Persepsi Petani terhadap Kinerja Badan Penyuluhan Pertanian di Kecamatan Tirtayasa
Persepsi Petani terhadap Kinerja Badan Penyuluhan Pertanian di Kecamatan Tirtayasa

Persepsi Petani terhadap Kinerja Badan Penyuluhan Pertanian di Kecamatan Tirtayasa

0 Shares
0
0
0

Badan Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Tirtayasa merupakan lembaga yang menjadi ujung tombak pembangunan pertanian di tingkat desa. Lembaga ini bertugas membimbing petani dalam mengadopsi teknologi pertanian, meningkatkan hasil produksi, dan menghadapi persoalan lapangan secara langsung. Namun, seberapa besar dampaknya terhadap kehidupan para petani di wilayah ini?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami melakukan survei lapangan terhadap petani, kelompok tani, dan penyuluh pertanian yang tersebar di lima desa di Kecamatan Tirtayasa. Survei dilakukan pada bulan April hingga Mei 2025, dengan pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner skala 1–5 (dari “sangat tidak puas” hingga “sangat puas”). Berikut rangkuman hasil dan analisis data tersebut.

Profil Responden

Responden terdiri dari 150 petani yang memiliki latar belakang demografis yang beragam. Mayoritas merupakan laki-laki berusia 35–55 tahun dan telah memiliki pengalaman bertani lebih dari lima tahun. Berikut rinciannya.

  • Jenis kelamin: Laki-laki 73.3% | Perempuan 26.7%
  • Usia: <35 tahun 15.3% | 35–55 tahun 61.3% | >55 tahun 23.4%
  • Pengalaman bertani: <5 tahun 12% | 5–20 tahun 64.7% | >20 tahun 23.3%

Tingkat Kepuasan Petani terhadap Penyuluhan

Empat indikator utama digunakan untuk mengukur persepsi petani terhadap kualitas penyuluhan. Secara umum, materi dinilai cukup relevan, namun kunjungan penyuluh dinilai masih jarang. Berikut hasil rata-rata skor dan distribusi jawaban.

  • Relevansi materi penyuluhan: Skor rata-rata 3.8 – mayoritas responden memberi skor 3–4.
  • Frekuensi kunjungan penyuluh: Skor 2.9 – 60% responden memberikan skor 1 atau 2 (tidak puas).
  • Kemampuan penyuluh menjelaskan materi: Skor 3.7 – dinilai cukup baik oleh mayoritas petani.
  • Dampak penyuluhan terhadap hasil panen: Skor 3.5 – 40% responden menilai efeknya sedang, 30% positif.

Frekuensi Kunjungan Penyuluh per Desa

Data frekuensi kunjungan menunjukkan variasi antar desa. Beberapa desa mendapat penyuluhan rutin 2–3 kali per bulan, sementara desa lainnya hanya dikunjungi saat proyek berlangsung. Rinciannya sebagai berikut.

  • Alang-alang: 10% (1x/bulan), 50% (2–3x/bulan), 40% (hanya proyek)
  • Sujung: 30% (1x), 60% (2–3x), 10% (proyek)
  • Tirtayasa: 15% (1x), 45% (2–3x), 40% (proyek)
  • Puser: 5% (1x), 70% (2–3x), 25% (proyek)
  • Kebon: 20% (1x), 50% (2–3x), 30% (proyek)

Dampak Penyuluhan terhadap Petani

Efektivitas penyuluhan juga dilihat dari hasil nyata yang dirasakan petani. Meski sebagian besar menyatakan produktivitas meningkat, akses ke subsidi dan kenaikan pendapatan masih menjadi tantangan. Berikut tanggapannya.

  • 60% menyatakan produktivitas meningkat setelah penyuluhan.
  • 40% merasakan peningkatan akses ke pupuk subsidi; 50% menyatakan tidak.
  • 30% merasakan kenaikan pendapatan signifikan; mayoritas (70%) belum merasakan dampak ekonomi langsung.

Kendala Utama yang Dihadapi Petani

Dari analisis respons terbuka, ditemukan beberapa kendala yang paling sering disebutkan petani. Kutipan berikut mencerminkan pengalaman lapangan yang dihadapi mereka.

  • Frekuensi kunjungan jarang: “Penyuluh hanya datang saat musim tanam.” (68 respons)
  • Materi tidak praktis: “Teori banyak, tapi tidak ada demo di lapangan.” (45 respons)
  • Ketergantungan pada tengkulak: “Hasil panen tetap dijual murah ke tengkulak.” (38 respons)
  • Kendala transportasi penyuluh: “Desa kami jauh, jarang didatangi.” (22 respons)

Catatan dari Wawancara Penyuluh

Wawancara dengan penyuluh pertanian memberikan gambaran kondisi internal lembaga. Rasio penyuluh terhadap petani cukup tinggi, dengan keterbatasan sarana sebagai hambatan utama.

  • Jumlah penyuluh aktif: 3 orang (rasio 1 penyuluh : 500 petani)
  • Anggaran operasional per tahun: Rp25 juta
  • Kendala utama: keterbatasan kendaraan dinas dan minimnya pelatihan penyuluh

Kesimpulan dan Rekomendasi

Secara umum, petani di Kecamatan Tirtayasa menilai bahwa keberadaan BPP cukup membantu, terutama dalam peningkatan produktivitas. Namun, efektivitasnya masih terkendala oleh keterbatasan frekuensi pendampingan, kurangnya materi praktis, dan kendala logistik penyuluh.

Untuk meningkatkan kinerja BPP dan dampaknya terhadap petani, berikut beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan.

  1. Peningkatan kunjungan lapangan: jadwal kunjungan perlu diperluas secara merata ke semua desa, tidak hanya saat proyek berlangsung.
  2. Penguatan materi penyuluhan: penyuluhan perlu lebih aplikatif dengan demonstrasi langsung di lahan petani.
  3. Peningkatan sarana transportasi: dukungan kendaraan dinas akan memperluas jangkauan dan intensitas kunjungan penyuluh.
  4. Pelatihan rutin bagi penyuluh: pelatihan teknis dan komunikasi sebaiknya dilakukan minimal dua kali per tahun.
  5. Pendekatan berbasis kelompok tani: libatkan kelompok tani dalam perencanaan agenda penyuluhan agar lebih kontekstual dan tepat sasaran.

Jika aspek-aspek ini diperkuat, maka BPP Tirtayasa akan mampu memberikan kontribusi yang lebih nyata bagi ketahanan pangan dan kesejahteraan petani lokal.

Catatan

Sumber informasi dalam tulisan ini diperoleh melalui survei lapangan yang dilaksanakan selama April–Mei 2025 di lima desa wilayah Kecamatan Tirtayasa, dengan melibatkan petani, kelompok tani, dan penyuluh sebagai responden utama. Data kuantitatif dilengkapi dengan wawancara terhadap penyuluh pertanian aktif dan dokumentasi internal Badan Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Tirtayasa. Artikel ini disusun di bawah bimbingan Bapak Angga Rosidin (Dosen Pembimbing), serta mendapat dukungan akademik dari Zakaria Habib Al-Ra’zie (Kaprodi Administrasi Negara Universitas Pamulang Kampus Serang).

Siniar Audio

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *