Ada mayat di dalam tubuh-tubuh itu
Ia makan dengan sendok berlapis kuasa
yang bengkok ujungnya
menenggak gelas-gelas penuh busa
busa-busa pecah; menggerogoti tenggorokan
dengan aturan-aturan yang mengikat sukma
Ia bicara dalam bisik penuh bisa
menatap tajam melalui mata kaca
menyulap suara menjadi palu keliru
mengunyah janji, meludahkannya
hingga tumbuh pohon-pohon larangan
akarnya mengunci jiwa setiap insan
Ia merangkak di antara gerimis kering
menghujami kepala
tak sanggup membasuh muka
sebab tangan-tangan penuh nista
mencekik nyawa - hingga kandas jejaknya
Tapak demi tapak; retak, berdarah di bumi; darah sedarah
Membasuh waktu bagai secawan racun
Racun menjadi sumpah yang Ia tabur di ujung maut
membusungkan dada di kaki tipu daya
“Dengarlah! Tunduklah!
Sebab kami adalah tuan segala arah
Menanti murka bumi darah
1 comment
Belajar mengapresiasi puisi. Sadis dan tragis. Namun, mari kita siram semua itu dengan kasih sayang san kemanusiaan.