Generasi Z, atau dikenal dengan Gen Z, adalah istilah yang merujuk pada kelompok remaja yang lahir antara tahun 1996 (ada juga yang menyatakan tahun 1997) hingga 2012. Generasi setelah itu disebut Generasi Post-Gen Z atau Generasi Alpha. Esai berikut ini difokuskan pada perbincangan mengenai Gen Z, karena mereka cenderung diberi label yang kurang nyaman. Ada yang menyebut mereka sebagai Generasi Menunduk, bahkan ada yang lebih ekstrem dengan menyebut mereka sebagai Generasi Autis. Tentu saja, label tersebut diberikan oleh generasi tua, bukan berasal dari kalangan mereka sendiri. Alasan generasi tua memberikan label tersebut juga cenderung realistis. Cermatilah, ketika ada anggota Gen Z, baik saat menikmati kesendirian maupun saat berkumpul dengan sesama mereka, dapat dipastikan mereka terlihat sedang asyik menunduk, memelototi gawai di tangan.
Lantas, siapa atau apa yang harus disalahkan? Apakah Gen Z atau teknologi, terutama gawai?
Peluang pertama adalah menyalahkan Gen Z. Namun, tunggu dulu. Bukankah mereka juga tidak menginginkan dilahirkan pada periode 1996 hingga 2012? Manusia dilahirkan tanpa adanya kehendak bebas atau free will terkait tempat, waktu, dan suku atau ras (etnis). Mereka dilahirkan pada waktu dan di tempat tertentu serta dari etnis tertentu atas kehendak-Nya dan berkat kasih sayang kedua orang tuanya. Jadi, mereka tidak mungkin disalahkan. Lebih dari itu, sejarah membuktikan bahwa pertentangan (atau perbedaan pandangan) antara generasi muda dengan generasi tua merupakan fenomena yang lazim di dunia. David Mamet (nama lengkapnya David Alan Mamet), seorang penulis naskah film dan sutradara kenamaan kelahiran 1947 di Chicago (AS) serta penerima hadiah tertinggi di bidang jurnalisme cetak (Pulitzer Prize) pada tahun 1984 dan 1988, dengan nada satire menyatakan, “My dad was a labour lawyer, and the ideas that I grew up with… when I applied this to my own life, I saw that we are all on both sides of the coin.” Intinya, eksistensi generasi tua dan muda itu ibarat koin: satu sisi adalah generasi tua dan sisi lainnya adalah generasi muda, selalu berlawanan. Namun, generasi tua tampaknya memiliki otoritas untuk menyalahkan generasi muda.
Peluang pertama, yaitu menyalahkan Gen Z, gagal. Mari kita cermati kemungkinan untuk menyalahkan pihak kedua, yaitu teknologi, khususnya gawai. Sebelum sampai pada kesimpulan apakah tepat atau tidak langkah menyalahkan gawai, perhatikanlah deskripsi berikut tentang betapa jahatnya gawai itu.
Pada 8 Desember 2023, Doug Most memublikasikan artikel di jurnal Boston University (Massachusetts, AS) dengan judul “Why Schools Should Ban Cell Phones in the Classroom—and Why Parents Have to Help”. Inti artikel tersebut adalah anjuran untuk menonaktifkan ponsel (termasuk gawai, tentunya) ketika PBM (Proses Belajar Mengajar) berlangsung. Tentu saja, larangan tersebut diberlakukan dengan melibatkan pengertian dan kerja sama orang tua siswa/mahasiswa. Dalam artikel yang didasarkan atas hasil penelitian, Most mengungkapkan temuan yang mengerikan, yaitu: untuk memfokuskan kembali perhatian dan pikiran siswa setelah menggunakan gawai ketika PBM berlangsung, diperlukan waktu 20 menit. Ditegaskan, meskipun siswa hanya membalas chat (mungkin dari orang tua yang ingin mengetahui keadaan anaknya saat itu) dengan satu emotikon (misalnya emotikon menunjukkan ibu jari yang bermakna: baik-baik saja), itu pun memerlukan waktu 20 menit untuk kembali fokus. Jika dikritisi lebih lanjut, siswa, sebagai generasi muda yang kondisi otaknya lebih segar dibandingkan generasi tua, membutuhkan waktu 20 menit untuk refokus, apalagi guru atau dosen sebagai generasi tua yang mungkin juga mengaktifkan dan memanfaatkan gawai ketika mengajar.
Salah satu institusi ternama di AS, yaitu American Psychological Association atau lazim disingkat APA, memublikasikan temuan pada tahun 2017 tentang dampak buruk preferensi orang yang sering mengecek gawai secara periodik dan berlebihan. Menurut lembaga ini, berdasarkan penelitian terhadap 3.500 orang responden dewasa, disimpulkan bahwa 86% orang yang kecanduan mengecek gawai akan memiliki risiko stres lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang relatif jarang mengecek gawai.
Dalam jurnal National Library of Medicine (Juli 2017), diunggah artikel hasil penelitian ilmiah dengan judul “Maternal Cell Phone Use during Pregnancy and Child Behavioral Problems in Five Birth Cohorts”. Penelitian ini bersifat longitudinal (dilaksanakan lebih dari 5 tahun) dan kelompok peneliti yang beranggotakan 15 orang serta diketuai oleh Laura Birks. Dalam artikel tersebut disimpulkan bahwa penggunaan ponsel oleh ibu selama kehamilan dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan perilaku, terutama masalah hiperaktif/kurang perhatian, pada anak. Jadi, menggunakan ponsel, apalagi dalam porsi berlebihan di kalangan perempuan hamil, berpotensi membahayakan, baik terhadap si Ibu maupun janin dalam rahim serta kelak ketika sudah dilahirkan.
Mungkin, masyarakat awam kurang atau tidak memahami bahwa janin melakukan banyak aktivitas di dalam rahim. Penggunaan gawai, terutama jika letaknya dekat dengan perut si Ibu, akan mengakibatkan radiasi. Radiasi ini memengaruhi kesehatan dan aktivitas janin. Logika lainnya, penggunaan gawai secara berlebihan juga memengaruhi kesehatan ibu hamil yang tidak secara langsung terkait dengan permasalahan janin. Pengaruh negatif dapat mengarah ke kesehatan mata, saraf, dan pikiran.
Pada paparan awal, diungkapkan bahwa pemberian label negatif kepada Gen Z, selain sebagai Generasi Menunduk, juga sebagai Generasi Autis. Nah, autisme itu mungkin muncul dan berkembang dari kebiasaan sang Ibu menggunakan gawai secara berlebihan semasa hamil. Autisme atau yang sering diistilahkan secara teknis-medis sebagai Autism Spectrum Disorders (ASD) adalah salah satu gangguan perkembangan saraf yang dialami individu. Penderita ASD cenderung tidak mampu berinteraksi dengan individu lain atau orang dewasa di sekelilingnya, hiperaktif, sulit memahami pikiran dan perasaan individu lain, serta merasa tidak nyaman bahkan stres yang dipicu oleh kondisi tertentu, misalnya lampu yang terlalu terang atau suara yang keras.
Keterkaitan antara kebiasaan menggunakan gawai secara berlebihan oleh sang Ibu semasa hamil dengan autisme atau ASD yang diderita anak dapat ditelusuri dari pendapat Cans, Bodeau, & Cohen (2012). Menurut pakar ASD ini, autisme disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu: prenatal, perinatal, dan neonatal. Ketiga faktor tersebut berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dikaji secara terpisah. Faktor prenatal adalah ketika janin masih dalam kandungan, perinatal adalah saat proses kelahiran, dan neonatal adalah masa-masa awal setelah bayi dilahirkan. Penelitian mendalam tentang pengaruh penggunaan gawai selama kehamilan terhadap muncul dan berkembangnya ASD di kalangan bayi atau anak yang dilahirkan memang belum ada. Namun, praduga tentang hal itu layak dipertimbangkan secara logis.
Berdasarkan paparan tentang betapa jahatnya gawai, mungkin tepat jika kita menyalahkan gawai, menyalahkan teknologi. Namun, tunggu dulu. Jika gawai dan teknologi disalahkan, hal itu sangat bertentangan dengan pandangan Freeman Dyson. Freeman Dyson (nama lengkapnya Freeman John Dyson, 15 Desember 1923—28 Februari 2020) adalah seorang fisikawan dan matematikawan teoretis Inggris-Amerika yang dikenal dengan karya-karyanya dalam teori medan kuantum, astrofisika, matriks acak, perumusan matematis mekanika kuantum, fisika zat padat, fisika nuklir, dan teknik. Tokoh ternama ini menyatakan, “Technology is a gift of God. After the reward of life, it is possibly the greatest of God’s gifts. It is the mother of civilizations, of Art and of Sciences.” Ya, bagaimanapun, teknologi (termasuk kecanggihan gawai) adalah rahmat-Nya. Teknologi merupakan cikal bakal atau induk kemanusiaan, seni, dan sains. Jadi, tidak tepat jika kita menyalahkan atau bahkan mencaci-maki teknologi. Secara tidak langsung, itu sama saja dengan mencerca Tuhan.
Benang merah yang menghubungkan manusia, khususnya Gen Z, dengan teknologi, khususnya gawai, adalah pemanfaatan. Nah, yang patut disalahkan dan direnungkan ulang adalah pemanfaatannya, pemanfaatan teknologi. Hal ini sejalan dengan pernyataan bijak Harvey Mackay. Harvey Mackay adalah seorang pengusaha Amerika, penulis, dan kolumnis. Tokoh ini sukses menulis tujuh buku terlaris New York Times, termasuk tiga buku terlaris nomor satu. Salah satu ungkapan bijak Mackay adalah, “All the technology in the world will never replace a positive attitude.” Ya, apa pun teknologinya, tidak akan dapat menggantikan sikap positif.
Jadi, Gen Z tidak dapat disalahkan, dan gawai pun tidak. Lantas, apa yang perlu direnungkan ulang terkait dua dimensi tersebut? Tentu saja, masalahnya terletak pada regulasinya: regulasi pemanfaatan gawai. Mari, Gen Z dan seluruh generasi pengguna gawai, jadilah regulator yang komit namun fleksibel terkait pemanfaatan gawai.
Gen Z adalah generasi yang akrab dengan gawai. Sepantasnya, Gen Z juga menyikapi secara positif bagaimana gawai dimanfaatkan secara bijak. Tips tentang itu banyak ditemukan di internet. Penulis hanya mengungkapkan tiga poin. Pertama, biasakan menonaktifkan gawai ketika berada dalam kegiatan dan situasi formal, termasuk kegiatan religi, dalam pembelajaran atau perkuliahan, serta dalam pertemuan-pertemuan resmi. Kedua, biasakan menonaktifkan gawai ketika tidur, karena selain menghilangkan dampak negatif akibat radiasi gawai, juga menghindari gangguan-gangguan notifikasi yang datang dari berbagai pihak seperti grup WA, FB, IG, bahkan dari provider. Ketiga, di luar kegiatan formal dan waktu tidur, biasakan memiliki dan menikmati me time dengan cara menonaktifkan gawai. Jika Gen Z merasa enggan dan khawatir atas efek menonaktifkan gawai, silakan unggah status di medsos, misalnya “Hari ini kuliah penuh, Sedang Me Time”, atau ungkapan lainnya. Yakinlah, pihak yang akan menghubungi tentu akan memahami bahkan menghargai ketegasan tindakan menonaktifkan gawai tersebut. Yakinlah pula, pernyataan yang sering digaungkan, terutama oleh generasi tua, “Pengaruh Buruk Teknologi terhadap…”, adalah pernyataan yang tidak logis. Yang benar adalah, “Pengaruh Buruk Ketidaktepatan Penggunaan Teknologi terhadap…”.
Nah, jika Generasi Z atau Gen Z berlapang hati menerima label Generasi Menunduk, hendaknya label itu diresapi dari kearifan ilmu padi: semakin merunduk, semakin berisi. Generasi tua, yang diwakili oleh Ali Hasjmi, bersimpati dan berempati melalui puisi “Menyesal” (1963), “Kepada yang muda kuharapkan/atur barisan di hari pagi/menuju arah padang bakti.”
25 comments
Menikmati teks ini serasa menelusuri pemikiran yang mendalam dan berimbang tentang peran teknologi dalam kehidupan Gen Z. Penulis tidak hanya membahas masalah dari satu sudut pandang, tetapi juga mengajak pembaca untuk berpikir lebih luas tentang bagaimana kita sebagai generasi harus menyikapi teknologi dan perubahan zaman. Ini adalah refleksi yang tidak hanya relevan bagi Gen Z, tetapi juga bagi semua generasi yang sedang mencari cara untuk hidup harmonis di tengah kemajuan teknologi.
Gen z memang sulit untuk terlepas dari gawai tapi tak banyak gen z yang mau terlepas dari gawai dan tidak kecanduan gawai , karena saya telah menemukan beberapa orang yang memang tidak apa apa tanpa gawai tapi ada juga yang seperti tidak bisa hidup tanpa gawai
Teks di atas menceritakan tentang gawai,Pada zaman sekarang, Gen Z adalah generasi yang akrab dengan gawai,tapi penggunaan gawai berlebihan akan berpengaruh buruk karena dapat terkena radiasi gawai,oleh karena itu Gen Z harus mengatur waktu untuk penggunaan gawai
gawai bisa menjadi hal negatif dan juga hall positif, sama seperti halnya penulis katakan itu tergantung kita lagi akan membawa nya seperti apa, kalau kita mempergunakan nya dengan tidak bermanfaat maka akan merugi , tapi kita bisa mengendel pemakaian dan penggunaan nya maka akan dampak positif bagi kita.
Teks diatas benar-benar memberikan pengetahuan yang baru bagi saya. Hal yang disampaikan juga mudah untuk dimengerti, dimana kita tidak menyalahkan gen z dan juga teknologi yang ada saat ini. Saya yang juga termasuk gen z mengakui bahwa memang sulit untuk jauh dari gadget di era sekarang ini, yang dimana terkadang dalam pembelajaran pun menggunakan gadget. Namun, kita sebagai generasi z tentu harus bisa membatasi diri dan menyikapi dengan bijak terkait penggunaan gadget ini. Menggunakan gadget yang terlalu berlebihan dapat memberikan dampak negatif baik itu secara fisik maupun mental. Semoga generasi z dan para pengguna gadget lainnya dapat memanfaatkan dan menyikapi dengan bijak perihal menggunakan gadget ini.
Pada teks di atas menceritakan tentang gawai.Gen Z adalah orang yang selalu membutuhkan gawai,gen Z sulit untuk meninggalkan gawai tersebut karena pada zaman sekarang sudah canggih tanpa gawai kita akan di anggap ketinggalan zaman dan ketinggalan informasi.Namun dengan adanya gawai gen Z dan semua orang harus mengambil hal-hal yang positif terhadap gawai tersebut,semua orang harus pandai dalam mengatur penggunaan gawai dalam kehidupan sehari-hari.
Saya setuju dengan teks ini,, tapi sebelumnya seperti yang kita ketahui gawai bisa membawa kita ke arah yang lebih baik atau yang lebih buruk, itu tergantung kita bagaimana mengatur diri dalam bermain gawai
Pandangan saya sendiri ketika membaca teks di atas itu pengalaman baru yang unik.gen z memang tidak luput dari gawai,yang dalam keadaan apapun tetap menggunakan gawai,seperti contoh makan,mau tidur,bangun tidur pun begitu.Orang bilang sekarang tanpa gawai itu mereka kuno dan ketinggalan informasi dan lain sebagainya.Gimana cara penggunaan gawai itu sendiri tergantung dari pribadi masing-masing,banyak hal positif yang bisa di ambil dari gawai tersebut ketika kita bisa memanfaatkannya dan ada juga hal negatif yang terdapat didalamnya,makanya semua orang harus bisa memanfaatkannya dengan baik.itu saja menurut pendapat saya
Teks di atas menceritakan tentang gawai,Pada zaman sekarang, Gen Z adalah generasi yang akrab dengan gawai,tapi penggunaan gawai berlebihan akan berpengaruh buruk karena dapat terkena radiasi gawai,oleh karena itu Gen Z harus mengatur waktu untuk penggunaan gawai
Pembahasan pada teks diatas adalah menceritakan tentang gawai. Zaman sekarang hampir semua orang memiliki gawai, zaman sekarang tanpa gawai itu mereka kuno dan ketinggalan informasi dan lain sebagainya.Bagaimana cara penggunaan gawai itu sendiri tergantung dari pribadi masing-masing, banyak hal positif yang bisa di ambil dari gawai tersebut ketika kita bisa memanfaatkannya dan ada juga hal negatif yang terdapat didalamnya. Intinya kita harus pandai memanfaatkan gawai untuk hal positif dimasa sekarang
terlepas tentang pembahasan gen Z yang terlalu kecanduan gawai, gawai pada zaman sekarang mungkin diperlukan dan banyak hal hal positif atau negatif yang dapat ditemukan digawai, sebagai salah satu gen Z saya membenarkan bahwa gawai membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan, jasmani ataupun rohani pada setiap orang, namunn didalam gawai kita juga dapat menemukan sesuatu hal positif yang tidak kita dapat di realife, contohnya di google kita dapat menemukan hal hal menarik contoh tentang alam, sejarah atau apapun.
gawai itu membawa pengaruh buruk jika pengguna nga salah menggunakan gawai, atau kecanduan menggunakan gawai untuk bermain game, atau kesibukan yang mengarah ke arah negatif
semoga kita para generasi Gen Z dapat menggunakan gawai secara baik, dan tidak kecanduan
Saya setuju dengan Teks ini,tidak memihak sama sekali, karena sebagian teks atau unggahan lain itu hanya menyalahkan gen z saja,karna perkembangan jaman yang mengharuskan kita untuk aktif dalam media sosial atau dunia Maya membuat gen z yang masih minim pengetahuan nya untuk memanajemen waktu ataupun memilah mana yang benar dan mana yang buruk menjadi kecanduan atau jadi tidak memanfaatkan perkembangan teknologi seperti seharusnya,saya sebagai gen z yang mungkin juga kecanduan dengan gawai dan merupakan generasi menunduk,sayangnya hal ini bukanlah salah dari orang tua atau pihak sekolah,karna memang kebanyakan gen z sudah diingatkan tetapi tetap saja bandel dan terus main gawai atau ponsel,game dan hal hal tidak bermanfaat lainnya yang mengurangi kualitas diri ,itu sebabnya diperlukan kesadaran diri dan pengingat dari pihak lain.
Nama :Septiyan Fadilah Akbar
Nim:24136133
Bi—Ns-0970
Nua 49
Saya setuju dengan padanan etos yaitu etika,sebagai remaja generasi sekarang kami sangat paham betul bagaimana angkatan kami yang akhir akhir ini,yang cenderung lemah dan mudah hancur ketika di beri penekanan,berbeda dengan generasi sebelum nya.seiring berkembangnya zaman,mode digital lah yang berpengaruh dalam metode pathos dapat di gunakan dan di tekan kan pada gen Z
Pada zaman sekarang gen Z sangat lah kecanduan gawai dari usia kecil hingga dewasa tetapi ada juga gen z yang tidak kecanduan gawai karena dia telah menemukah hal yang baik pada diri dia sendiri sehingga dia bisa menentukan ke negativ dari gawai,gen z yang tidak kecanduaan gawai dia lebih suka menghabiskan waktu untuk belajar ataupun itu,sehingga mereka tidak ketergantungn buat mencari tugas di hp hp,dan gen z lebih suka membaca buku buat belajar.
Sebagai seorang yang telah profesional, pastinya, Bapak memang sangat luar biasa dalam menyampaikan pendapat maupun karya yang bersifat langsung maupun tidak langsung (tertulis) . Karena, setelah membaca tulisan-tulisan Bapak, saya benar-benar kagum dan sangat menikmati bacaan yang dibuat oleh Bapak.
Dalam esai ini, tidak hanya memfokuskan gen Z yang dipojokan karena sikap menunduk dan mabuk akan gawai, tapi malah diberi pandangan bahwasanya yang benar itu adalah bagaimana seharusnya bisa me-manage atau mengatur penggunaan gawai. Sehingga, pembaca tidak lagi bersikap pro ataupun kontra akan topik esai ini.
Saya setuju dengan teks ini.kenapa??karena pada dasarnya anak muda zaman sekarang atau lebih dikenal dengan istilah gen z mereka memang tidak bisa terlepas dari yang namanya gadget.hal ini di sebabkan oleh pesat nya teknologi pada saat sekarang ini yang mengharuskan mereka untuk harus selalu update agar tidak tertinggal dan buta teknologi.jadi menurut saya,penyebab dari gen z yang kecanduan gadget pada saat sekarang ini penyebab nya bukan hanya serta merta karena perilaku mereka saja namun pada dasarnya mereka sendiri juga di tuntut untuk selalu mengikuti perkembangan teknologi itu.misalnya saja pada saat sekarang ini banyak sekolah-sekolah yang sudah memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran bagi murid nya.
Nama:Muhanmad Rizki Ali
Nim:24136127
Nua:48
BI-NS-0970
Dari teks diatas saaya dpt menanggapi tentang ketergantungan gen Z terhdpat gadget,hampir semua anak anak memiliki gadget,pengguan berlbihan gadget dapat nenimbulkan dampak buruk bagi anak anak seperti malas belajar.
Nama:Muhanmad Rizki Ali
Nim:24136127
Nua:48
BI-NS-0970
Dari teks diatas saaya dpt menanggapi tentang ketergantungan gen Z terhdpat gadget,hampir semua anak anak memiliki gadget,pengguan berlbihan gadget dapat nenimbulkan dampak buruk bagi anak anak
Nama : Hikmah Mulia
Mikro 0063
“Generasi Menunduk” merujuk pada kebiasaan generasi muda yang sering terpaku pada layar gawai. Meskipun teknologi menawarkan banyak manfaat, seperti akses informasi cepat dan konektivitas, ada kekhawatiran bahwa ketergantungan berlebihan dapat mengurangi interaksi sosial, mengganggu kesehatan mental, dan menurunkan kemampuan berkonsentrasi. Keseimbangan dalam penggunaan teknologi sangat penting untuk menghindari dampak negatif ini.
Nama : Fefinta dwi erianti
NIM : 24042366
BI-NS-0970 NUA 22
“generasi merunduk sering kita temui saat ini, tetapi kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan gen z karena kita semua tau perkembangan teknologi saat ini sangat canggih,dan semua kegiatan memerlukan gawai,yang membuat banyak orang yang tidak bisa terlepas dari gawai”
Generasi Z memang adalah generasi menunduk tatapi dalam hal menunduk ini tidak semua ya buruk tatapi ad juga yg baik ya, pengunaan gawai memang tidak bisa menyalah kan siapapun ,penggunaan gawai saat ini tergantung kita jika kita ingin hal baik terus lah berbaik gawai kita tidak mulai lah untuk mengontrol diri utk menggunakan gawai.
Nama : Amilia Putri
NIM : 24016002
Pada teks “Generasi Menunduk dan Gawai” dapat disimpulkan bahwa kita harus lebih memahami lagi pemanfaatan gawai, kita tidak dapat menyalah sepenuhnya Gen Z , teknologi memang diciptakan dengan tujuan agar membuat generasi lebih maju, maka kita harus lebih bijak dalam menggunakannya. Kita harus memperhatikan dan membatasi penggunaan gawai di saat tertentu, contohnya pada saat belajar kita harus fokus kepada pelajaran terlebih dahulu dan tidak boleh menggunakan gawai.
gawai bisa menjadi hal negatif dan juga hall positif, sama seperti halnya penulis katakan itu tergantung kita lagi akan membawa nya seperti apa.
Dalam teks ini saya dapat menyimpulkan bahwa Gen Z juga tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena mereka juga tidak meminta untuk dilahirkan pada masa berkembangnya gawai atau teknologi. Jadi, yang harus dilakukan yaitu minimalisir penggunaan gawai yang baik, bijak, dan tidak berlebihan. Maka gunakanlah gawai dengan bijak dan mengetahui dimana dan kapan saja gawai itu harus digunakan dan dimatikan.
Fenomena yang diangkat dalam artikel ini sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari, terutama di era digital seperti sekarang. Ketergantungan pada gawai memang memberikan dampak positif, seperti akses informasi yang mudah, tetapi sisi negatifnya tidak bisa diabaikan. Kebiasaan generasi menunduk bisa mengurangi kualitas hubungan sosial dan kemampuan untuk berempati, yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, edukasi tentang penggunaan teknologi secara sehat dan bijak perlu ditingkatkan agar generasi muda dapat menyeimbangkan kehidupan digital dan interaksi langsung.