Jangan Mati Dulu, Ya…
Jangan Mati Dulu, Ya…

Jangan Mati Dulu, Ya…

0 Shares
0
0
0

Cuaca panas pada bulan Mei tahun ini memang luar biasa menyiksa. Tidak mengherankan, berita tentang bencana kebakaran di kota ini dapat diakses secara sporadis namun rutin. Mungkin, dalam waktu dua hari sekali, masyarakat, terutama yang akrab dengan medsos dapat mengakses adanya berita kebakaran. Mungkin kebakaran rumah, ruko, bahkan pabrik. 

“Jangan mati dulu, ya ….”

Teriakan yang tak begitu lantang terdengar ketika Aku memasuki pintu kampus fakultasku jalur sepeda motor. Dari sebuah mobil yang berselisih arah dengan arah yang kutempuh. Mobil itu lambat-lambat saja, tidak berhenti. Aku berhenti sebentar karena dari kaca spion motor Aku menyimpulkan dapat berhenti sebentar. Ya, jalan depan kampus fakultasku memang tidak terlalu lebar. Tambahan, situasi lalu-lintas cukup ramai plus area jalan lebih sempit lagi karena di tepi jalan depan kampus berjajar beberapa gerobak jajanan. 

Sambil mengangkat tangan kanan, Aku balas teriakan itu, “Jangaaaan …”.

Terdengar gelak tawa oknum yang berteriak tadi. Namun situasi jalan tidak memungkinkan untuk berhenti atau berlama-lama. Mobil itu terus melaju lambat dan Aku pun memarkir sepeda motor di area yang disediakan pihak kampus.

Hanya satu orang, selain Aku, yang akrab dengan salam, yel-yel, atau entah apa namanya, “Jangan mati dulu, Ya …”. Pasti Pak Datuk. Teriakan itu otomatis kami gunakan ketika bertemu atau menjelang berpisah. Jadi, semacam salam.

Salam konyol atau bahkan ngeri-ngeri sedap itu punya sejarah. Saat itu, kami menempuh pendidikan S3. Karena kami merupakan staf pengajar yang mengambil S3 di perguruan tinggi tempat kami mengajar juga, status kuliah kami adalah izin belajar. Bukan tugas belajar. Jadi, kami tetap mengajar meskipun sedang menempuh pendidikan. Nah, ada salah seorang rekan S3 yang dari provinsi lain yang sangat tekun, serius, dan bersemangat dalam kuliah. Kami menjulukinya, “Si Gesit”. Ujung-ujungnya, Si Gesit menyelesaikan studi paling cepat. Tiga tahun. Sayangnya, menjelang Si Gesit diwisuda jatuh sakit. Hasil diagnosis, kanker otak stadium 4. 

Suatu saat, Aku dan Pak Datuk bezuk. Ternyata, di ruang yang hanya dihuni satu orang pasien itu, ada orang lain yang sedang menyuapi Si Gesit. Langsung, kami menebak bahwa itu Sang Istri. Sambil menyuapi,  terdengar sugesti yang cukup jelas didengar, “Jangan mati dulu, ya Bang …”. Si Gesit mengangguk-anggukkan kepala dengan lemah sambil menjawab lirih, “Ya ….”.

Dua hari kemudian, Si Gesit meninggal. 

Beberapa hari setelah kejadian itu, Aku bertandang ke rumah Pak Datuk. Bukan bertandang. Tapi menggarap proposal disertasi. Menjelang pukul 12, Aku pamitan. Entah dorongan apa, ketika pamitan, dari mulutku meluncur kata-kata, “Jangan mati dulu, ya ….”.  Pak Datuk terperanjat. Sejenak. Namun kemudian tertawa terbahak-bahak. 

“Apa jawabannya?”, tanya Pak Datuk. 

“Apanya?” tanyaku bingung karena tidak menyangka bahwa salam konyol harus dijawab.

“Begini, pokoke jangan jawab ‘Ya’. Sebab, jika itu jawabannya, beberapa hari kemudian yang menjawab akan meninggal”. Jawabku sekenanya.

“Oh, ya. Ok. Jawabannya ……. ‘Jangaaan’. Setuju?” usul Pak Datuk.

Aku dan Pak Datuk memang mengajar di kampus yang sama. Namun, fakultas kami berbeda. Jadi, kami jarang bertemu. Apa lagi, perkuliahan di S3 sudah habis, tinggal menyusun proposal hingga ujian terbuka. Nah, setiap kami bertemu atau hendak berpisah, meluncurlah salam “Jangan mati dulu, ya ….”. Tidak ada ketentuan, siapa yang harus mengucapkan salam itu terlebih dahulu. Namun, ada ketentuan atas jawaban salam tersebut. Jawabannya adalah “Jangaaan ….”.

Cuaca pada bulan Juni masih panas menyengat. Namun agak berbeda dibandingkan bulan sebelumnya, Mei. Berbeda dengan keyakinan Sapardi Djoko Damono, sesekali pada bulan Juni turun hujan. Kadang justru sangat lebat. Namun sebentar-sebentar. Paling lama 20 menit, sesudah itu reda. Berita tentang bencana kebakaran pun sudah surut.

Pagi-pagi sesudah sarapan, kami berangkat dari Payakumbuh ke Padang, usai menikmati cuti bersama tiga hari. Pronomina kami merujuk pada Aku dan istriku. Sudah beberapa tahun belakangan ini Aku tidak mengemudi mobil untuk jarak relatif jauh. Payakumbuh—Padang itu relatif jauh. Namun, karena anak-anak tidak ada yang pulang libur, ya mau bagaimana lagi.

Lalu-lintas cukup padat. Biasa, arus balik usai liburan cuti bersama. Cuaca kurang cerah,  berawan namun tidak ada tanda-tanda yang jelas akan datangnya hujan. 

Ketika melewati daerah Baso, tiba-tiba ponsel berdering. Via nomor telp, bukan WA. Aku lirik, dari … nomor tidak dikenal. Beberapa kali ponsel berdering dari nomor yang sama. Aku biarkan saja. Istriku pun mengangguk-angguk, menyetujui sikapku untuk tidak mengangkat telepon ketika berkendaraan. Apalagi dari nomor yang tidak dikenal. Kecuali dari kerabat keluarga. Jika ingin mengangkat telepon atau menelepon ulang, kami sepakat untuk menepi dan menghentikan kendaraan sejenak. Ini telepon bukan dari kerabat keluarga. Sekitar lima menit dering ponsel berulang-ulang akhirnya berhenti.

Memasuki daerah Padang Luar, hujan tiba-tiba turun. Langsung sangat lebat. Lalu lintas yang amat padat mulai memudar. Namun, tetap saja Aku tidak bisa mempercepat mobilku. Tetap lambat-lambat, malah lebih lambat daripada sebelum hujan. Hujan lebat, berkabut tebal.

Kami memutuskan untuk beristirahat untuk ngopi di daerah sesudah Koto Baru. Ada sup hangat juga. Perjalanan sudah hampir 2 jam. Padahal, lazimnya kami tempuh paling lama dalam 1 jam dari Payakumbuh hingga Koto Baru. 

Setelah ngopi, Aku memutuskan untuk menelepon ulang ke nomor tadi. Hampir setengah menit, tidak diangkat. Namun, kemudian terdengar isak tangis di sela suara hujan turun. Dari seorang perempuan.

“Maaas, tolong. Pak Datuk mengalami kecelakaan ….”, seru suara perempuan di sela isak tangisnya. Tanpa salam.

“Maaf, siapa ini?”, tanyaku agak bingung. Pak Datuk?

“Ini Ani, Mas. Istri Pak Datuk. Kami mau pulang kampung. Di Tabing kecelakaan parah. Sekarang di rumah sakit M. Djamil Padang” jawab perempuan itu.

Aku tercekat. Meski tidak kenal baik logat Bu Ani, tapi rasanya agak janggal. Atau pengaruh kualitas suara telepon? Ohh. Ya, istri Pak Datuk memang Ani. Aku tidak menyimpan nomor teleponnya. Tapi, bahasa Ani kok tidak runtut? Di Tabing kecelakaan?

Astagfirullah. Apa yang bisa Aku bantu? Sedang dalam perjalanan. Bawa mobil. Dari Payakumbuh, mau ke Padang”, jelasku kaku.

“Maas, bisa transfer. Sepuluh juta saja. Sangat perlu. Mendesak. Pinjam dulu”, kata perempuan itu.

“Ok. Ke mana? Apa bank dan berapa nomor rekeningnya?”, jawabku agak gugup, sangsi, namun tidak mungkin membiarkan sahabatku tergeletak  di rumah sakit.

“Ya Mas, segera ya. Ani SMS-kan saja”, jawab perempuan itu. Lancar.

Setelah membaca SMS itu, Aku aktifkan M-Banking. Walah. Kok bingung, PIN salah. Tiga kali. Akhirnya terblokir. 

“Ada apa? Dari siapa?” tanya istriku agak curiga.

“Dari Bu Ani, istri Pak Datuk. Tadi alami kecelakaan. Sekarang di M. Djamil” jelasku di sela bunyi hujan turun yang makin mereda.

Astagfirullah”. Parah, Mas? Bagaimana kondisinya?” tanya istriku.

“Kata Bu Ani Parah. Mungkin, sebaiknya kita langsung saja ke M. DJamil.” Jawabku,

Istriku tahu, kenal baik dengan Bu Ani. Bahkan dengan keluarga Pak Datuk. Termasuk anak-anaknya.

Aku putuskan untuk transfer uang via ATM saja. Nanti, di Padang Panjang,

Fasilitas ATM kami temukan di sekitar daerah menjelang pasar di Padang Panjang. Dalam perjalanan dari Koto Baru, Aku dan istriku sudah memutuskan untuk mengambil uang sepuluh juta. Dari dua ATM. Bukan untuk ditransfer. Tapi, langsung, diantar ke rumah sakit M. Djamil. Dering ponsel yang membabi-buta dari Bu Ani kami abaikan saja. Akhirnya, sepuluh menit lalu panggilan-panggilan itu terhenti. Toh keputusan sudah diambil.

Setelah berhasil mengambil uang di ATM, Aku coba menelepon Bu Ani. Nomor tidak aktif. Tiga kali Aku coba, tetap tidak aktif. Mungkin, baterai ponselnya drop.

Perjalanan dari Padang Panjang ke Padang justru lebih parah dari sebelumnya. Macet. Apa lagi di daerah Silaiang terjadi kecelakaan. Truk terbalik. Kami terjebak kemacetan yang cukup parah.  Hingga, jelang pukul 13.00 kami baru sampai di Tabing. Lebih enam jam, dari Payakumbuh sampai ke Tabing. Biasanya, cuma tiga jam.

Rencana langsung ke rumah sakit M. Djamil pun berubah. Atas usul istriku. Langsung menuju ke rumah Pak Datuk. Toh, jalannya searah dengan jalan ke rumah sakit meski harus berbelok di daerah Air Tawar, agak 1 km.

Rumah keluarga Pak Datuk berada di luar sebuah kompleks perumahan. Pak Datuk membeli tanah dan membangun rumah di luar kompleks. Cukup lapang dan lega, baik ukuran rumah maupun halamannya. Kelihatan dua buah mobil di rumah itu. Sepi-sepi saja. Satu mobil sedang mundur, tampaknya hendak dimasukkan ke garasi.

Bu Ani keluar dari pintu depan, disusul seorang wanita tua. Ibunda Bu Ani atau ibu mertua Pak Datuk. Keduanya menjinjing tas-tas tangan. Tampaknya hendak bepergian. Aku dan istriku berpandangan. Heran. Bingung. Ternyata Bu Ani baik-baik saja. Tentunya, yang tadi memasukkan mobil ke garasi itu Pak Datuk.

Aku bunyikan klakson sambil memasuki pintu gerbang halaman rumah. Bu Ani kaget, memandang sejenak ke arah kami, sesudah itu tertawa riang.

“Hai, Mas. Bu Yet. Turunlah” seru Bu Ani ceria.

Aku memberi isyarat agar istriku turun terlebih dahulu dan menjambangi kedua perempuan, tuan rumah.

Sejurus kemudian, terdengar mereka tertawa terbahak-bahak. Tawa istriku dan Bu Ani yang khas. Ibunda Bu Ani hanya senyum-senyum saja. Tentunya, istriku sudah menceritakan peristiwa komunikasi via telepon dengan seseorang yang mengaku Bu Ani dalam perjalanan tadi, transfer via M-Banking yang gagal, serta pengambilan uang di ATM. 

Aku turun dari mobil, menyusul istriku.

“Hai, Mas tertipu ya! Untung gagal transfer. Untung tidak transfer via ATM. Mana uang itu? Hayo, setor langsung saja”, kata Bu Ani mengolok-olok.

Pak Datuk tampaknya sudah selesai berbenah. Sesudah mengunci pintu garasi, Pak Datuk menghampiri kami dengan riang dan senyum lebar yang khas.

“Jangan mati dulu, ya ….”, serunya sambil mendekat.

Aku tercekat. Tidak seperti biasanya. Lancar membalas salam konyol itu sambil mengangkat tangan kanan. Sekarang tersumbat. Namun, akhirnya, ….. “Ya, jangaaaan ….” Jawabku tidak seperti biasanya.

Diam-diam Aku lirik istriku dan Bu Ani. Juga ibunda Bu Ani. Tampaklah kerut-kerut wajah kurang senang.

“Mas, ganti salam itu. Gak enak. Wak lah gaek-gaek. Itu … salam konyol. Ganti, Mas. Ganti, Pak Datuk!”, sergah Bu Ani bersemangat. Istriku juga mengangguk-angguk setuju.

Aku dan Pak Datuk saling pandang. Ada senyum kaku. Gawat, jika insan yang berasal dari planet Venus ini sudah bersepakat, insan yang berasal dari planet Mars harus mengalah. Silakan cek di YouTube misalnya. Di channel-channel hiburan. Kaum perempuan dijuluki sebagai ras terkuat di planet bumi

Aku dan Pak Datuk saling pandang. Pak Datuk lebih mendekat, dan berbisik. “Ganti, salam yang syariah, Mas. Apa, misalnya? Mas kan orang bahasa”.

“Mmmm. Ok. Bagaimana kalau …’Takbiiiir’ ..”, jawabku sekenanya.

Pak Datuk menggeleng-geleng. “Itu sudah banyak dipakai. Yang khas ….”.

Aku memeras otakku dalam situasi yang sedang kurang kondusif. “Bagaimana jika, ‘ Panjang umuuuuuur ….” Usulku lagi.

Pak Datuk terdiam seolah-olah berpikir. Lalu, mengangguk-angguk. “Terus, apa jawabnya?” tanyanya.

“Emhhh. Bagaimana kalau sama dengan gaya sebelumnya? Pakai kata pertama. Misalnya, ‘Panjaaang’, usulku.

Tiba-tiba, Pak Datuk mundur beberapa langkah, sambil mengangkat tangan kanannya, keluarlah teriakan cukup keras, “Panjang umuuuur …..”.

Aku paham. Sambil mengangkat tangan kanan, keluarlah seruan balasan, “Panjaaaang …”.

Ras-ras terkuat di planet Bumi, insan-insan dari planet Venus di dekat kami hanya menggeleng-gelengkan kepala.


*) Awak lah gaek-gaek: Kita sudah tua-tua.

Siniar Audio

Citation is loading...
23 comments
  1. Ceritanya lucu dan sangat menghibur. Jika kita pahami ceritanya lebih mendalam, tentu ada pelajaran bagi kita, pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita ini yaitu jangan mudah tertipu dengan orang lain dan kita harus berhati-hati dalam menanggapi sesuatu.

  2. Cerpen “Jangan Mati Dulu, Ya” mengajarkan kita pentingnya menjaga persahabatan dengan cara yang tulus, meski lewat hal-hal sederhana. Di balik humor, tersimpan makna tentang kedekatan, kepercayaan, dan kehati-hatian dalam menghadapi dunia yang serba digital.

    1. Cerpen ini sangat menarik untuk dibaca karena menunjukkan bahwa hubungan persabatan itu bisa awet dengan cara hal-hal yang sederhana dan cerita ini juga bersifat menghibur. Cerpen ini juga mengingatkan tentang teman saya waktu SMA, kami sering bercanda dan menggunakan kata-kata atau istilah yang lucu, sehingga kami tetap berteman hingga saat ini.
      Selain itu, cerpen ini juga mengingatkan tentang kehati-hatian dalam menghadapi sesuatu dan jangan terlalu percaya kepada orang lain.

  3. Menurut saya, cerpen ini punya alur yang menarik dan menyentuh lewat salam “Jangan mati dulu, ya …” yang muncul dari peristiwa sedih, tetapi alurnya jadi agak melebar karena terlalu banyak bagian tentang perjalanan dan penipuan telepon, sehingga fokus pada persahabatan tokoh Aku dan Pak Datuk kurang terasa, meskipun begitu, bahasanya ringan, ceritanya hidup, dan dialognya hangat, sehingga jika bagian sampingan dipangkas dan akhir cerita dibuat lebih kuat, pesan tentang persahabatan dan cara manusia menghadapi kematian akan lebih terasa mendalam.

  4. Cerita ini lucu sekaligus bermakna karena menunjukkan kekompakan sahabat dan mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati menghadapi penipuan.

  5. Ceritanya menarik dan sangat menghibur. Di dalam cerita terdapat pembelajaran yang dapat diambil jangan mudah tertipu dengan orang lain, cari dulu kebenarannya

  6. Cerpen yang menarik dan menghibur. Dalam cerpen ini mengajarkan kita untuk selalu berhati-hati dalam menanggapi sesuatu, jangan mudah tertipu dan cari tahu dulu kebenarannya, baru melakukan tindakan.

  7. ceritanya lucu karena menghibur dan apabila dipahami cerita ini menceritakan antara persahabatan yang menggunakan kata istilah panggilan yang lucu yaitu takbirr, panjang umur, awak lah gaek-gaek tapi sudah tua, alur cerita ini jg banyak, dari penipuan dan juga persahabatan, bisa diambil kesimpulan bahwa jangan mudah percaya dengan seseorang dan cari tau benar atau tidaknya informasi tersebut

  8. Cerpen tersebut mengajarkan bahwa hidup sering mempertemukan kita dengan hal-hal konyol sekaligus serius, mulai dari salam jenaka “jangan mati dulu” yang lahir dari pengalaman pahit, hingga kisah penipuan yang memanfaatkan kepedulian. Dari sini, kita bisa memetik pelajaran bahwa persahabatan sejati selalu menemukan cara untuk bertahan lewat humor, namun kita juga harus tetap waspada, kritis, dan mampu menata ulang kebiasaan agar lebih bermakna, misalnya mengganti salam yang terkesan ngeri menjadi doa yang baik: “panjang umur.”

    1. Cerpen tersebut mengajarkan bahwa hidup sering mempertemukan kita dengan hal-hal konyol sekaligus serius, mulai dari salam jenaka “jangan mati dulu” yang lahir dari pengalaman pahit, hingga kisah penipuan yang memanfaatkan kepedulian. Dari sini, kita bisa memetik pelajaran bahwa persahabatan sejati selalu menemukan cara untuk bertahan lewat humor, namun kita juga harus tetap waspada, kritis, dan mampu menata ulang kebiasaan agar lebih bermakna, misalnya mengganti salam yang terkesan ngeri menjadi doa yang baik: “panjang umur.”

  9. “Jangan mati dulu yaa”
    Jawabnya:”jangaaaan”

    Panjang umuuuur
    Jawabnya: “panjaaaaaang”

    Boleh ni dicobain bareng Besti-bestinga

  10. Intinya adalah hubungan persahabatan yang unik antara “Aku” dan Pak Datuk, yang memiliki ucapan unik dan aneh “Jangan mati dulu, ya” yang muncul dari pengalaman menyedihkan.
    Puncak dari kisah ini sangat menarik karena mengangkat tema penipuan online yang hampir berhasil, tetapi untungnya tidak jadi terjadi. Momen kecemasan pun bertransformasi menjadi rasa lega dan tawa saat mengetahui bahwa Pak Datuk dalam keadaan baik.
    Akhir yang lucu, di mana mereka perlu mengganti ucapan karena permintaan dari para istri, menjadi penutup yang manis dan menunjukkan betapa kuatnya hubungan persahabatan mereka. sangat menghibur sekali!.

  11. Sebelumnya izin pak saya Chaca Putri Ananda NU 15. Jadi cerita ini mengisahkan pengalaman seorang dosen yang memiliki salam unik bersama sahabatnya, Pak Datuk, yaitu “Jangan mati dulu, ya….” Salam itu berawal dari kenangan masa kuliah S3 ketika mereka membesuk teman yang sakit keras dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu, salam tersebut menjadi semacam lelucon khas di antara mereka berdua, dengan jawaban “Jangaaaan…” sebagai bentuk doa panjang umur. Cerita berkembang dengan nuansa realistis dan penuh kejadian tak terduga, terutama ketika tokoh “Aku” hampir tertipu oleh penipu yang mengaku sebagai istri Pak Datuk. Cerita berpuncak saat keduanya bertemu kembali dan mengganti salam unik itu dengan versi yang lebih positif: “Panjang umur…” yang mencerminkan kedewasaan dan kebijaksanaan setelah pengalaman hidup.

    Sebagai pembaca, cerpen ini terasa hangat, lucu, dan menyentuh karena memadukan humor, nilai persahabatan, dan pesan moral. Dialognya ringan, khas orang sehari-hari, tapi di balik kelucuan salam “Jangan mati dulu” ada makna simbolis tentang ketakutan manusia terhadap kematian dan cara sederhana untuk menertawakannya. Bagian ketika tokoh utama hampir ditipu juga menambah unsur realistis dan ketegangan, membuat cerpen ini terasa hidup dan relevan dengan kehidupan modern.

    Dari sisi penulis, tampak jelas niat untuk menyampaikan kritik sosial dan pesan moral tanpa harus terlalu serius. Penulis menggunakan bahasa yang santai namun cerdas, menghadirkan karakter-karakter yang terasa nyata dan dekat dengan kehidupan pembaca. Melalui perubahan salam di akhir cerita, penulis seakan ingin menunjukkan bahwa hidup harus diisi dengan hal-hal positif, semangat, dan doa baik untuk sesama. Cerpen ini berhasil memadukan unsur humor, filosofi, dan pesan religius secara halus dan menghibur.

  12. Cerpen nya lucu dan banyak kata yang bermakna contohnya “jangan mati dulu,ya…” sebagai salam saat bertemu dengan sahabat yang artinya semangat hidup antara tokoh aku dan pak Datuk. Cerpen ini juga menggambarkan hubungan pertemanan yng tulus, mengajarkan kita agar tetap waspada, dan tetap menjaga hubungan baik dengan orang – orang terdekat

  13. Menurut saya, cerpen ini punya alur yang menarik dan menyentuh lewat salam “Jangan mati dulu, ya …” yang muncul dari peristiwa sedih, tetapi alurnya jadi agak melebar karena terlalu banyak bagian tentang perjalanan dan penipuan telepon, sehingga fokus pada persahabatan tokoh Aku dan Pak Datuk kurang terasa, meskipun begitu, bahasanya ringan, ceritanya hidup, dan dialognya hangat, sehingga jika bagian sampingan dipangkas dan akhir cerita dibuat lebih kuat, pesan tentang persahabatan dan cara manusia menghadapi kematian akan lebih terasa mendalam.

  14. Cristina S Simarmata
    25016016
    Cerpen ini sangat menarik karena mampu menggabungkan unsur humor, persahabatan, dan pesan moral dalam satu alur yang realistis dan menyentuh. Melalui kisah persahabatan dua dosen yang memiliki salam unik, cerita ini mengingatkan bahwa setiap kata memiliki makna dan dampak bagi kehidupan manusia. Cerpen ini juga menekankan pentingnya berpikir positif serta waspada terhadap hal-hal yang mencurigakan, seperti penipuan yang mengatasnamakan orang dekat. Isi cerpen ini menyampaikan pesan moral yang kuat tentang pentingnya memilih ucapan yang membawa kebaikan, seperti ketika tokoh dalam cerita mengganti salam “Jangan mati dulu” menjadi “Panjang umur.” Perubahan ini menggambarkan pergeseran dari ucapan bernada negatif menuju harapan yang lebih baik, positif, dan penuh doa.

  15. Cerita ini sangat menarik karena menggabungkan elemen humor, persahabatan yang dalam, dan kewaspadaan sosial yang relevan di era digital saat ini. Salam “Jangan mati dulu, ya” awalnya terasa ngeri karena asal-usulnya dari kematian teman, tapi justru menjadi simbol keakraban yang lucu,menunjukkan bagaimana manusia sering mengubah tragedi menjadi sesuatu yang ringan untuk mengatasi duka. Bagian penipuan telepon sangat mengingatkan betapa mudahnya orang tertipu oleh skema seperti ini, terutama saat emosi sedang tinggi (misalnya, khawatir akan sahabat). Untungnya, penulis dan istrinya bijak dengan tidak langsung transfer dan memilih verifikasi langsung, yang merupakan pelajaran penting untuk selalu cross-check informasi, terutama dari nomor asing atau dalam situasi darurat.
    Pergantian salam ke “Panjang umuuuur” juga kocak, menunjukkan kreativitas untuk mempertahankan tradisi sambil menghormati saran dari “ras terkuat di planet Bumi” (kaum perempuan). Secara keseluruhan, cerita ini hangat dan menginspirasi tentang nilai persahabatan, tapi juga mengingatkan kita untuk lebih waspada terhadap penipuan online yang semakin canggih. Kalau boleh saran, mungkin tambahkan unsur pencegahan seperti melaporkan nomor penipu ke pihak berwajib agar orang lain tidak tertipu! .

  16. Sebelumnya mohon izin pak untuk menanggapi cerpen diatas,Cerita ini menyuguhkan narasi penuh kehangatan dan kekuatan persahabatan yang dibaluti dengan sentuhan humor dan keunikan salam yang diucapkan kepada rekan sahabatnya”jangan mati dulu,yaa..”
    Hubungan antara tokoh utama dengan Pak Datuk, istrinya, serta sahabat lain tampak hangat dan penuh keakraban. Interaksi mereka memberi nuansa nyata dan humanis, dengan momen lucu yang membuat saya sebagai pembaca merasa dekat dengan mereka. Bersama-sama, mereka menghadapi kesulitan dengan sikap saling mendukung dan canda tawa.
    Cerpen ini sangat bagus mampu menggabungkan unsur humoris, persahabatan,moral dalam alur yang realistis dan menyentuh.

  17. Saya menyukai cara penulis menutup cerita dengan mengganti salam “Jangan mati dulu ya” menjadi “Panjang umur”. Perubahan kecil itu terasa sederhana, tapi punya makna yang dalam—mengajarkan bahwa setiap kata yang kita ucapkan bisa membawa energi positif bagi diri sendiri dan orang lain. Cerpen ini meninggalkan kesan hangat, menghibur, dan juga menyentuh hati karena membungkus pesan moral dengan gaya yang ringan dan mengalir.

  18. ceritanya menarik dan sempat membuat saya sedikit kaget, menurut saya dari cerita ini kita bisa mengambil hikmah baiknya yaitu agar tidak mudah percaya dengan orang lain, dan selalu berhati-hati dalam beraktifitas, serta menjaga kesehatah dimana pun kita berada

  19. Cerita ini menarik sekali! Dalam cerita terdapat gabungan antara unsur humor, persahabatan, dan pesan moral yang kuat. Awalnya, kisah “Jangan mati dulu, ya” terasa lucu dan ringan, tetapi latar belakangnya justru mengandung kisah haru tentang kematian seorang sahabat. Penulis mampu memainkan emosi pembaca dari rasa tegang, lucu, hingga lega ketika akhirnya kebohongan si penipu terungkap. Hubungan hangat antara Aku dan Pak Datuk juga menggambarkan kedekatan sejati yang jarang ditemui.

  20. cerita ini lucu namun juga memberikan Pelajaran bahwa kita harus berhati-hati dalam berteknologi apalagi maraknya penipuan via online. Di cerita ini juga mengajarkan kita untuk saling menjaga hubungan persahabatan dengan cara yang tulus serta hubungan persahabatan akan awet meskipun dengan hal yang sederhana.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *