Di sebuah padepokan, sebutlah Padepokan Nangningnung, tinggallah seorang pertapa, seorang guru padepokan. Nama padepokan nangningnung itu merupakan akronim kosakata Jawa klasik: nang artinya wenang, ning artinya wening, dan nung artinya menung. Eyang Nung, guru itu sudah lanjut usia, sudah terbebas dari urusan dunia. Kata orang kebanyakan, tugasnya sebagai orang tua sudah selesai, tuntas, atau lunas.
Suatu saat, padepokan tersebut didatangi seorang pemuda. Amay, istri Eyang sedang menjenguk anak cucu di Jakarta. Pemuda itu, sebutlah namanya, Ali. Remaja Gen Z yang kebetulan pernah belajar di padepokan tersebut. Remaja berumur sekita 21 tahun itu tampaknya gelisah serta ingin menemukan keyakinan tentang sesuatu. Sesuatu yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya. Wajar, di tengah arus perubahan yang sangat cepat, keyakinan tentang sesuatu, apa lagi sesuatu yang dipikir sangat penting, itu sangat sukar dirumuskan. Terlalu banyak sumber di internet dan medsos yang mengharubiru sehingga batas antara benar dan salah, baik atau buruk menjadi kabur. Sesuatu itu adalah CINTA SEJATI dan JODOH.
Setelah berbasa-basi, Eyang Nung memahami bahwa kedatangan Ali bukan sekadar silaturahmi tetapi pasti sedang dilanda kegelisahan. Oleh sebab itu, segera guru tua ini memberikan ruang bagi Ali untuk mengungkapkan kegelisahannya.
“Maaf, Guru. Saya memang sedang gelisah. Ada dua hal yang akhir-akhir ini mengganggu pikiran saya. Maksud saya, … terlebih dahulu ingin memahami apa sebenarnya cinta sejati itu?”. Tanya Ali. Meski awalnya agak kacau serta terbata-bata namun akhirnya lancar. Dan gurunya paham.
“Ups. Pertanyaan yang berat namun wajar bagi pemuda seusia Cu. Ini maksudnya cinta jenis apa?” tanya Eyang.
Ya. Itulah kebiasaan Eyang Nung menyapa anak-anak muda. Cu. Singkatan dari cucu.
Ali terhenyak.
“He he. Eyang potong ya. Cinta itu ada empat jenis. Cinta kepada Tuhan atau agape, cinta kepada sesama makhluk atau filia, atau cinta ke lawan jenis. Cinta ke lawan jenis juga ada dua yaitu eros dan amor. Supaya tidak membingungkan, kita samakan saja dulu eros dan amor. Maksud Cu itu cinta ke lawan jenis, kan? Misalnya, Cu. Jadi, yang Cu cintai itu perempuan. Iya, kan?” Eyang Nung berusaha menghilangkan kebingungan Ali melalui penjelasan singkatnya.
Ali tersenyum dan mengangguk.
“Ya, ya. Paham. Namun, maaf. Eyang tidak akan menjawab pertanyaan sebelum Cu melakukan sesuatu”, jawab Eyang Nung dengan sorot mata menyejukkan namun beraroma menyuruh.
“Apa itu, Guru?”, tanya Ali.
“Begini. Di sebelah kiri padepokan ini ada kebun bunga, yang paling banyak adalah bunga matahari. Nah, berjalanlah Cu mengitari dan menyigi kebun itu. Tolong, ambilkan satu kuntum bunga matahari yang menurut Cu paling baik, paling cantik, atau paling menawan. Tapi ingat. Ada aturannya!” kata Eyang Nung diakhiri dengan menunjuk dan menggoyang-goyangkan jari telunjuk tangan kanan di depan wajahnya. Pertanda apa yang mau diutarakan itu adalah aturan main yang tidak boleh dilanggar.
“Maaf, Guru. Apa aturannya?” tanya Ali ingin tahu.
“Aturannya hanya dua. Pertama, Cu hanya boleh memetik satu kuntum bunga. Tidak boleh lebih. Petiklah yang menurut Cu paling menawan dan menarik. Kedua, Cu tidak boleh mundur. Maksudnya, ketika sudah melangkah menyigi kebun itu, terus ingat ada bunga amat elok yang tidak jadi dipetik di belakang Cu, ingatlah. Cu tidak boleh memetik bunga yang sudah Cu lewati. Paham?”, kata Eyang Nung, lembut tapi tegas.
“Mhh. Terima kasih. Paham, Guru. Saya mohon pamit ya Guru”, jawab Ali dengan takzim sambil berdiri, minta izin untuk melaksanakan instruksi sang Guru.
Ali pun memulai petualangannya diawali dengan doa. Dengan langkah perlahan tapi pasti, ia menyigi memutari kebun itu. Benar. Aneka bunga tumbuh di kebun itu. Namun, yang paling banyak dan menonjol adalah bunga matahari.
Pada menit kesekian, mata Ali tertancap pada sekuntum bunga matahari yang tampak menonjol. Segar, cerah, serta indah berkilau disinari matahari. Ia pun mendekati bunga itu dan menggenggam tangkainya. Ia hendak memetik bunga itu. Namun, tiba-tiba ia berpikir, “Jangan-jangan, di depan sana, di tempat yang belum saya sigi, ada bunga yang lebih cantik dan indah”. Ia pun membatalkan niat memetik bunga itu.
Kembali, Ali melanjutkan petualangannya. Hal-hal yang sama kembali berulang. Terpana akan keindahan sekuntum bunga matahari indah, namun kembali membatalkan niatnya untuk memetik bunga itu. Ia tetap berpikiran, mungkin di depan sana ada bunga yang lebih indah dan menarik. Tanpa disadari, ia sampai ke awal perjalanan tadi. Artinya, ia sudah usai mengitari dan menyigi kebun bunga. Namun, tangannya tetap kosong. Tak satu pun kuntum bunga matahari berhasil ia petik. Ia kaget. Namun, bagaimanapun, aturan tetap aturan.
Dengan lesu ia kembali memasuki ruang padepokan. Gurunya sudah menunggu dengan senyum dikulum. Ali sangat malu, menunduk dan menghadap sang Guru.
“Wah. Sudah selesai ya? Mana ya, kuntum bunga matahari terhebat yang berhasil Cu petik?”, tanya Eyang Nung. Sorot matanya penuh makna.
“Maaf, Guru. Saya gagal. Saya tidak berhasil memetik dan memberikan bunga matahari tercantik kepada Guru”, tanya Ali dengan nada menyesal.
Eyang Nung mengangguk-angguk. Malah tersenyum. Senyum yang membuat Ali bingung. Apa sebenarnya makna senyum gurunya itu?
“Ya. Saya paham. Itulah cinta sejati. Tidak ada cinta sejati”, kata Eyang Nung. Pelan tapi amat jelas.
Ali kaget. Jelas. Ia tidak bisa menerima kebenaran pernyataan gurunya. Namun ia tetap menekur, menunduk. Otak dalam kepalanya berkecamuk hebat. Jadi, apa arti lagu-lagu, video, postingan yang ia terima tentang cinta sejati? Apa arti sinetron-sinetron hebat yang mempertontonkan perjuangan seorang pemuda kaya-raya hingga sampai ke desa di kaki bukit terpencil untuk mendapatkan cinta sejati dari seorang gadis desa yang sederhana dan lugu? Apa arti sinetron tentang seorang gadis cantik jelita dari keluarga kaya raya yang berjuang mati-matian untuk memperoleh cinta sejati dari seorang pemuda tampan tetapi culun, miskin, bahkan mungkin pengangguran?
Perlahan ia mengangkat kepalanya. Memandangi gurunya yang masih tersenyum penuh makna. Ia ingin protes. Namun, gurunya mengangkat tangan kanannya. Tanda melarang.
“Tunggu! Jangan protes dulu. Pendam dulu. Sekarang, beralih ke pertanyaan berikutnya yang Cu bawa tadi. Kan ada dua pertanyaan. Eyang ingat. Pertanyaan Cu itu tentang jodoh. Apa itu jodoh. Eyang tahu. Pasti aneh. Jika tidak ada cinta sejati, bagaimana mungkin seseorang mendapatkan jodoh dalam hidupnya?”, kata Eyang Nung seolah-olah memahami jalan pikiran Ali.
Ali hanya mengangguk.
“Baik. Sama dengan tadi. Cu lihat? Di sebelah kanan padepokan ini ada kebun tebu. Nah, tugas Cu sama dengan tadi. Tebas, potonglah tebu yang menurut Cu itu tebu terbaik, termanis, dan terlezat. Bawa dan serahkan kepada saya. Ingat. Aturannya sama dengan tadi.”, kata Eyang Nung sambil menyerahkan sebilah pisau. Tentu, untuk menebas batang tebu terpilih.
Meski tidak sesemangat tadi, Ali pun memulai petualangannya: mencari dan mendapatkan sebatang tebu terbaik di kebun di sebelah kanan padepokan. Ia pun menyigi memutari kebun tebu itu. Karena merupakan kebun satu jenis tanaman, yaitu tebu, begitu memasuki kebun segera terlihat pocok pohon tebu tertinggi dalam batas pandangannya. Segera ia menghampiri batang tebu tersebut, mengambil pisau yang sudah disiapkan, dan menebasnya. Setelah selesai. Ia pun meletakkan batang tebu itu di bahu dan memikulnya. Namun, ia tetap mengitari dan menyigi kebun tebu itu.
Alangkah menyesalnya, ternyata di bagian tengah kebun terlihat batang tebu yang lebih tinggi, lebih rimbun, segar, dan besar. Tapi, ia ingat aturan. Hanya diperbolehkan mengambil satu batang. Ia pun tetap menyelesaikan perjalanannya. Beberapa kali, peristiwa yang sama berulang. Ia melihat batang tebu yang lebih baik, bahkan jauh lebih mantap dibandingkan dengan batang tebu yang sudah ia tebang dan bawa.
Dengan lesu ia kembali memasuki ruang padepokan. Gurunya sudah menunggu dengan senyum dikulum namun misterius. Diletakkannya batang tebu di depan gurunya. Batang tebu yang terlanjur ia tebang karena ternyata masih banyak ia jumpai batang-batang tebu lain yang lebih baik di kebun itu.
“Wah. Terima kasih. Akhirnya, Cu dapat tebu terbaik. Akhirnya, Cu mendapatkan jodoh.” kata Eyang Nung. Masih dengan senyumah misteriusnya.
“Sekarang, tolong jawab. Benarkah ini batang tebu terbaik di kebun tadi? Jawab jujur, ya!”, kata Eyang Nung tegas.
“Iya Guru. Bukan. Ternyata bukan tebu terbaik. Maaf. Saya sudah mengambil tebu yang mungkin salah!” kata Ali.
“Ups. Ups. Tidak. Cu sama sekali tidak salah. Cu sudah berjuang. Dalam perjuangan, Cu pernah berkeyakinan bahwa batang tebu ini adalah yang terbaik. Cu tidak salah. Sebab, itulah yang dimaksudkan dengan jodoh.” Kata Eyang Nung cukup keras.
Ali bingung.
“Begini, ya. Berjuanglah untuk mencari jodoh. Temukanlah yang terbaik. Ketika Cu sudah menemukan dan menetapkan, ingat! Janganlah pernah berpaling. Janganlah pernah menyesal. Syukurilah atas pilihan Cu. Rawatlah, peliharalah dengan sebaik mungkin. Itulah jodoh terbaik bagi Cu!” kata Eyang Nung. Pelan, tetapi amat jelas dan meyakinkan.
Suasana pedepokan amat hening. Namun, kesunyian itu semakin menyejukkan. Hawa segar kaki pegunungan dan suara-suara satwa perdu mengantarkan Ali pada pengalaman yang sangat penting dan bermakna bagi kelanjutan hidupnya. Eureka! Ali merangkai kembali pengalaman ketika mencari cinta sejati di kebun bunga matahari hingga mendapatkan jodoh di kebun tebu.
13 comments
cerita sederhana tapi tepat guna, terutama buat yang masih muda-muda (dan tidak berbahaya)
Seseorang akan selalu merasakan tidak puas dengan apa yang dimilikinya, padahal itu adalah pilihannya sendiri. Meskipun awalnya kita merasa orang yang bersama kita saat ini adalah jodoh kita, bukan berarti ujian memilih itu sampai di situ saja, melainkan tidak. Ketika kita sudah menemukan jodoh kita dan menganggap dia adalah yang terbaik untuk kita, kita pasti akan tetap merasakan bahwa orang lain jauh lebih baik dari diri dia. Karena itulah manusia, tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya
Jodoh itu sendiri adalah salah satu takdir yang sudah ditetapkan ALLAH bagi ciptaannya, namun jodoh itu harus dicari dan dijemput. Kita sendiri harus berusaha dan berikhtiar, seperti janji ALLAH jodoh tidak akan tertukar. Selagi menunggu jodoh kita jangan lupa intropeksi , sehingga kita dapat menjadi versi terbaik dari diri kita. Semoga kita dipertemukan oleh jodoh yang terbaik. Aamiin.
Nama: Aziz Malik
Nim: 22016090
Microteaching 0063
Cerita ini memiliki pesan yang terkandung didalamnya bahwa jika kita terlalu banyak memilih sibuk mencari yang terbaik maka yang hal kita cari itu tak akan pernah dimiliki dan jangan pernah menyesal dengan apa yang telah dipilih karena bisa jadi yang telah dipilih itu adalah pilihan yang terbaik untuk kita
NAMA: MARRISA OKTAVIA
NIM: 22016126
MIKRO-0062
Seseorang akan selalu merasakan tidak puas dengan apa yang dimilikinya, padahal itu adalah pilihannya sendiri. Meskipun awalnya kita merasa orang yang bersama kita saat ini adalah jodoh kita, bukan berarti ujian memilih itu sampai di situ saja, melainkan tidak. Ketika kita sudah menemukan jodoh kita dan menganggap dia adalah yang terbaik untuk kita, kita pasti akan tetap merasakan bahwa orang lain jauh lebih baik dari diri dia. Karena itulah manusia, tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya
Dalam cerita ini seseorang yang tidak pernah merasakan bersyukur apa yang dimilikinya.
Teks ini menggunakan metafora kebun bunga matahari dan kebun tebu untuk mengajarkan pelajaran hidup tentang cinta sejati dan jodoh, bahwa jodoh adalah pilihan yang kita buat, bukan pencarian tanpa akhir akan kesempurnaan.
Hikmah Mulia
Mikro 0063
Cerita ini penuh makna, mengingatkan kita bahwa selalu ada hal lebih di luar jangkauan kita. Sebagai manusia, kita harus bijak bersyukur atas apa yang kita miliki dan tidak menyesali pilihan yang telah kita buat.
Nama : Faizah Mutmainnah
NIM : 24042364
BI-NS 0970
NUA 20
dari cerita ini kita belajar bahwa cinta yang tak pernah puas adalah perjalanan tanpa akhir, selalu mencari.
Terima kasih. Semoga tidak ada yang menyimpulkan: untuk mencari cinta sejati, carilah di kebun bunga matahari. Kalau mencari jodoh, carilah di kebun tebu.
Nama : Shinta Oktora Ramadhani
NIM : 24136110
BI-NS-0970, NUA 47
Cerita ini sangat sederhana tapi penyampaian nya sangat tepat. banyak hal yang bisa kita pelajari dari cerita ini salah satunya bersyukur atas apa yang sudah kita miliki. apabila kita sudah memilih jangan lagi kita melihat yang lain
Cerita tentang memilih cinta sejati seperti memetik bunga matahari terindah di tengah hamparan bunga-bunga cantik lainnya. Tapi di sini amanatnya adalah cinta sejati itu tidak ada karena pasti kita akan jatuh cinta dengan yang lebih baik, lebih cantik daripada cinta yang kita pilih. Misalkan kita udah punya pasangan, istri atau suami, terus kita pikir pasangan kita itu adalah cinta sejati selama hidup kita. Tapi kita ga bisa pungkiri juga kita bisa aja jatuh cinta sama orang yang lebih-lebih dari pasangan kita, apalagi kelebihannya itu adalah favorit kita. Makanya di cerita bapak ini cinta sejati itu tidak ada. Tetapi ketika kita sudah memilih pasangan hidup kita di antara banyaknya manusia, berarti kita sudah menemukan jodoh hidup kita.
Dari kisah ini kita belajar bahwa manusia itu memang tidak pernah puas atas apa yg ia miliki dan dapat kan.tetapi kadang yang menurut kita tidak bagus tetap di depan sana ia ternyata yang paling bagus