua bibirnya.
Perlahan, Om Is melemparkan kenur pancingannya seraya membaca Basmallah. Tenang dan damai. Perlahan, dari mulutnya terdengar puji-pujian, senandung Asmaul Husna.
Sudah hampir dua jam memancing. Abi dan Om Is sudah berulang-ulang menarik benang pancingnya. Ikan di kerontong sudah banyak. Cukup besar-besar. Baronang. Sebalikya, Zahid sudah dua kali benang pancingnya putus. Kata Abi dimakan ikan buntal.
Air laut mulai pasang naik. Di seberang kanan, tampak sebuah mobil pick up mendekati bagan “Raja Laut”. Beberapa orang laki-laki turun dari pick up. Masing-masing menjenjeng jrigen berisi bahan bakar, diangkutnya ke dalam bagan. Entah bensin entah solar.
Tanpa sadar, Zahid memandangi Abi-nya. Abi menatap tajam bagan “Raja Laut”. Entah apa makna tatapan tesebut.
Abi mendehem. Om Is memandangi Abi dan mengangguk. Abi membuka tas pancing. Bukan. Ternyata bukan tas pancing. Tetapi tas plastik hitam berukuran besar berisi kotak yang cukup besar. Abi menekan sesuatu dan mengambil benda seperti papan penghapus.
“Apa itu Abi?”, tanya Zahid.
“Ah. Bukan apa-apa. Peralatan pancing. Supaya benang pancing tidak kusut”, kata Abi dengan santai.
Om Is mendehem. Tertawa kecil.
“Zahid. Pegangi pancing Abi sebentar ya. Mungkin kali ini Zahid hebat. Dapat ikan besar”.
Zahid mengambil alih joran Abi. Abi membalikkan badan seperti hendak turun dari bagan. Tangannya memegang sesuatu.
Abi mendekati Zahid, duduk di belakang Zahid yang sedang asyik memancing.
Om Is juga meletakkan joran pancingannya. Bahkan menggulung tali ancing dan merapikan jorannya. Ia duduk persis di belakang Zahid. Memegangi bahu Zahid.
Zahid heran. “Tidak memancing, Om?”, tanya Zahid.
“Istirahat dulu. Pengen lihat Zahid mancing dulu”, kata Om Is sambil memijat-mijat kedua bahu Zahid.
Tiba-tiba, BUUUM ….
Terdengar bunyi ledakan yang sangat keras bagi telinga Zahid. Di seberang telaga, dari bagan “Raja Laut”, tampak seberkas api besar meluncur ke atas seperti roket. Zahid memekik, jorannya hampir terlepas. Air muara buncah, bergelombang-helombang besar. Perahu tempat mereka memancing juga terguncang hebat seperti mau terbalik. Untunglah, Om Is memang sudah siaga. Langsung Zahid dipeluk, ditenangkan.
Sejurus kemudian, bagan “Raja Laut” terbakar hebat. Dentuman-dentuman agak keras terdengar sporadis. Tampak beberapa orang, entah tiga entah empat orang tercebur ke telaga. Beberapa perahu kecil berusaha mendekati bagan yang sedang terbakar itu. Namun panas api terlalu membara.
Para pekerja di bagan “Raja Laut” benar-benar panik. Berteriak-teriak, ada beberapa orang lari sambil membawa entah apa keluar bagan untuk diselamatkan. Bukan hanya pekerja-pekerja itu. Penganjung pantai wisata juga kaget dan lari berserabutan menerobos semak-semak untuk mendekati bagan yang sedang diamuk api.
“Abi … Abi …. ‘Raja Laut’ terbakar! Benar kata Abi kemarin. Bagan itu akan terbakar”, seru Zahid. Entah takjub entah panik.
“Hayo, kita berkemas. Pulang!” kata Abi.
Abi dan Om Is pun bergegas mengemasi peralatan pancing dan payung. Dalam kesigapan itu, Abi mengambil sesuatu dari tas plastik-besarnya. Ternyata kamera digital. Beberapa kali Abi memotret bagan di seberang yang sedang terbakar hebat.
Diam-diam Zahid mencatat: Abi sudah menyiapkan kamera. Abi sudah siaga. Padahal, Zahid tahu bahwa Abi paling tidak suka berfoto atau membawa kamera ketika bepergian. Apa lagi memancing.
Dengan sigap, Abi menggendong Zahid turun dari bagan. Tanpa melihat kiri-kanan, Abi dan Om Is berlari dan segera menghidupkan mobil.Tancap gas, melewati tepian pantai. Menjelang keluar gerbang, tampak dua truk pemadam kebakaran masuk ke lokasi wisata disertai raungan sirine yang khas.
Berita tentang terbakarnya bagan “Raja Laut” segera merebak. Bukan hanya via jejaring sosial. Senja harinya, berita itu juga ditayangkan di stasiun televisi lokal Kota Padang.
Berita kebakaran bagan “Raja Laut” masih ramai dibicarakan teman-teman Zahid di sekolah seminggu kemudian. Banyak cerita aneh di balik kebakaran tersebut. Ada yang menyatakan bahwa bagan itu ditembak petir ketika sedang mengisi BBM, ada yang mengatakan gara-gara pekerja bagan membuang puntung rokok sembarangan ketika sedang mengisi BBM, ada yang mengatakan bahwa bagan itu dibakar penunggu telaga yang marah karena sambil bekerja, beberapa orang pekerja bagan itu berkata-kata tidak senonoh. Dalam hati, Zahid menggumam bahwa kebakaran itu diakibatkan oleh kutukan Abi-nya. Abi-nya yang sakti. Namun, ia tidak ingin mengungkapkan hal itu kepada teman-temannya. Pasti tidak ada yang percaya.
32 comments
amanat yang bisa saya ambil dari cerita berikut ini adalah, hati hati jika ingin berkata atau melakukan sesuatu kepada orang lain, karena kita tidak tau bagaimana orang tersebut menerima perkataan atau perlakuan kita kepada mereka, bisa saja mereka diam diam menyiman dendam serta membalaskannya dengan hal hal yang tidak kita inginkan
Perkenalkan nama saya Aurell Ramadhani dengan NIM 23233033 dari kelas BI-NS-0214.
Pesan dari cerita pendek tersebut adalah kita harus bersikap ramah kepada setiap orang dan menjaga omongan kita sendiri. Kita tidak boleh sombong dan angkuh karena bisa saja kita menyakiti hati orang lain dengan sifat itu. Dan Allah pun marah.
Pesan yang lain adalah kita memang harus tetap ramah dan baik walaupun terkadang tidak semua orang membalas kebaikan kita. Dan kita juga harus mengajarkan anak kita tentang sopan santun sepeti yang dilakukan oleh Abi Zahid yaitu mengucapkan salam, terima kasih dan tolong. Agar kelak anak kita menjadi pribadi yang baik.
Pesan yang dapat diambil dari cerita tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kesabaran dan amarah
Abi merupakan sosok yang sabar dan tidak mudah marah. Meskipun diperlakukan dengan kasar oleh pekerja bagan, Abi tetap berusaha menahan amarah dan emosinya. Ia bahkan menawarkan ganti rugi yang lebih besar jika ada barang yang hilang.
Dari cerita tersebut, kita dapat belajar untuk menjaga kesabaran dan amarah. Marah memang merupakan emosi yang wajar, tetapi jika tidak dikendalikan dengan baik, maka akan menimbulkan masalah.
2. Bersikap sopan dan santun
Dalam cerita tersebut, kita dapat melihat perbedaan sikap antara Abi dan pekerja bagan. Abi selalu bersikap sopan dan santun, sedangkan pekerja bagan bersikap kasar dan tidak sopan.
Dari cerita tersebut, kita dapat belajar untuk bersikap sopan dan santun kepada siapa pun, termasuk kepada orang yang bersikap kasar kepada kita.
3. Tidak mudah menghakimi orang lain
Zahid awalnya berpikir bahwa Abi akan membalas perlakuan kasar pekerja bagan dengan kesaktiannya. Namun, Abi justru tetap bersikap sabar dan tidak mudah menghakimi orang lain.
Dari cerita tersebut, kita dapat belajar untuk tidak mudah menghakimi orang lain. Kita harus melihat dari sudut pandang orang lain sebelum mengambil kesimpulan.
NAMA : FAIZAL ALQADAFI
NIM : 23233039
SESI : 0214
Kesimpulan yang dapat saya ambil adalah,kata-kata kita memiliki kekuatan besar dalam memengaruhi orang dan situasi di sekitar kita. Oleh karena itu, penting untuk berbicara dengan bijak, jujur, dan penuh tanggung jawab. Dengan menjaga omongan, kita bisa membangun hubungan yang kuat, mempertahankan integritas pribadi, dan menciptakan lingkungan yang positif di sekitar kita.
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari cerita di atas adalah hati hati jika ingin berkata atau melakukan sesuatu kepada orang lain, karena kita tidak tau bagaimana orang tersebut menerima perkataan atau perlakuan kita kepada mereka, bisa saja mereka diam diam menyiman dendam serta membalaskannya dengan hal hal yang tidak kita inginkan serta penting saling menjaga hati supaya tidak ada yang tersakiti dengan sebuah ucapan yang terkadang terlihat remeh namun menyakitkan.
Kesimpulan yang saya dapat kan dari cerita diatas adalah:
1.Kita harus senantiasa membiasakan sifat sopan sopan santun,saling menghormati,serta keramah-tamahan antar sesama .
2.Selalu membiasakan untuk mengucapkan salam,tolong,maaf,terima kasih dalam hidup,agar kehidupan kita penuh kedamaian dan kelapangan.
3.Menjaga ucapan dalam berbicara,jangan asal berbicara saja.Berbicaralah dengan baik dan sopan,hindari bicara kasar dan bernada keras,karena kita tidak tau dampak apa yang dapat ditimbulkan akibat ucapan yang keluar dari mulut kita tersebut.
4.Senantiasa sabar dan perbanyak istighfar dalam hidup,menghadapi masalah yang ada dengan sabar dan hati yang damai.
Rizka Nailatul Hasanah -23020022
WAG (BI-NS-0208)
Dari cerita diatas dapat kita ambil pelajaran bahwasannya, etika dalam kehidupan itu penting, baik itu etika dalam keluarga, etika dalam lingkungan masyarakat, dan etika kepada orang lain. Etika bagaimana kita menegur seseorang, berterima kepada seseorang, menghormati orang lain, meminta maaf, serta menjaga tutur kata agar terciptanya kehidupan yang damai.
Selalulah ucapkan ucapan yang baik, beristighfar, dan bersabar dalam mengahadapi amarah.
Sephia Azizah_23016183_SIMAK-NS-0118 No.urut 28
Dari cerita di atas amanat yang dapat saya ambil adalah kita tidak boleh berkata kasar kepada orang yang baru kita temui karena kita tidak mengetahui gimana orang tersebut dan karena perkataan kita itu dapat menyakiti hati orang tersebut dengan dan akibatnya orang tersebut menyimpan dendam terhadap kita yang mungkin akan membuat kita dalam keadaan yang berbahaya, Karena orang tersebut akan melepaskan dendam nya dengan segala hal.
Nama Nurmaiyah Lubis
Nim 23016033
No.urut 08 (SESI- 0012)
Kesimpulan yang saya dapat iyalah, hati hati jika ingin berkata atau melakukan sesuatu kepada orang lain, karena kita tidak tau bagaimana orang tersebut menerima perkataan atau perlakuan kita kepada mereka, bisa saja mereka diam diam menyiman dendam serta membalaskannya dengan hal hal Yang tidak kita inginkan dan Menjaga ucapan dalam berbicara,jangan asal berbicara saja.Berbicaralah dengan baik dan sopan,hindari bicara kasar dan bernada keras,karena kita tidak tau dampak apa yang dapat ditimbulkan akibat ucapan yang keluar dari mulut kita tersebut.
Amanat yang bisa diambil dari cerita Abi yang sakit yaitu hati hati jika ingin berkata atau melakukan sesuatu kepada orang lain.kita tidak boleh sombong dan angkuh karena bisa saja kita menyakiti hati orang lain dengan sifat itu,bisa saja mereka diam diam menyimpan dendam serta membalaskannya dengan hal hal Yang tidak kita inginkan.dengan demikian kita harus menjaga tutur kata agar terciptanya kehidupan yang damai.
Amanat yang bisa diambil dari cerita Abi yang sakit yaitu hati hati jika ingin berkata atau melakukan sesuatu kepada orang lain.kita tidak boleh sombong dan angkuh karena bisa saja kita menyakiti hati orang lain dengan sifat itu.dengan demikian kita harus menjaga tutur kata agar terciptanya kehidupan yang damai.
Dapat kita ambil pelajaran bahwa etika dalam berbicara itu sangat penting, baik itu etika berbicara dengan orang yang lebih tua, lebih kecil maupun dengan yang sebaya. Dengan menjaga omongan, kita bisa membangun hubungan yang kuat dan menjalin silaturahmi dengan orang sekitar. (Sri Wahyuni BI-NS 0208)
Septi Nurul Azmi 23129081 (BI-NS-0207)
Izin berkomentar bapak ,jadi yang dapat kota ambil dari cerita di atas adalah jaga ucapan, karena ucapan bisa membahayakan bagi diri kita sendiri,apa yang kita ucapan biasanya bisa kembali ke pada diri kita sendiri,maka dari itu jangan sampai ucapan kita menyakiti hati orang lain,dan dari itu berfikir dulu sebelum di mengucapkan sesuatu
Nama : Rizky Amanda
NIM : 23134011
WAG : BI-NS-0207
Amanat yang dapat diambil dari cerita ini adalah untuk selalu memperlakukan orang lain dengan baik. Karena setiap perkataan dan tindakan ibarat bumerang, jika baik perkataan dan perbuatannya maka baik pula balasan begitulah sebaliknya. Dan belajarlah untuk selalu berbuat baik walaupun balasannya belum tentu baik, karena ketika kita berbuat baik kepada orang lain maka kita telah mempersiapkan diri untuk diperlakukan secara baik kedepannya.
Nama: Anisa Dela Safira
Nim: 23134022
Wag: BI-NS-0208
Berdasarkan cerita tersebut berapa pentingnya berpikir sebelum berbicara, karena setiap kata yang keluar mungkin akan menyakiti hati orang lain dan mungkin akan menjadi bumerang bagi diri sendiri. Karena hati yang terluka akibat ucapan lebih menyakitkan dari pada rasa sakit akibat pukulan. Selain itu penting juga dalam menjaga kesabaran,eskipun sudah disakiti percayalah mungkina nanti akan mendapat balasan yang jauh lebih baik. Sejalan dengan ungkapan tabur tuai “apa yang kita tabur itu yang akan diterima di kemudian hari”.
Maisarahtul Ispar
Nim 23129334
Seksi Bi-NS-0214
No. Urut 19
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari cerita di atas yaitu kita harus selalu hati hati dalam berkata atau melakukan sesuatu kepada orang lain, karena kita tidak tau bagaimana perkataan atau perlakuan kita. Ada orang yang diam diam menyiman dendam dan membalasnya dengan hal hal yang tidak kita harapkan maka dari kita harus saling menjaga baik itu perkataan atau perbuatan supaya tidak menyinggung perasaan orang lain dan jika orang lain berkata kurang baik kepada kita sebaiknya kita harus sabar dan jangan pernah berpikir untuk balas dendam karena balas dendam itu suatu hal dibenci oleh Allah SWT dan dendam pun tidak akan menyelesaikan permasalahan.
Cerita ini sirat akan banyak makna. Salah satunya ialah berbicaralah dengan kata-kata yang baik kepada siapa saja. Apalagi dengan orang yang lebih tua. Kesaktian adalah salah satu hal yang sering disebut mitos, apalagi pada zaman modern seperti saat sekarang ini. Hanya orang tua atau sepuh-sepuh dan keluarga yang memiliki kesaktian seperti itu saja yang masih mempercayainya. Tapi, apapun itu, yang pasti kita harus menjaga tutur kata yang keluar dari mulut kita. Biarpun orang itu lebih tua ataupun lebih muda.
Dari cerita “Abi yang kuat” ini dapat saya simpulkan pesan dikandung oleh cerita ini adalah mistis dan diluar logika, maaf. Mungkin di luaran sana memang ada orang seperti Abi-nya Zahid. Akan tetapi, tindakan dan perkataan di tengah dan akhir cerita menggambarkan bahwa Abi lah orang yang membakar Bagan itu. Itu hanya firasat saya, walaupun inti pesan dari cerita ini adalah kita harus menghormati orang lain baik muda ataupun tua, baik perilaku kita, baik juga perilaku orang lain. Tetapi, tidak diperkenankan juga membalas (balas dendam). Semuanya hanya Allah maha pencipta lah yang tahu.
(Dinda Afri Yanti, BI-NS-0214)
Nim: 23233037
Terima kasih.
(Delvia Trimelda-23233002-BI-NS-0207-43)
Dari cerita diatas ada sedikit pesan kecil yang, yaitu dimana pun kita berada kesopanan yang paling penting ada. saya mendapat pesan ini dimana ketika Abi dan Zahid pergi kepantai namun tidak mendapatkkan perlakuan yang baik dari penjaga pantai itu. sehingga mereka mendapatkan balasan dari sikap kasar mereka.
Siti Hardianti Harahap
23016045
SIMAK-NS-001
Edukasi yang menarik, apalagi untuk anak-anak. Cerita ini sangat merangsang nalar dan kepekaan emosi dan moral, serta amanat yang terkandung di dalamnya. Saya pernah membaca dalam sebuah buku yang mengatakan pengajaran yang baik ditanam sewaktu kecil, tumbuhlah darinya kepribadian yang baik pula. Etika berbicara juga adalah salah satu pengajaran yang harus ditanamkan sejak dini. Sangat menarik sekali, cerita ini dibungkus oleh sesuatu yang berbau mistis yang pastinya menarik untuk minat pembaca.
Setiap perjalanan hidup pastilah memberikan pelajaran. Dari cerpen tersebut kita dapat belajar bahwa setiap pertemuan pastilh ada maknanya. Sebagai sesama manusia kita mesti saling menghargai, lemah lembut dan sopan santun. Setiap orang memiliki karakter dan kemampuan yang berbeda maka selalulah menciptakan hubungan yang baik antar sesama.
Pandangan saya mengenai cerita ini adalah kemunafikan seseorang yang bersifat islami namun melakukan hal yang tidak sesuai dengan sifat islami yaitu tidak mampu menahan kemarahan dan melakukan balas dendam yang jelas-jelas hal itu tidak diperbolehkan dalam islam.
Nama: Latifa Mulya Marza
Nim : 23129330
BI-NS-0214
pesan yang dapat saya ambil dari cerita diatas adalah kita tidak boleh berkata kasar kepada orang lain dan memperlakukan orang lain dengan sikap yang tidak baik seperti kata pepatah” mulut mu harimau mu” maka dari itu berhati hati lah dalam berkata dan bertingkah laku kepada orang lain. Selain itu dalam cerita tersebut juga mengajarkan kita untuk sabar dan menahan amarah.
Nama:Ade Silfia Utami
Nim:23016054
Nu:12
SIMAK-NS-0012
Kesimpulan yang saya dapatkan dari cerita di atas adalah berhati-hatilah ketika kita ingin mengatakan atau melakukan sesuatu kepada orang lain.
Karena kita tidak tahu bagaimana orang tersebut menerima perkataan atau perlakuan kita.
Mereka mungkin diam-diam menyimpan dendam dan membalas dendam.
Kita tidak ingin hal itu terjadi, dan penting bagi kita untuk saling menjaga hati satu sama lain agar tidak ada yang tersakiti oleh kata-kata menyakitkan yang terkadang terkesan sepele.
Cerpen ini memberikan sentuhan spiritual dan misteri dengan memperkenalkan karakter Abi yang memiliki aura kesaktian. Karakter Abi terasa misterius dan memiliki keunikan tersendiri. Kesaktiannya, ditunjukkan dengan pengembalian joran pancing yang hilang, memberikan dimensi spiritual pada cerita. Ini menambah elemen keajaiban dan menarik perhatian pembaca. Kebakaran bagan “Raja Laut” memberikan puncak dramatis pada cerita. Kejadian tersebut memberikan sentuhan misteri dan membuat pembaca penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pemilihan momen kebakaran sebagai klimaks menciptakan ketegangan yang baik. Cerpen mengandung pesan moral terkait sikap kasar dan tidak sopan. Karakter Abi memberikan contoh sikap yang tenang dan bijak di tengah situasi sulit. Pesan moral ini dapat memberikan inspirasi kepada pembaca.
Mona Melinda, PPG G2 Kls Rima
Pesan dari cerita tersebut adalah berhati-hatilah dalam perkataan, karena perkataan saja belum tentu dapat diterima oleh orang lain.
Devani, PPG G2 Kls Rima
Amanat yang dapat diambil dari cerita tersebut ialah terkait dengan perilaku, khususnya dalam berbicara, pikirkan terlebih dahulu apa yang ingin diucapkan, apakah nanti yang kita ucapkan itu menyinggung perasaan orang lain.
[Ayu Anni Safitri, PPG G2 Kls Rima]
Melalui cerita ini saya belajar untuk menjadi pribadi yang dapat menjaga sikap dan ucapan kepada orang lain.
Hati-hati lah dalam berucap, karna ada pepatah mulutmu harimaumu yang akan menerkammu
Atika Fitri Ayni (PBA-NS-0060)
Hati hati dalam berucap kepada siapapun,jangan menyakiti hati orang lain dengan ucapanmu.
Dari kisah yang dialami Zahid dan Abi, kita belajar bahwa perlunya menjaga sikap sopan dan penuh kasih dalam berinteraksi dengan sesama. Kesantunan dan kebaikan hati adalah kunci untuk menjaga kedamaian dan mencegah konflik yang tidak perlu. Kita juga belajar untuk bersyukur atas perlindungan Tuhan dalam setiap peristiwa, serta menghormati kebijaksanaan alam.
Nama: Zahwa Asysyifa
Nim: 23016130
GWA: GTBI-NS-2110
dari kisah Zahid dan Abi, kita dapat belajar bahwa Kekuatan berasal dari dalam diri, dan dengan demikian, kita harus mengembangkan diri sendiri untuk menghasilkan kekuatan yang luar biasa. Berjuang untuk keadilan adalah nilai yang penting dan harus dilakukan, serta kekuatan dapat digunakan untuk membantu orang lain dan meningkatkan kualitas hidup. Kesadaran diri penting untuk mengembangkan diri sendiri dan memahami kekuatan yang dimiliki. Berjuang untuk kebaikan adalah nilai yang penting dan harus dilakukan untuk mempertahankan keamanan dan keadilan.