Di kota kecil yang damai-damai aja, berdirilah sebuah pabrik rokok dengan nama mencolok: PT Barokah Tembakau. Di depannya, spanduk raksasa berkibar, warnanya hijau muda dengan huruf emas:
“Rokok Syariah Al-Muslihat®, Aman, Berkah, dan Bebas Zat Haram!”
Iklannya viral. Di TV lokal dan YouTube, muncul sosok pria berjubah bersih, nyeruput kopi, ngerokok santai, dan berkata penuh wibawa,
“Dulu saya merokok penuh waswas. Sekarang saya merokok penuh hikmah.”
Dan anehnya… meledak di pasaran.
Anak muda beli karena katanya bisa ningkatin fokus saat ngaji. Ibu-ibu beli buat suaminya, berharap jadi lebih sabar dan nggak ngeluh. Tukang parkir bilang rokok itu bikin rezekinya ngalir kayak doa yang dikabulkan. Ada juga yang percaya, kalau ngerokok sambil baca niat, bisa dapat semacam karomah kecil—bukan terbang atau jalan di atas air sih, tapi kayak dagangan cepet laku, hati jadi adem, atau mimpi ketemu guru spiritual.
Yang penting niatnya baik, katanya.
Semua ini berkat dua orang di balik layar: Pak Murad, otak dagangnya, dan Mas Rahim, wajah marketing-nya. Murad dulunya jual madu oplosan dan air galon berlabel Arab. Rahim dulunya influencer skincare yang rebranding jadi pegiat nilai-nilai luhur.
Mereka tahu, orang zaman sekarang butuh pegangan, tapi juga pengen tetap bebas. Maka jadilah ide: rokok yang bukan cuma boleh, tapi juga bertuah. Di bungkusnya ada kutipan-kutipan bijak. Tembakaunya disiram air doa. Bahkan ada edisi terbatas yang katanya digulung saat bulan purnama.
Rakyat pun percaya. Mereka beli, hisap, lalu berharap—kalau bukan keberkahan, ya setidaknya ketenangan. Banyak yang nyimpen puntungnya di dompet, kayak jimat. Ada juga yang bawa bungkusnya ke tempat kerja, katanya biar lancar urusan.
Sampai suatu hari, ada santri muda di asrama yang batuk darah. Ternyata, dia ngabisin dua bungkus Al-Muslihat® per hari karena percaya itu rokok berkah. Beritanya meledak. Netizen ngamuk. Tagar #AsapBohong trending.
Investigasi pun digelar. Ternyata, air doanya cuma air keran. Daun tembakaunya dari pasar biasa. Label berkah cuma stiker. Sertifikatnya palsu. Bahkan kutipan bijak di bungkus rokok nyomot dari akun quote motivasi.
Pabrik digeledah. Poster-poster dibakar. Stok rokok disita. Pak Murad kabur ke luar kota, tapi akhirnya ketangkap. Mas Rahim sempat hilang, lalu muncul lagi sebulan kemudian buka bisnis parfum dan bilang ini fase baru hidupnya.
Rokok syariah jadi bahan lelucon. Tapi puntung-puntungnya masih ada, di kolong meja warung, di dashboard mobil, dan di saku jaket orang-orang yang dulu berharap terlalu jauh.
Sore itu, di beranda rumah, seorang bapak menatap bungkus rokok Al-Muslihat® yang udah kusam di rak sepatu. Ia tersenyum pahit, lalu bilang ke anaknya,
“Dulu Bapak pikir bisa dapet berkah dari ngerokok. Sekarang Bapak tahu… kalau ada orang jual angin pakai nama agama, yang dapet karomah biasanya cuma penjualnya.”
Si anak malah menjawab,
“Pak, kayaknya ga lama lagi akan ada judol barokah, hihihihi”.
11 comments
Kata “agama” dapat ditafsirkan daru sudut pandang variatif. Dari bhs Latin, berarti “jalan”, dari bhs Jawa, bisa ditafsirksn menjadi “ugeman” atau sesuatu yg dipuja, bisa juga “agemsn” atau “pakaian”. Nah dari sudut pandsng bisnis, bisa ditafsirkan sbg topeng. Skibatnya, banyak yg terkecoh. Semoga kita tetap pelihara akal sehat
Great
Cerita fiksi ini sangat unik dan menarik serta cerita ini mungkin saja memang terjadi disekitar kita yang mana cerita tersebut mungkin saja ada fenomena mirip seperti ini yang memang terjadi di dunia nyata. Pristiwa-peristiwa yang mungkin saja bentuknya halus dan dibungkus dengan janji-janji palsu yang memikat. Dalam cerita ini memuat PT Barokah Tembakau yang meluncurkan sebuah produk dengan slogan “Rokok Syariah Al-Muslihat®, Aman, Berkah, dan Bebas Zat Haram!” ditambah dengan iklan yang berisikan tentang setelah merokok dengan rokok ini jadi ngerokok penuh hikmah. Dan anehnya lagi rokok ini laku keras di pasaran, bahkan sampai ada yang menjadikan rokok ini sebagai jimat keberuntungan. Slogan ini merupakan strategi pemasaran yang membajak istilah-istilah agama yang digunakan untuk jualan. Kata “agama” dapat ditafsirkan dari sudut pandang variatif. Dari sudut pandang bisnis, bisa ditafsirkan sebagai topeng, akibatnya, banyak yg terkecoh. Bahkan sampai ada korban dari kalangan santri yang batuk berdarah yang setelah ditelusuri ternyata anak itu telah merokok dengan rokok syariah al-muslihat ini. Setelah ditemukannay korban, pabrik rook ini pun digeledah dan akhirnya ditutup serta pemilik usaha ini ditangkap setelah sempat kabur sebelumya. Dan ternyata pemilik usaha ini yakni pak Murad dulunya adalah penjual madu oplosan dan air galon berlabel Arab, yang mana orang ini adalah pemain dalam dunia bisnis. Cerita ini sangat relevan dengan dunia nyata yang saat ini sedang viral tentang rokok syariah, cerita ini seperti memberikan pembenaran terhadap aktovitas merokok. Dengan mengaitkan dengan nilai-nilai agama seperti memberikan ketenangan maka akan banyak orang yang terikat dengan rokok ini bahkan sampai kecanduan. jelas ini adalah sindiran keras bagi kita untuk tidak terlalu mudah percaya dengan suatu hal yang di iming-imingi dengan nilai-nilai agama dan janji-jani instan.
Jangan mudah percaya dengan promosi yag beredar di promosi tersebut mengatakan bahwa berkualitas 100% premium ternyata hanya strategi penjual saja dan parahnya lagi berjualan dengan membawa agama sangat di sayangkan sekali seharusnya agama itu menjadi pedoman hidup umat manusia tetapi malah di pergunakan dalam strategi berjualan miris sekali.
Cerita ini tidak hanya menghibur tetapi juga merupakan sindiran terhadap orang-orang yang mengambil keuntungan dengan menjual agama dan betapa mudahnya masyarakat terpikat pada janji-janji yang berkaitan dengan produk kinsumsi sehari-hari dengan harapan bisa mendatangkan keburuntungan.
Cerita ini lucu tapi menusuk, menunjukkan bagaimana bisnis bisa mengeksploitasi nilai-nilai agama untuk keuntungan pribadi, seperti rokok yang diklaim “syariah” tapi ternyata palsu. Ini mengingatkan pentingnya literasi konsumen dan skeptisisme terhadap iklan yang terlalu muluk-muluk,terutama yang mengaitkan produk dengan spiritualitas. Skandal seperti ini sering terjadi di dunia nyata, di mana klaim “berkah” atau “aman” bisa menipu orang yang mencari pegangan hidup. Untungnya, cerita berakhir dengan refleksi positif: jangan mudah percaya “angin” yang dijual dengan nama agama, karena yang untung biasanya penjualnya. Kalau mau rokok, lebih baik pilih yang benar-benar sehat atau hindari sama sekali.
cerita ini menyentuh nilai kejujuran dan integritas dalam menjalankan bisnis dan hidup. Kekecewaan yang dirasakan oleh bapak yang menyadari bahwa “berkah” tidak bisa dibeli dari sebuah produk palsu membuat pembaca paham bahwa kejujuran dan etika harus tetap dijaga, karena hanya dari kejujuranlah keberkahan dan keberhasilan yang sejati dapat diperoleh. Humor dan ironi dalam penutupan cerita memperkuat pesan bahwa segala tipu daya dan kepalsuan, jika terlalu sering dan terus-menerus, akan mengikis kepercayaan dan menimbulkan kerusakan moral yang lebih dalam di masyarakat.
Sebelumnya mohon izin pak untuk menanggapi cerita diatas,cerita ini sangat menyentuh nilai kejujuran,dan integritas dalam menjalankan bisnis dan hidup. Kekecewaan yang dirasakan oleh bapak yang menyadari bahwa “berkah” tidak bisa dibeli dari sebuah produk palsu membuat saya sebagai pembaca paham bahwa kejujuran dan etika harus tetap dijaga, karena hanya dari kejujuranlah keberkahan dan keberhasilan yang sejati dapat diperoleh. Humor dan ironi dalam penutupan cerita memperkuat pesan bahwa segala tipu daya dan kepalsuan, jika terlalu sering dan terus-menerus, akan mengikis kepercayaan dan menimbulkan kerusakan moral yang lebih dalam di masyarakat.
ini lah salah satu permasalahan duniawi sekarang, membawa “Agama” dalam hal yang justru berdampak buruk bagi mereka sendiri dan orang banyak. Banyak yang berlindung dibalik kata “Agama” untuk menghalalkan berbagai hal untuk melancarkan berbagai tipu muslihat diduniawi. Dalam berdagang salah satunya seperti dalam teks diatas, dan kita juga harus berhati-hati dalam menghadapi situasi duniawi sekarang.
Cerita ini sangat menarik karena menyindir realitas sosial dengan cara yang cerdas dan humoris. Cerita ini menggambarkan bagaimana agama dan kepercayaan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis, serta mengingatkan pembaca agar lebih kritis terhadap hal-hal yang diklaim “berkah” tanpa bukti. Pesan moralnya jelas: jangan mudah percaya pada kemasan religius yang menutupi tipu daya.
Nama agama di jadikan tameng dalam berdagang.
Cerita ini mengajar kan kita untuk tetap menggunakan akal sehat di tengah gempuran penipuan. Alur ceritanya sangat nyata, seperti menyindir realita sosial dengan cara yang unik.