Ibu Tuti, 38 tahun, bekerja sebagai guru di sebuah SMA di Padang Panjang. Karena promosi jabatan sebagai kepala SMA, suaminya pindah ke Padang. Di Padang, keluarga membangun rumah, sementara Bu Tuti masih mengajar di SMA Padang Panjang. Suaminya sedang mengusahakan agar Bu Tuti pindah mengajar di SMA di Padang.
Pagi itu, Bu Tuti mengajar ke Padang Panjang. Beliau menumpang bus Padang—Batusangkar. Malang tak dapat dielakkan, di pendakian Silaiang, menjelang Padang Panjang, bus yang ditumpangi Bu Tuti mengalami kecelakaan hebat karena bertabrakan dengan bus lain. Bu Tuti mengalami luka parah, pendarahan di otak atau gegar otak. Bu Tuti pun diopname di RSU M. Jamil Padang.
Di RS Jamil, sudah sebelas bulan Bu Tuti dirawat, tetapi kondisinya tidak semakin membaik. Luka-luka di sekujur badan Bu Tuti sudah pulih, tetapi Bu Tuti tetap koma. Hidupnya tergantung pada berbagai selang infus di kedua lenggannya dan selang oksigen yang dipasang di hidung. Kehidupan Pak Amin, suami Bu Tuti semakin repot. Beliau harus mengelola sekolah yang dipimpinnya serta mengurus tiga orang anaknya Anak tertua berusia 13 tahun, duduk di kelas I SMP, anak ke-2 berusia 10 tahun, duduk di kelas IV SD, dan anak bungsunya baru berusia 5 tahun.
Dewan Dokter Kehormatan RSU M Jamil pun mengadakan rapat, di antaranya membicarakan kasus Bu Tuti. Ada sekelompok dokter yang menganjurkan agar Bu Tuti dipindahkan ke sebuah rumah sakit terkenal di Jakarta. Pendapat itu ditentang kelompok dokter lain yang berkeyakinan bahwa Bu Tuti tidak dapat dipulihkan karena gangguan fungsi otak yang terlalu parah, tidak mungkin dapat dipulihkan.. Kelompok dokter yang menentang itu berkeyakinan bahwa gangguan tersebut secara medis tidak mungkin dapat dipulihkan. Pembicaraan tentang kasus Bu Tuti tidak menghasilkan jalan keluar.
Pada suatu hari, Dr. Edi, dokter yang menangani kasus Bu Tuti berunding dengan Pak Amin tentang hasil pembicaraan Dewan Dokter Kehormatan RS. Menurut dokter itu, tidak ada harapan bagi Bu Tuti untuk pulih, bahkan semakin hari semakin memburuk. Salah satunya jalan adalah eutanasia.
Pak Amin gundah. Beliau membicarakan hal itu dengan anak sulungnya karena kedua adiknya tidak dapat diajak berbicara serius jika berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi ibunya. Si sulung menyetujui tindakan eutanasia karena berpendapat bahwa semakin lama ibunya semakin menderita meskipun ibunya tidak dapat mengungkapkan penderitaannya karena dalam keadaan koma. Satu-satunya jalan untuk mengakhiri penderitaan ibunya adalah eutanasia.
Pagi itu, Suster Ana terkejut. Ketika memasuki ruang perawatan Bu Tuti, didapatinya selang oksigen di hidup Bu Tuti sudah dicabut. Bu Tuti sudah meninggal meski suhu badannya masih terasa hangat. Suster Ana tahu bahwa beberapa saat sebelumnya Dr. Edi memasuki ruangan itu, Suster Ana yakin bahwa Dr. Edi yang telah mencabut selang oksigen itu yang mengakibatkan meninggalnya Bu Tuti.
Keesokan harinya, berita tentang pembunuhan Bu Tuti di RSU M Jamil Padang merebak. Suster Ana yang mengungkapkan kasus itu sehingga tercium wartawan.
Sebuah stasiun televisi swasta, TV Ranah Mande, berhasil menghadirkan para tokoh untuk membicarakan kasus pembunuhan Bu Tuti. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam tayangan interaktif itu adalah Dr. Edi, Pak Amin, K.H. Mansyur, tokoh agama, Kapten (Pol) Rudi, dan Suster Ana. Sikap para tokoh tersebut adalah sebagai berikut ini.
Pak Amin | : | 44 tahun, suami Bu Tuti, Kepala Sekolah SMA Bina Bangsa. “Saya sangat mencintai istri saya. Saya tahu bahwa eutanasia itu dilarang, tetapi saya tidak tega melihat penderitaan istri saya yang hidupnya tergantung pada berbagai peralatan medis. Kondisinya semakin hari semakin memburuk, sementara saya harus mengurus ketiga orang anak serta sekolah yang baru saya pimpin selama dua tahun”. Pak Amin juga berkeyakinan bahwa keputusannya itu benar karena beliau telah merundingkannya dengan si sulung. |
Dr. Edi | : | 50 tahun, ahli syaraf dan jaringan otak. “Mungkin masyarakat menganggap saya ini kejam, tidak berperi kemanusiaan, tidak etis. Tetapi, saya sudah menangani secara intensif kasus Bu Tuti. Secara medis, tidak ada satu cara pun untuk memulihkan kerusakan di jaringan otak Bu Tuti. Semakin lama jaringan itu semakin rusak. Sebenarnya, Bu Tuti sangat merasa kesakitan. Untunglah beliau koma. Selain itu, tindakan saya telah disetujui oleh Pak Amin”. |
K.H. Mansyur | : | 50 tahun, ulama terkenal. “Masya Allah, manusia itu ciptaan Allah. Hanya Allah yang memutuskan kapan seseorang berpulang ke haribaan-Nya. Tidak ada satu ayat pun dalam Al Quran yang menyebutkan bahwa manusia boleh mengakhiri kehidupan manusia lain yang justru sedang tidak berdaya. Apa pun alasannya, tindakan Dr. Edi itu adalah tindakan biadab dan harus dihukum”. “Saya juga heran atas pemikiran Pak Amin. Suami macam apa?” |
Kapten (Pol) Rudi | : | 48 tahun, pakar kriminologi. “Sukar untuk mengklasifikasikan apakah tindakan Dr Edi dan Pak Amin itu sebagai tindakan kriminal atau bukan. Dapat dikatakan sebagai tindakan kriminal karena secara sengaja dan disadari mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Dapat dikatakan sebagai tindakan nonkriminal karena mempunyai dasar-dasar pertimbangan medis dari orang yang profesional dan pakar di bidangnya. Di Indonesia, hukum tentang eutanasia memang masih diperdebatkan. |
Suster Ana | : | 47 tahun, perawat senior. “Menurut saya, tindakan Dr. Edi itu tindakan kriminal. Selama 20 tahun saya bekerja sebagai perawat, belum pernah saya temukan kasus eutanasia ini. Menurut saya, tugas tenaga medis ya memberikan pengobatan semaksimal mungkin. Bukan malah membunuh pasien”. |
Tugas: Tampilkan main peran acara di TV Ranah Mande tersebut. Rancang dengan baik secara berkelompok bagaimana dialog antartokoh dalam acara tersebut. Selain itu, perhatikan dengan baik penggunaan lafal, jeda, intonasi, diksi, kalimat, dan kesantunan berbahasa. Jadilah kelompok terbaik!
Catatan: Carilah makna dan pengertian eutanasia terlebih dahulu, baik untuk memahami teks maupun menampilkan main peran.
22 comments
sebagai seorang kepala sekolah ternyata P Amin tidak menunjukan seorang yang cerdas. Hanya karena alasan pekerjaan dan mengurus anak, mesara keberaan untuk mengurus istri yang koma belum cukup satu tahun. P Amin bisa cari solusi cerdas menyewa pengasuh atau penjaga istri di rumah sakit. Bukan malah melakukan eutanasia.
Eutanasia adalah tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan penderitaan seseorang dengan mengakhiri hidupnya, dikenal dengan istilah “suntik mati” . Meskipun tujuannya menghilangkan penderitaan seseorang, namun tindakan ini norma agama, kode etik, dan hukum negara. Di Indonesia Eutanasia di ilegalkan, larangan ini terdapat dalam KUHP Pasal 344. Dari segi medis, Dokter dilarang terlibat dan melibatkan diri dalam praktik eutanasia ini.
Nama : Muhammad Abrar
NIM : 23016090
GWA: GTBI_NS_0001
Eutanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja dengan tujuan menghilangkan penderitaan akibat penyakit yang diidapnya. Istilah “eutanasia” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “eu” yang berarti baik, dan “thanatos” yang berarti kematian, sehingga secara harfiah dapat diartikan sebagai “kematian yang baik”
Teks ini menceritakan tentang dilema etis yang kompleks. Meskipun Pak Amin merasa bertanggung jawab atas penderitaan istri dan merundingkan eutanasia dengan anak sulungnya, tindakan tersebut tetap kontroversial. Dr. Edi, meskipun merasa bertindak sesuai kepentingan pasien, telah menyalahi kode etik medis dengan mencabut selang oksigen. Pendapat K.H. Mansyur menyoroti aspek agama dalam masalah ini, sementara Kapten (Pol) Rudi menyoroti legalitas tindakan tersebut. Suster Ana menegaskan bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip pemberian perawatan maksimal
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti baik, dan thanatos berarti mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh karena itu Euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing, a good death, atau enjoy death. Euthanasia dapat dilakukan pada kasus tertentu, misalnya pada penderita penyakit mematikan yang tidak dapat disembuhkan atau pada pasien yang merasa kesakitan dan kondisi medisnya tidak bisa lagi diobati. Permintaan untuk euthanasia bisa dilakukan oleh pasien sendiri atau keluarga pasien. Cerita tentang bu Tuti ini sangatlah menarik serta menambah pengetahuan saya terhadap kasus medis yang baru saja saya cari tahu. Setelah saya baca bahwa memang Euthanasia ini memiliki pendapatan pro dan kontra.
Eutanasia berasal dari bahasa Yunani “eu” yang berarti baik atau mudah, dan “thanatos” yang berarti kematian. Secara harfiah, eutanasia merujuk pada “kematian yang baik” atau “kematian yang tenang.” Dalam konteks medis dan etika, eutanasia merujuk pada tindakan sengaja mengakhiri hidup seseorang yang menderita penyakit yang tidak dapat diobati atau kondisi medis yang tidak dapat diperbaiki dengan cara yang tidak menyakitkan, biasanya dengan bantuan tenaga medis atau pihak lain. Ini sering menjadi topik yang kontroversial karena melibatkan pertimbangan etis, moral, dan hukum yang kompleks.
nama :Tiara jayani
No urut: 08
GWA: GTBI_NS_0001
Menurut saya Cerita yang diceritakan oleh Bu tuti sangat menarik, mengandung perbedaan pendapat dan dari latar belakang yang juga berbeda mengenai Eutanasia. Selain itu Eutanasia menjadi topik kontroversial karena melibatkan pertimbangan etika, moral, hukum, dan agama yang kompleks. Dan menambah wawasan juga karena sebelumnya saya kurang tau atau memang nggak pernah dengar mengenai Eutanasia ini. Yang dimana Eutanasia adalah tindakan sengaja mengakhiri hidup seseorang untuk mengakhiri penderitaan yang tak tertahankan, terutama dalam konteks kondisi penyakit atau cedera yang parah dan tak dapat disembuhkan. Ini melibatkan tindakan aktif yang dilakukan oleh tenaga medis atau individu lain dengan tujuan mengakhiri penderitaan pasien.
Nama : Muhammad Abrar
NIM : 23016090
GWA: GTBI_NS_0001
Eutanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja dengan tujuan menghilangkan penderitaan akibat penyakit yang diidapnya. Istilah “eutanasia” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “eu” yang berarti baik, dan “thanatos” yang berarti kematian, sehingga secara harfiah dapat diartikan sebagai “kematian yang baik”
Cerita yang menarik, saya jadi memiliki keinginan untuk memainkan drama ini
Nama : Muthia Selvi Elsa
Nim : 23016160
GWA : GTBI_NS_0001
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani. ‘Eu’ berarti baik dan ‘Thanatos’ berarti kematian yang mudah. Di Indonesia sendiri, euthanasia adalah istilah yang dikenal dengan ‘suntik mati’.
Meski tujuannya menghilangkan penderitaan seseorang, tindakan ini bertentangan dengan norma agama, hukum negara dan kode etik. Euthanasia dilakukan pada pengidap gangguan kesehatan yang tak bisa lagi diobati.
Teks ini membawa pembaca ke dalam situasi yang penuh dilema moral dan medis. Kisahnya menggambarkan perjuangan seorang suami, Pak Amin, yang harus menghadapi situasi sulit karena istri tercintanya, Bu Tuti, mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kondisi kesehatannya semakin memburuk. Pada akhirnya, keputusan untuk mengakhiri penderitaan Bu Tuti dengan eutanasia diambil.
Kompleksitas moralitas tindakan tersebut tercermin melalui sudut pandang beragam tokoh yang terlibat. Pak Amin, sebagai suami yang mencintai istri dan harus memikirkan masa depan keluarga, merasa terjebak antara melihat penderitaan istri tercintanya dan menjaga prinsip moral.
Dr. Edi, dengan latar belakang medisnya, memberikan sudut pandang yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman profesionalnya. Namun, tindakannya memunculkan pertanyaan etis tentang hak hidup dan penderitaan manusia.
Pandangan dari K.H. Mansyur, sebagai tokoh agama, menekankan bahwa kehidupan adalah anugerah dari Tuhan dan hanya Dia yang berhak menentukan kapan seseorang berpulang. Perspektif ini menegaskan nilai kehidupan dan menolak tindakan yang dianggap sebagai campur tangan manusia dalam urusan Tuhan.
Pandangan dari Kapten (Pol) Rudi, seorang pakar kriminologi, menunjukkan kompleksitas hukum terkait eutanasia. Dia menyadari bahwa dalam kasus seperti ini, perbedaan antara tindakan kriminal dan nonkriminal bisa menjadi kabur, tergantung pada sudut pandang dan interpretasi hukum.
Suster Ana, dengan pengalaman panjangnya sebagai perawat, menekankan bahwa tugas tenaga medis adalah memberikan pengobatan semaksimal mungkin, bukan mengakhiri hidup pasien. Pandangannya mencerminkan kode etik medis yang menegaskan nilai keselamatan dan kesejahteraan pasien di atas segalanya.
Kisah ini mengajak kita untuk merenungkan dilema moral yang kompleks dalam situasi medis yang sulit. Ini juga menyoroti pentingnya dialog terbuka dan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai kemanusiaan, etika medis, dan hukum dalam menghadapi situasi-situasi seperti ini.
Nama: Septi Putri Alfi
NIM: 22016149
GWA: GTBI_NS_0060
Eutanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja, tujuannya untuk menghilangkan penderitaan akibat penyakit yang diidapnya. Menurut istilah “eutanasia” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “eu” yang berarti baik, dan “thanatos” yang berarti kematian, sehingga secara harfiah dapat diartikan sebagai “kematian yang baik”
Eutanasia adalah praktik mengakhiri hidup seseorang secara sengaja untuk menghilangkan penderitaan yang tidak tertahankan. Biasanya dilakukan oleh dokter atau atas persetujuan dokter dengan menggunakan obat-obatan tertentu.
Kesimpulan: Eutanasia adalah isu kontroversial yang memicu perdebatan etika dan hukum. Di Indonesia, eutanasia adalah ilegal.
MOCHAMMAD BAQI WAHYU SAPUTRA
23016202
PBA-NS-0060
Dari kisah bu tuti ini saya dapat memahami apa itu tindakan Eutanasia. Eutanasia, dalam konteks medis, berarti upaya untuk mempercepat kematian seseorang yang mengalami penyakit atau penderitaan
yang tidak dapat disembuhkan. Dalam praktek medis, eutanasia dapat dilakukan dengan cara memberikan obat atau suntikan yang dapat menghentikan tanda-tanda kehidupan.
Dalam hal ini, walaupun dengan alasan apapun itu, saya tidak setuju dengan tindakan eutanasia. Karena dengan seberat apapun cobaanya, setiap makhluk hidup masih bisa diusahakan untuk tetap hidup. Dalam ajaran islam sendiri juga tidak ada yang membenarkan tindakan sengaja untuk mengakhiri hidup seseorang. Dalam pandangan Islam, euthanasia dilarang karena Allah SWT memiliki hak mematikan, dan penyakit atau musibah yang diturunkan Allah mempunyai hikmah tersendiri untuk si sakit. Islam menghendaki setiap muslim untuk dapat selalu optimis sekalipun ditimpa suatu penyakit yang sangat berat, dan tidak boleh diabaikan apalagi untuk menghilangkan secara sengaja.
Pentingnya mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan,etika dan hukumdalam menghadapi situasi yang kompleks seperti eutanasia
Pesan yang dapat diambil dari cerita diatas adalah Pentingnya dalak mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan,etika dan hukum.
Amanat dari cerita di atas adalah pentingnya mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan hukum dalam menghadapi situasi yang kompleks seperti eutanasia. Keputusan untuk mengakhiri hidup seseorang, meskipun didasari niat baik untuk mengurangi penderitaan, harus dipertimbangkan secara hati-hati dengan mempertimbangkan aspek moral, legal, dan pandangan berbagai pihak, termasuk ahli medis, keluarga, dan tokoh agama. Selain itu, cerita ini juga menggarisbawahi betapa sulitnya dilema moral yang dihadapi oleh individu ketika harus memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan orang yang dicintai.
Eutanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seseorang secara sengaja dengan tujuan menghilangkan penderitaan akibat penyakit yang diidapnya.
Nama: Suci Indah Lestari
Nim: 23016048
GWA: GTBI-NS-2110
pentingnya menghormati kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap situasi. Meskipun situasi Bu Tuti sangat sulit, tindakan eutanasia tetap tidak dapat dibenarkan karena melanggar nilai-nilai etika medis dan kemanusiaan yang mendasar. Keputusan untuk mengakhiri hidup seseorang seharusnya tidak diambil dengan sembrono, dan setiap upaya harus dilakukan untuk mempertahankan kehidupan seseorang sepanjang mungkin. Selain itu, kasus ini menunjukkan kompleksitas hukum dan etika di balik masalah medis yang sulit, dan menyoroti perlunya kerangka hukum yang jelas untuk mengatasi masalah semacam itu.
Nama: Zahwa Asysyifa
Nim: 23016130
GWA: GTBI-NS-2110
eutanasia memiliki berbagai bentuk dan tujuan, serta memiliki implikasi yang berbeda-beda dalam berbagai ajaran agama dan hukum.
Euthanasia adalah topik yang kompleks dengan pro dan kontra yang perlu dipertimbangkan dengan cermat. Keputusan untuk melakukan euthanasia harus diambil dengan hati-hati dan dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan.
Nama : Amanda Berlian
NIM : 22016008
NO. Absen : 2
GWA: PBA-NS-0060
Teks ini membahas kasus tragis Bu Tuti, seorang guru yang mengalami kecelakaan dan berakhir dalam keadaan koma parah. Setelah lama dirawat di rumah sakit tanpa ada tanda-tanda pemulihan, beberapa dokter menyarankan eutanasia sebagai opsi terakhir untuk mengakhiri penderitaannya yang tidak berujung. Pak Amin, suaminya, setelah merundingkan dengan anak sulungnya, setuju dengan eutanasia ini karena tidak tega melihat istrinya menderita dalam kondisi seperti itu.
Dr. Edi, yang menangani kasus Bu Tuti, memutuskan untuk mencabut selang oksigen Bu Tuti tanpa persetujuan formal dari lembaga medis atau keluarga. Hal ini mengakibatkan kematian Bu Tuti, yang kemudian dianggap sebagai pembunuhan oleh Suster Ana, perawat yang menemukan kejadian itu.
K.H. Mansyur, seorang ulama terkenal, mengecam tindakan eutanasia sebagai perbuatan biadab yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Kapten (Pol) Rudi, seorang pakar kriminologi, melihat hal ini sebagai kasus yang sulit untuk diklasifikasikan sebagai kriminal atau tidak, karena melibatkan pertimbangan medis yang rumit. Suster Ana sendiri menganggap tindakan Dr. Edi sebagai tindakan kriminal karena bertentangan dengan kode etik medis yang menekankan upaya maksimal dalam perawatan pasien.
Diskusi di media massa antara tokoh-tokoh ini memperlihatkan perspektif yang berbeda-beda mengenai moralitas dan legalitas eutanasia, serta kompleksitas dalam menentukan keputusan terkait dengan akhir kehidupan seseorang.