Gen Z: Generasi yang Cenderung Ogah Diceramahi?
Gen Z: Generasi yang Cenderung Ogah Diceramahi?

Gen Z: Generasi yang Cenderung ‘Ogah’ Diceramahi?

0 Shares
0
0
0

Pernyataan “Gen Z adalah generasi yang ogah diceramahi, generasi yang enggan dinasehati, generasi yang ….” dan sederetan istilah berkonotasi negatif sangat mudah ditemukan di media masa, misalnya internet. Lucunya, pihak-pihak yang mengomentari unggahan tulisan senada dengan itu juga cenderung menyetujui atau mengiyakan isi unggahan. Bahkan, komentator yang juga sebenarnya berada pada rentang usia Gen Z.

Relevan dengan esai sebelum ini, ditegaskan menyalahkan Gen Z adalah suatu keniscayaan. Mereka ada, mereka itu adalah suatu realitas. Terus? Ya, mari kita jelajahi akar permasalahan pada esensi dan eksistensi ceramah dalam konteks pembelajaran dalam ruang-ruang pembelajaran, perkuliahan, atau acara-acara formal kepemerintahan, sosial, serta relijius.

Tidak perlu penelitian yang mendalam tentang ketidakefektifan pengggunaan ceramah dalam konteks pembelajaran. Dapat dipastikan, para praktisi dan pemerhati pendidikan akan menyuarakan hal yang sama: ceramah itu tidak efektif. Jawaban yang umum yang mendasari pendapat tentang ketidakefektifan ceramah cenderung dikaitkan dengan: ceramah itu bersifat satu arah sehingga tidak interaktif, ceramah itu memosisikan audiens sebagai pihak yang inferior atau lemah sementara penceramah menempatkan diri sebagai pihak superior atau kuat. Jarang, ditemukan pendapat atau penjelasan tentang ketidakefektifan ceramah dikaitkan dengan konteks teoretis kebahasaan.

Ya, ketidakefektifan penggunaan ceramah, apa lagi dalam porsi waktu berlebihan -untuk sementara, durasi waktu maksimal untuk ceramah adalah 30 menit- itu dapat dilacak dari teori kebahasaan. Cukup sederhana. Teori tersebut hanya dikaitkan dengan empat permasalahan, yaitu: (a) kata, (b) perbendaharaan kata, (c) kosakata, dan (d) diksi.

Istilah kata merujuk pada satuan bunyi terkecil yang memiliki makna. Jadi, bersifat umum atau universal. Sebagai contoh, kuda adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa lain, digunakan jaran (bahasa Jawa), kudo (bahasa Minangkabau), hoda (bahasa Batak), dan horse (bahasa Inggris). Bentuk udka (menurut pengalaman terbatas penulis), bukanlah kata karena tidak memiliki makna.

Level berikutnya adalah perbendaharaan kata atau leksikon. Leksikon adalah kata-kata yang ada dalam satu bahasa. Jadi, cakupannya lebih spesifik atau khusus dibandingkan dengan kata. Sesuai dengan contoh sebelumnya, kuda adalah salah satu leksikon bahasa Indonesia sementara jaran adalah leksikon bahasa Jawa, dan hoda adalah leksikon bahasa Batak. Kajian tentang leksikon adalah leksikologi, pakar leksikologi adalah leksikolog, hasil kerja leksikolog adalah leksem-leksem yang dimuat dalam kamus. Leksikon bahasa Indonesia, misalnya, dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), leksikon bahasa Sunda terdapat dalam Kamus Bahasa Sunda, dan seterusnya. Hal itulah yang menyebabkan adanya konsep makna kata dalam kamus adalah makna leksikal.

Level yang lebih khusus lagi daripada leksikon adalah kosakata. Istilah kosakata memiliki dua dimensi makna. Pertama, kata-kata, dalam satu bahasa,  (tepatnya leksikon) dalam satu bidang. Contoh: kosakata pendidikan, kosakata ekonomi, dan seterusnya. Bentuk pengayaan sebagai kosakata pendidikan sangat berbeda maknanya dengan pengayaan sebagai kosakata ekonomi, atau bentuk morfologi sebagai kosakata lingustik sangat berbeda maknanya dengan morfologi bidang ilmu pertanahan, misalnya dalam istilah morfologi tanah. Dengan demikian, kosakata dapat ditemukan dalam kamus, tetapi kamus khusus, yaitu kamus istilah. Dimensi kedua makna kosakata adalah kata-kata yang dikuasai oleh individu atau seseorang. Konsep itu dapat dipahami melalui contoh pernyataan-pernyataan, misalnya, “Kosakata bahasa Minangkabau Pak Alek itu sekitar 3.000”, “Barrack Obama tidak menguasai -tidak memiliki- kosakata bahasa Batak”, atau “Kim Jong Un, presiden Korea Utara, ternyata cukup menguasai kosakata bahasa Inggris”.

Level ujung, tertinggi, atau yang paling operasional adalah diksi atau lazim dikenal dengan pilihan kata. Diksi adalah kosakata yang digunakan ketika individu atau seseorang berkomunikasi (berbicara, menulis, dan menyaji). Oleh sebab itu, lazim dijumpai pernyataan, “Wah, diksi Pak Gubernur dalam pidato tadi sangat bagus!”. Bentuk-bentuk diksinya kasar, diksinya tidak tepat, diksinya kacau, diksinya terlalu abstrak, diksinya halus adalah pernyataan-pernyataan yang mewakili konsep operasional apa itu diksi dan perbedaannya dengan kata, perbendaharaan kata atau leksikon, dan kosakata.

Lantas, apa hubungannya antara ketidakefektifan ceramah dengan konsep teoretis tentang kata, leksikon, kosakata, dan diksi? Yah, ternyata, muatan kognisi manusia- diksi kasarnya adalah otak- itu kosakata. Jelasnya, kekayaan kosakata penceramah itu tidak berimbang dengan kosakata audiens. Silakan dibayangkan, apa kontras antara harapan -misalnya seorang guru SD sedang mengajar murid kelas II SD- dengan realitas ketika guru mengungkapkan “Kita harus mengisi kemerdekaan ini dengan perjuangan, kerja keras, ketekunan, dan semangat!” Apakah makna kemerdekaan dalam otak guru sama dengan dalam otak murid-murid? Termasuk makna mengisi, perjuangan, kerja keras, ketekunan, serta semangat? Misalnya, guru membayangkan bahwa perjuangan adalah mengajar dengan baik, disiplin, semangat   sementara dalam otak para  murid perjuangan itu mengejar layang-layang, sikut kiri dan kanan, mengejar bola, dan sebagainya. Tegasnya: tidak nyambung.  Ceramah itu tidak efektif. Sebab, kekayaan kosakata penceramah tidak berimbang dibandingkan dengan kosakata audiens atau individu-individu yang diceramahi. Ceramah akan efektif jika kekayaan kosakata penceramah itu berimbang dengan kekayaan kosakata audiens. Misalnya, cermah Prof Dr. Ani, spesialis gigi, memberikan ceramah tentang inovasi teknologi sikat gigi di hadapan audiens  kalangan dokter gigi. Baru, nyambung.

Jadi, tidak bolehkah ceramah di dalam mengajar? Yah, tentu tidak seekstrem itu. Jika guru/dosen meyakini audiens memiliki kekayaan kosakata yang berimbang dengan dirinya (sepertinya, itu mustahil) silakan gunakan ceramah asal durasi intens tidak melebihi 30 menit. Ceramah juga sangat tidak efektif, jika guru/dosen memiliki paradigma mengajar itu menyampaikan materi. Pada era digital, materi dapat disampaikan via Learning Management System (LMS) misalnya di elearning. Lebih sederhana lagi, materi dapat disampaikan melalui medsos, misalnya grup WA. Jika hal itu sudah dilakukan, ceramah dapat diubah menjadi sejenis briefing atau pemberian instruksi, arahan dalam waktu pendek (misal 10 s.d. 15 menit) misalnya memberikan lembaran-lembaran kerja, membentuk dan menugasi kelompok-kelompok diskusi, dan sebagainya. John Dewey, seorang pakar ternama bidang filsafat dan pendidikan mengingatkan bahwa belajar itu adalah: learning by doing, berbuat dan mengalami (experiencing) melalui discussion atau diskusi yang terprogram dengan baik (bukan diskusi bebas-bebas), dalam jaringan interaktif, dan bersifat multidisipliner.

Nah, kembali ke topik atau ke judul. Benarkah Gen Z cenderung ogah diceramahi? Jawabnya ada dua, yaitu “Iya” dan “Tidak”.

Iya, Gen Z adalah generasi yang ogah diceramahi. Sebab, ceramah itu sendiri sangat tidak efektif. Kekayaan kosakata penceramah relatif tidak seimbang dengan yang diceramahi. Pesan sponsor bagi Gen Z: perkayalah kosakata. Zig Ziglar, seorang penulis, pebisnis sekaligus motivator kelahiran Alabama, AS (November 1926 – November 2012) menyatakan “Your understanding of what you read and hear is, to a very large degree, determined by your vocabulary, so improve your vocabulary daily”. Intinya: perkayalah kosakata. Kosakata bukan hanya fungsional ketika kita memahami (membaca, menyimak, dan memirsa) namun juga ketika memproduksi (berbicara, menulis, dan menyaji). Renungkanlah realitas yang sering kita alami: komunikasi tidak nyambung baik lisan atau langsung atau melalui media (misalnya chat) karena kemiskinan kosakata. Nah, untuk memerkaya kosakata, ajaran agama-agama Agung sudah mewanti-wanti: bacalah, iqra. Quraish Shihab menafsirkan iqra bukan sekadar bacalah tetapi himpunlah. Yang dihimpun, tentunya adalah kosakata. Tidak ada satu bidang ilmu atau keahlian apa pun yang dapat dikuasai tanpa tekun dan intens membaca. Membaca bukanlah pekerjaan, apa lagi hobi. Membaca adalah kebutuhan.

Tidak, Gen Z bukanlah generasi yang ogah diceramahi. Sebab, kecenderungan ogah diceramahi sebenarnya dirasakan oleh seluruh generasi, mungkin sudah ribuan tahun. Setiap generasi itu ogah diceramahi. Perbedaan antargenerasi dalam menyikapi ceramah adalah sikap yang diikat oleh tatanan nilai sesuai dengan masa hidup generasi tersebut. Generasi sebelum Gen Z, misalnya tetap menjaga etika, cenderung diam saja bahkan menunduk, tidak mengunjukkan rasa bosan dan belum banyak pilihan media, termasuk media sosial.  Gen Z cenderung frontal, kurang mampu menyembunyikan rasa enggan dan bosan serta mungkin melakukan aktivitas lain (misalnya menunduk bermain gawai) ketika diceramahi.

Mungkin, pernyataan “…kecenderungan ogah diceramahi sebenarnya dirasakan oleh seluruh generasi, … sudah ribuan tahun” dipandang terlalu berlebihan atau hiperbolis. Namun, cermatilah pendapat Konfusius (Kongzi), “Aku mendengar maka aku lupa, aku melihat maka aku ingat, aku melakukan maka aku paham”. Mohon dipahami, Konfusius itu hidup pada “Abad VI Sebelum Masehi”. Jika tulisan ini diunggah tahun 2024,  berarti pernyataan Konfisus itu diungkapkan sekitar 2.624 tahun yang lalu. Untuk mengakhiri esai ini, dikutip puisi yang digubah oleh Kahlil Gibran. Puisi yang layak direnungi oleh generasi yang sedang atau akan/ingin menjadi tenaga pendidik (guru dan dosen). Cukup satu bait saja: Barang siapa mau menjadi guru/Biarlah dia memulai mengajar dirinya sendiri/Sebelum mengajar orang lain/Dan biarkan pula dia mengajar dengan teladan/Sebelum mengajar dengan kata-kata.

30 comments
  1. gen zen memang sulit untuk di ceramahi tetapi ada juga gen z yang berpikiran dewasa yang mau menerima apa yang di sampaikan, tetapi untuk gen z yang ogah di ceramahi mereka perlu ngerasain dulu baru mau Nerima ceramah itu

  2. Menurut saya gen zen memang sulit untuk di ceramahi tetapi ada juga gen z yang berpikiran dewasa yang mau menerima apa yang di sampaikan, tetapi untuk gen z yang ga mau di ceramahi mereka perlu ngerasain dulu baru mau Nerima ceramah itu

  3. Pandangan saya tentang gen z yang susah untuk di ceramahi memang benar, ada model anak yang ketika di nasehati tidak melawan tetapi dia juga tidak menghiraukan apa yang di bicarakan oleh penceramah tersebut, dan ada yang tidak bisa menahan emosi nya ketika marah karena dia merasa benar dan enggan di ceramahi, tetapi tapi tidak semua gen z seperti itu balik lagi ke diri nya sendiri.

  4. Menurut pendapat saya tentang gen Z susah untuk di ceramahi memang benar,gen Z merasa dongkol dan kesal karena selalu di ceramahi,gen Z akan melakukan sesuatu kalau hatinya ingin melakukan hal tersebut namun ketika gen Z tidak mau melakukan sesuatu maka ia akan merasa malas dan kalau di ceramahi dia akan melawan kepada orang yang menceramahinya , tetapi tidak semuanya gen Z seperti itu hanya beberapa orang yang memiliki sifat seperti itu

  5. Menurut pendapat saya sendiri,gen z yang susah untuk di ceramahi itu memang benar mereka lebih rentan untuk tidak mendengarkan atau mungkin melawan ketika di ceramahi.kata ceramahi dengan kata nasehati menurut persepsi saya sendiri itu berbeda,coba lakukan dengan menasehati gen z itu sendiri.karna konotasi antara menceramahi dan menasehati itu jauh berbeda,perlahan di nasehati gen z akan mengerti.Dan menurut saya tidak semua gen z yang susah untuk di ceramahi ataupun di nasehati

  6. Menurut pendapat saya, gen z emang benar susah di ceramahi, tetapi menurut saya itu tergantung orang yang manyampaikan nasehat/ceramah bagaimana, dan itu balik lagi ke diri masing-masing, ada yang mau mendengarkan dan ada pun yang tidak mau mendengarkan.

  7. Menurut saya sendiri,gen z itu sendiri akan bisa di cerahami tergantung siapa orang yang menyampaikan ceramah tersebut..

  8. Menurut saya secara pribadi, karna saya merupakan salah satu gen Z. memang kami susah di ceramahi, tetapi bukan berarti kami tidak bisa dikasih tau, terkadang hanya di diamkan atau istilah zaman sekarang disebut dengan silent treatment tanpa diberitahu apa kesalahan kami, kami dapat sadar diri bahwa yang kami lakukan itu salah, beberapa cara agar kami dapat diberitahu atau diceramahi tidak perlu dengan suara keras, tidak perlu terlalu menyalahkan kami, hanya saja beritahu apa yang harus kami lakukan, dan konsekuensi apa saja yang akan kami dapatkan jika kami berbuat salah.

  9. Menurut saya Gen Z bukan generasi yang “Ogah” di ceramahi. Namun perbedaan prespektif dari gen Z dengan generasi sebelumnya yang membuat gen Z dinilai tidak suka di ceramahi. Bagi generasi sebelumnya ceramah merupakan sebuah nasehat atau masukan untuk kedepannya, namun bagu gen Z ceramah dianggap sedang memarahi atau sebuah penolakan. Hal tersebut membuat grn Z cenderung dinilai tidak suka di ceramahi.

  10. Menurut saya gen z itu tidak semuanya ogah di ceramahi,namun mungkin komunitas atau kebanyakan seperti itu sehingga dalam pandangan masyarakat gen z dinilai sulit diceramahi termasuk saya sendiri sebagai salah satu dari gen z, menurut pengalaman saya sendiri,menurut saya hal itu terjadi karena gen z punya banyak sekali overthingking atau pemikiran negatif yang membuat mereka menganggap bahwa itu bukan ceramah melainkan kritik dan amarah,hal ini banyak bersumber dari media sosial atau fyp negatif,itu sebabnya saya setuju jika para gen z memang butuh mendengar kan pengajian,acara politik dan hal hal bermanfaat lainnya agar tidak ogah ogahan ketika diceramahi dan tidak juga ada pemikiran negatif yang bermunculan dalam pikiran gen z.

  11. Menurut pendapat saya, memang benar adanya bahwa gen z paling anti untuk diceramahi, bisa saya lihat pada lingkungan sekitar maupun teman teman sebaya saya, mereka memang sedikit tidak suka apabila diceramahi karena bagi sebagian gen z memiliki rasa sensitif yang lebih tinggi, bukan berarti juga gen z tidak bisa diceramahi hanya saja beberapa orang saja yang tidak bisa diceramahi, menurut saya pribadi kita sebagai gen z sangat butuh diceramahi ataupun dinasehati, karena itu bisa menjadi pegangan kita untuk masa depan nanti, karena perkembangan zaman sekarang yang semakin besar, adanya sikap menyimpang ataupun hal sebagian nya. Maka dari itu kita sebagai generasi penerus sangat dibutuhkan ceramah / nasehat

    1. Menurut saya gen z itu bukan ogah atau sulit di ceramahi, sebab mereka mempunyai cara sendiri yang menurut mereka baik. Karena menurut mereka ceramah itu tidaklah efektif, apalagi bagi saya yang kurang dalam mengingat sesuatu yang dibicarakan oleh orang lain. Tapi ceramah sebenarnya tidak salah, karna gen z itu hidup di perkembangan zaman dan teknologi yg canggih, jadi butuh bimbingan agar bisa menggunakan dengan baik.

  12. Banyak orang mengira ceramah adalah omong kosong semata, orang yang sok sok an tau, bahkan penceramah bukan penguasa. Lantas, bagaimana hidup kita tanpa ceramah dari orang yang sudah lebih dulu mengetahui sebab akhibat nya?. Itulah pemikiran sempit yang mungkin selama ini ada dalam benak kita sebagai GenZ katanya, yang tidak mau dicermahi, padahal penceramah ingin membantu, membimbing yang baru merasakan nya.
    Tapi, saya setuju bahwa tidak semua GenZ seperti itu. Karena pada dasarnya, padangan seseorang, pendapat seseorang tergantung bagaimana mereka menilai. Kalau saya sendiri menilai ceramah adalah sebuah motivasi yang mungkin akan saya jalani, atau bahkan untuk saya hindari sebagai pemula dikehidupan ini.
    Wawasan yang luas tentu diperlukan untuk mengasah kosa kata, makna yang kita ambil dari percakapan dengan orang lain. Salah mengartikan menjadi masalah terbesar dalam komunikasi, bisa jadi salah mengartikan menyebabkan keresahan, kegelisahan, atau bahkan menimbulkan emosi yang tidak perlu. Penceramah ini biasanya di tuding sebagai si paling-paling diantara kalangan lain, dianggap sebagai suatu kegelisahan bagi orang yang ingin bebas, padahal mereka hanya tau apa yang perlu audiens lakukan agar tidak berakhir seperti mereka.

    1. Septiyan Fadilah Akbar
      24136133
      BI-NI-9070
      NUA: 49

      Gen z memang susah di nasehati,tetapi tidak semua gen z tidak mendengarkan nasehat,menurut saya kita sebagai gen z sangat butuh di ceramahi atau pun di nasehati,karena perkembangan zaman semakin besar.

  13. Gen Z sering dianggap tidak suka mendengarkan ceramah atau diceramahi. Sikap tersebut sebenarnya mencerminkan ketidakefektifan metode ceramah itu sendiri, yang cenderung satu arah dan kurang interaktif. Gen Z membutuhkan pendekatan yang lebih relevan dan berbasis pengalaman. Gen Z enggan diceramahi karena ceramah sering tidak efektif dan tidak relevan, terutama jika kosakata yang digunakan tidak sesuai dengan mereka. Namun, sikap ini bukan hanya milik Gen Z, bahkan semua generasi cenderung enggan mendengarkan ceramah yang membosankan dan kurang interaktif.

  14. Nama: Suci Ramandha Putri
    NIM: 24016056
    NU : 08
    GWA: K.1 SIMAK-NS-0124

    Sebenarnya gen z ini bukan ogah di ceramahi tapi mereka lebih suka sesuatu yang lebih menarik perhatian mereka, ceramah yang ada humornya, sehingga mereka menjadi nyaman dan tidak mudah bosan.
    Gen z ini juga tidak suka hal yang terlalu serius dan kaku, yang membuat mereka mudah jenuh. Akan tetapi terkadang orang mengatakan kalau gen z ini malas, ingin slalu yang instan, sikap terlalu cuek dan sering kita lihat bahwa di media sosial hampir semua pengguna sosial media itu adalah gen z. Ada yang menggunakan sosial media dengan baik dan sebaliknya.
    Maka disinilah peran orang tua sangat penting untuk mengontrol anak mereka, bahakan cara asuh dari orang tua sangat berpengaruh besar untuk masa depan mereka.

  15. Nama : Fefinta dwi erianti
    NIM : 24042366
    BI-NS-0970 NUA 22
    “Memang banyak sekali gen z yang tidak suka diceramahi karena merasa apa yang dia lakukan itu sudah benar, tapi tidak semua gen z tidak mau diceramahi dan dinasehati,karena sebenarnya mau seberapa hebatnya kita,kita masih perlu nasehat dari orang lain agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik”

  16. Nama : Tri Andini Utami
    NIM : 24042386
    BI-NS-0970-NUA-34
    Menurut saya mungkin memang ada beberapa gen z yang ogah diceramahi, tetapi tidak semuanya. Ada gen z yang menerima ketika diceramahi oleh orang tuanya kemudian dia akan berinisiatif memperbaiki diri. Tetapi, ada juga gen z yang dia diam saja diceramahi namun apa yang disampaikan kepada dia tidak dihiraukannya. Dan juga menurut saya, ketika ingin menasehati seorang anak mungkin bisa diubah pola asuhnya, karena pola asuh setiap generasi itu berbeda. Contohnya kita bisa menasehati seorang anak dengan cara mengobrol layaknya teman sebaya, sehingga anak akan lebih mendengarkan dan menerima nasehat itu dengan baik.

  17. Alasan gen Z itu ogah diceramahi mungkin karena telah seringkali mendengar perkataan dan ungkapan yang sama. Karenanya mereka bosan, dan cenderung menjadi malas mendengar perkataan atau ceramah yang didalamnya berisi perintah yang sama.
    Namun, tidak sedikit juga gen Z yang mau menerima dan mendengarkan ceramah. Karena setiap orang memiliki pemikiran dan empati yang berbeda.

  18. Saya rasa khasus ini bukan hanya dirasakan oleh gen z saja, setiap generasi pasti ada yang mengalami kasus ini.
    Ceramah yang berlebihan bisa sangat membosankan, apalagi yang di bahas adalah sesuatu yang sudah pernah dibahas. Sehingga membuat orang yang mendengarkannya jenuh.
    Namun tidak sedikit juga gen z yang mau mendengarkan ceramah

  19. menurut saya tidak semua gen z sulit di ceramahi, memang ada beberapa gen z yang sulit di ceramahi mungkin mereka berfikir orang yang menceramahi dia tidak tahu menahu tentang yang di rasakan oleh gen z ini makannya banyak yang susah di ceramahi

  20. Nama:Neli liara
    Nim: 24016140
    Nua:09
    Menurut saya alasan kenapa gen z merasa ogah untuk di ceramahi yaitu karena konsep penyampaian ceramah yang bersifat satu arah di tambah dengan durasi yang lama serta pembahasan yang tidak nyambung cenderung membuat gen z merasa bosan dan akhirnya ogah untuk di ceramahi.

  21. Menurut pandangan saya ,beberapa dari gen Z memang sulit diceramahi,mungkin karena ada beberapa faktor yang membuat gen Z sulit diceramahi, salah satu faktor tersebut ialah ketidakstabilan emosi,sehingga ia enggan untuk mendengarkan nasihat atau diceramahi

  22. Menurut saya gen z memang sulit untuk diceramahi atau mendengarkannya tapi tidak semua gen z seperti itu ada juga yang mau mendengarkan, memperhatikan, menyimak dan lain lain. Tergantung pola pikir yang digunakan oleh mereka.

  23. Memang generasi Z sekarang susah di atur dan dinasehati,tapi tidak semua generasi -Z tersebut sama,,dan susah diatur atau tidaknya itu juga ada kaitannya dengan orang yang mendidiknya..
    Wirda widayani ,,BI-30,NUA 48

  24. Nama:Muhammad Rizki Ali
    Nim:24136127
    Nua: 48
    BI-NS-0970
    Kalo menurut saya gen Z sendiri memang sulit untuk diceramahi karena ketergantungan mereka terhadap gadgedt atau hp oleh karena itu setiap mereka diceramahi mereka akan dongkol atau mengolok olok

  25. Nama : Hikmah Mulia
    Mikro 0063
    menurut saya, Media sosial telah membentuk cara berpikir dan berkomunikasi Gen Z. yang terbiasa dengan pesan singkat dan padat yang sering kali lebih persuasi daripada instruktif. Ceramah panjang atau nasihat yang dianggap tidak relevan dengan pengalaman mereka sehari-hari mungkin diabaikan.

  26. Salsabilla_ BI – NS – 0532 – NUA 28
    Saya selaku gen z berpendapat, bahwa sebenernya gen z itu bukan tidak suka diceramahi, gen z sendiri tidak mau mendengar celotehan seseorang yang terlalu panjang . Karna gen z terbiasa dengan internet yang dimana apa apa serba sat set. Jadi jika terlalu panjang orang tersebut menceramahi maka akan terdengar bosenin dan menyebalkan. Seakan akan apa yang dilakukan gen z itu salah semua. Maka dari itu perlunya pendekatan baru yang lebih relevan dengan kebiasaan gen z di era sekarang. Namun tidak dipungkiri juga banyak gen z yang tidak masalah diceramahi dan menerimanya untuk jadi lebih baik.

  27. Saya sebagai generasi Z bukan tidak ingin di ceramahi tetapi terkadang kebanyakan ceramah ya sangat panjang dan tidak menyambung.kita ketahui juga bahwa generasi Z itu sangat susah saat ini untuk mendengarkan ceramah bahkan untuk menyimak pun sudah termasuk agak sulit utk di lakukan saat ini .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *