Prawacana
Dalam artikel populer sebelumnya, yaitu “Sumbangsih Platform Inspira dan Pengimplementasian Mindful Learning dalam Konteks Deep Learning” (https://inspiraku.id/sumbangsih-platform-inspira-dan-pengimplementasian-mindful-learning-dalam-konteks-deep-learning/) telah dikemukakan bahwa Platform Inspira (selanjutnya disingkat PI) hanya merupakan sarana. Sarana tersebut pada awalnya dimaksudkan untuk mengembangkan literasi digital (guru, dosen, siswa, mahasiswa, dan masyarakat umum, terutama pemerhati bahasa dan pendidikan di Indonesia). Namun, PI juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendukung pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, baik di tingkat sekolah menengah maupun perguruan tinggi), bahkan juga terhadap pengimplementasian Deep Learning (DL). Maka, dalam artikel ini dibahas teknik-teknik pemanfaatan PI dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Teknik Langsung
Teknik Langsung (selanjutnya disingkat TL) merupakan teknik yang paling sederhana. Sarana utama yang diperlukan hanya dua, yaitu laptop dan proyektor, serta faktor pendukung yaitu jaringan internet. Teknik ini diterapkan jika di sekolah diberlakukan aturan para siswa dilarang membawa gawai ke dalam kelas, atau dosen/guru melarang mengaktifkan gawai selama PBM.
TL sederhana ini dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam membaca nyaring. Dengan teknik ini, guru bermaksud melatih pengucapan. Tentu saja, untuk penerapan teknik ini, selayaknya teks-teks pendek di PI dapat dimanfaatkan, misalnya teks cerpen “Malaikat Pelindung, teks LHO, atau teks-teks puitis (puisi, pantun, syair, dan gurindam).
TL juga dapat dimanfaatkan untuk melatih keterampilan siswa dalam membaca pemahaman. Fokus pembelajaran adalah keterampilan siswa memahami struktur, isi, unsur, maupun kebahasaan teks. Selayaknya, pembelajaran dilaksanakan secara kooperatif, misalnya memanfaatkan kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan dua atau tiga orang. Untuk memandu kerja kelompok, guru menyediakan scaffolding atau perancah-perancah pembelajaran. Intinya, janganlah memberikan tugas siswa membaca, menyimak, atau mencermati tayangan video tanpa adanya bantuan. Sebagai contoh, guru membagikan kepada kelompok (atau via sharing melalui grup WA guru-siswa per kelas) format isian sebagai berikut, jika teks tersebut merupakan teks cerita.
Tabel 1. Contoh Format dan Isian Pembelajaran Keterampilan Membaca
Tokoh | Latar | Peristiwa-Peristiwa | Tindakan Tokoh |
+
1. Kemungkinan Pesan-Pesan dalam Cerita
………………………………………
2. Kemungkinan Tema dan Alasan Perumusan Tema
………………………………………
Pembelajaran membaca pemahaman juga dapat difokuskan pada pemahaman struktur teks. Format yang dimaksudkan sebagai perancah juga berbeda.
Gambar 2. Contoh Format dan Isian Pembelajaran Memahami Struktur Teks Cerita
Paragraf ke- | Ringkasan Isi | Substruktur Teks |
1 | Pengungkapan tokoh utama dan latar cerita (Misal) | Orientasi (Misal) |
Contoh-contoh perancah atau scaffolding tersebut tentunya harus disesuaikan dengan jenis atau subgenre teks. Untuk teks-teks subgenre lain (misalnya opini dan faktual), guru harus kreatif dalam merancang dan memanfaatkan perancah yang tepat.
Pembelajaran keterampilan membaca dengan memanfaatkan teks-teks di PI juga dapat diarahkan pada hal-hal yang spesifik, baik berkaitan dengan kebahasaan maupun kesusastraan. Berkaitan dengan kebahasaan, misalnya, siswa ditugasi untuk mencari dan menemukan kosakata sukar, ungkapan-ungkapan, atau kalimat-kalimat yang lengkap vs tidak lengkap dalam teks. Berkaitan dengan kesusastraan, misalnya menentukan jenis dan ketepatan gaya bahasa yang digunakan dalam teks, jenis alur, jenis latar, penokohan dan perwatakan. Untuk teks-teks puitis, guru dapat menugasi siswa menemukan jenis-jenis majas dan citraan.
Pembelajaran kebahasaan dan kesusastraan dapat dipadukan dengan memanfaatkan aplikasi gratis yang dikenal dengan Hypothes.is. Syarat utamanya, baik dosen/guru serta mahasiswa/siswa sudah memiliki akun Hypothes.is. Akun ini gratis dan mudah ditemukan di Google. Dosen/guru menyepakati dengan mahasiswa/siswa untuk mengakses teks yang sama di PI. Sesudah itu, dosen/guru membuat highlight pada bagian teks, serta memberikan perintah. Misalnya, tentukan berapa jumlah kalimat dalam paragraf tersebut, apa struktur masing-masing kalimat. Dapat juga, dosen/guru menanyakan makna ungkapan (termasuk pepatah, kata-kata mutiara, perumpamaan, dan sebagainya) pada bagian teks yang diberi highlight. Prosedur pemanfaatan aplikasi Hypothes.is selengkapnya dapat dibaca dan diunduh di PI yaitu “Memanfaatkan Hypothes.is untuk Kolaborasi Pembelajaran di Inspira” (https://inspiraku.id/cara-menggunakan-hypothesis-di-inspira/).
Selain pembelajaran membaca, teks-teks dalam PI juga dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran keterampilan menyimak. Fasilitas untuk itu disajikan pada setiap teks, di bawah teks yang disebut dengan fitur Siniar Audio (terjemahan dari audio podcast). Sama halnya dengan pembelajaran keterampilan membaca, dalam pembelajaran keterampilan menyimak hendaknya juga dilengkapi dengan perancah yang berupa format-format isian. Format-format tersebut juga disesuaikan dengan subgenre teks yang dibelajarkan.
Pemanfaatan teks-teks dalam PI secara TL juga dapat difokuskan pada pembelajaran membaca dan menyimak reproduktif, atau mereproduksi teks. Sebagai contoh, dosen/guru menugasi mahasiswa/siswa untuk membaca teks di PI, “Cinta Sejati dan Jodoh” (https://inspiraku.id/cinta-sejati-dan-jodoh/). Mahasiswa/siswa secara berkelompok kecil (misalnya 2 orang per kelompok), selain membaca juga mengisi format-format pembelajaran. Sesudah itu, mahasiswa/siswa ditugasi untuk “mengungkapkan kembali” isi teks. Pengungkapan kembali dapat melalui aktivitas lisan (berbicara) maupun tulis (menulis). Untuk pembelajaran menyimak reproduktif, dosen/guru menyajikan “Siniar Audio” di bawah teks di PI, mahasiswa/siswa menyimak serta akhirnya mereproduksi teks (lisan maupun tulis).
Teknik Penugasan
Teknik umum kedua untuk memanfaatkan PI disebut dengan Teknik Penugasan (selanjutnya disingkat TP). Untuk melaksanakan teknik ini, dipersyaratkan mahasiswa/siswa memiliki gawai serta ada grup komunikasi, misalnya Grup WhatsApp (GWA) per kelas atau per sesi perkuliahan. GWA dimanfaatkan untuk komunikasi akademik antara dosen/guru dan mahasiswa/siswa.
Pada prinsipnya, TP didasarkan atas dua landasan utama, yaitu pengembangan literasi digital sekaligus kembali menekankan pentingnya aktivitas membaca. Dr. Seuss (Maret 1904—September 1991), seorang penulis cerita anak-anak, illustrator, animator, dan kartunis AS, menyatakan,
“The more that you read, the more things you will know. The more that you learn, the more places you’ll go.”
Begitu pentingnya aktivitas membaca. Tidak ada satu aspek pengetahuan apa pun, yang akan dapat dikuasai tanpa membaca dan melalui bekal pengetahuan itulah manusia dapat menjelajahi dunia.
TP disebut juga dengan teknik tidak langsung. Sebab, aktivitas memanfaatkan teks-teks di PI tidak dilaksanakan di dalam kelas atau ketika PBM berlangsung. Jadi, teknik ini relatif lebih unggul atau modern dibandingkan dengan TL, sesuai dengan ungkapan tentang pembelajaran modern, “Apa yang dapat dikerjakan mahasiswa/siswa yang tidak memerlukan bantuan dosen/guru hendaknya dilakukan di luar jam PBM”. Dengan demikian, ada empat manfaat utama penerapan teknik ini: (1) mengembangkan literasi digital, (2) mengembangkan pembelajaran mandiri, (3) menumbuhkembangkan tanggung jawab mahasiswa/siswa, dan (4) mengembangkan efisiensi waktu.
TP jenis pertama adalah TP insidental. Secara insidental, dosen/guru memanfaatkan teks-teks dalam PI misalnya setiap pergantian jenis teks yang dibelajarkan. Sebagai contoh, pada pra-pembelajaran teks cerpen, dosen/guru mengirimkan pesan pemberian tugas melalui GWA “Bacalah, pahamilah, dan kritisilah salah satu teks cerpen, misalnya ‘Lelaki Istimewa’ di PI, (https://inspiraku.id/lelaki-istimewa/). Tugas Sdr., ada dua. Pertama, komentarilah teks tersebut di PI pada subfitur ‘comment’ di bawah teks. Gunakanlah bahasa Indonesia yang baik, benar, dan santun. Kedua, tulislah laporan bacaan yang mencakup: apa judul teks, penulis, alamat situs, ringkasan isi teks (dua paragraf, 1 paragraf minimal terdiri atas 3 kalimat), dan penilaian Sdr., terhadap teks tersebut, baik isi maupun penggunaan bahasanya (2 paragraf, 1 paragraf minimal terdiri atas 3 kalimat). Kerjakan di Buku Latihan. Serahkanlah buku latihan tersebut minggu depan, Senin, 1 September 2025.” Teknik ini akan lebih ideal lagi jika dosen/guru memberikan template pengerjaan tugas.
Teknik pemanfaat PI menggunakan TP, selain memiliki empat manfaat seperti telah dideskripsikan sebelumnya (mengembangkan literasi digital hingga efisiensi waktu), juga efektif. Pertama, menggeser paradigma umum bahwa mengajar itu menyampaikan materi atau menyampaikan informasi. Informasi dapat diakses mahasiswa/siswa tanpa harus diajarkan guru karena sumber-sumber informasi sangat banyak, apa lagi informasi di media internet dan digital. Kedua, meminimalisir praktik pemberian ceramah yang berlebihan oleh dosen/guru. Perihal ketidakefektifan ceramah dalam seluruh aspek kehidupan, dapat dicermati pada teks esai “Gen Z: Generasi yang Cenderung ‘Ogah’ Diceramahi?” (https://inspiraku.id/gen-z-generasi-yang-cenderung-ogah-diceramahi/). Ketiga, relevan dengan kunci-kunci dasar joyful learning, yaitu learning by doing dan learning by experiencing, “belajar itu berbuat, belajar itu mengalami”).
TP jenis kedua adalah TP periodik. Sebenarnya, TP periodik identik dengan TP insidental. Operasional pelaksanaannya juga sama. Perbedaannya terletak pada jangka waktu pemberian tugas. Misalnya, dosen/guru memberikan tugas kepada mahasiswa/siswa untuk membaca, menelaah, menanggapi, dan akhirnya membuat laporan bacaan. Dosen/guru tersebut menetapkan bahwa itu merupakan tugas satu semester (atau mungkin per tengah semester). Sebagai contoh, dosen/guru memberikan instruksi pada minggu pertama pembelajaran/perkuliahan, “Tugas umum untuk satu semester adalah menulis laporan bacaan, 10 teks di PI. Genre dan subgenre yang dibaca dan dilaporkan bersifat bebas. Kumpulkanlah, seminggu sebelum pelaksanaan UAS!” Selayaknya, dosen/guru juga menginformasikan template pengerjaan tugas serta memberi penegasan jika mahasiswa/siswa tidak mengerjakan tugas tersebut tidak akan diperbolehkan mengikuti UAS.
TP jenis ketiga adalah TP Kolaboratif. Berbeda dengan TP 1 dan TP 2 yang memfasilitasi aktivitas dan tanggung jawab individual, TP 3 ini dimanfaatkan untuk memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama dalam tim atau kelompok-kelompok. Jenis TP ini relevan dengan pendapat Solarz (Paul J. Solarz, Juli 1952 – Oktober 2014, konsultan bidang pendidikan, pakar kurikulum, dan penulis yang berasal dari AS),
“Collaboration allows us to know more than we are capable of knowing by ourselves.”
TP Kolaboratif dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan keterampilan berbicara mahasiswa/siswa melalui unjuk kerja yang bersifat otentik. Sebagai contoh, dosen/guru membentuk kelompok, sesudah itu menugasinya untuk menelaah teks-teks main peran di PI, misalnya “Nasib Toko Bundo” (https://inspiraku.id/nasib-toko-bundo/) atau teks-teks drama, misalnya “Abdullah dan Desanya” (https://inspiraku.id/abdullah-dan-desanya/), “Kayu Pambaok Rabah” (https://inspiraku.id/abdullah-dan-desanya/). Proyek yang hendaknya dihasilkan dan diunjukkan kelompok adalah menampilkan main peran atau drama, misalnya seminggu sesudah adanya instruksi dosen/guru.
TP Kolaboratif juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan keterampilan menyaji mahasiswa/siswa melalui pembuatan video. Sebagai contoh, dosen/guru membentuk kelompok, sesudah itu menugasinya untuk menelaah salah satu teks di PI, misalnya “Generasi Menunduk dan Gawai” (https://inspiraku.id/generasi-menunduk-dan-gawai/). Proyek yang hendaknya diunjukkan hasilnya adalah siniar video atau video podcast. Video itu diunggah, misalnya ke YouTube dan tautannya diinformasikan ke dosen/guru. Tentu saja, tidak hanya tentang satu teks, dapat juga tentang beberapa teks yang bertema sama, misalnya esai di PI tentang Gen Z. Keuntungan penerapan teknik ini adalah mahasiswa/siswa memiliki jejak digital yang bersifat positif.
Keterampilan menyaji bukan hanya diunjukkan dalam bentuk main peran, drama, dan video namun juga dalam bentuk visual-grafis. Identik dengan operasional TK Kolaboratif sebelumnya, mahasiswa/siswa ditugasi membuat portofolio dalam bentuk poster. Keterampilan menyaji dalam bentuk poster sangat diperlukan pada masa sekarang dan mendatang karena di tingkat institusi, misalnya UNP, sajian proses dan hasil penelitian para dosen/peneliti juga disajikan dalam bentuk poster. Berdasarkan poster tersebut, tim penilai mengevaluasi kelayakan proses dan hasil penelitian.
Pascawacana
PI hadir, sekali lagi, hanya sebagai sarana setidak-tidaknya bagi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Tim pengembang PI menyepakati ungkapan Mortimer J. Adler (Mortimer Jerome Adler, Desember 1902—Juni 2001, seorang filsuf, pendidik, sekaligus ensiklopedis AS).
“All genuine learning is active, not passive. It involves the use of mind, not just memory. It is a process of discovery, in which the student is the main agent, not the teacher.”
Ya, pembelajaran itu bersifat aktif, menggunakan pikiran, bukan hanya ingatan serta merupakan proses penemuan. Mahasiswa/siswa merupakan pelaku utamanya, bukan dosen/guru. Wajar, dalam Bahasa Indonesia digunakan pernyatan Proses Belajar-Mengajar. Sesuai dengan kaidah pemaknaan, intinya atau fokusnya adalah proses belajar. Wajar, dalam Bahasa Inggris digunakan teaching and learning karena dalam kaidah pemaknaan Bahasa Inggris fokusnya pada kata terakhir, yaitu learning. Jadi, PI adalah salah satu sarana bagi mahasiswa/siswa yang ingin pintar dan salah satu sarana bagi dosen/guru yang ingin membelajarkan mahasiswa/siswanya.
Membelajarkan tidak identik dengan mengajarkan. Menurut W.B. Yeats (William Butler Yeats, Juni 1865—Januari 1939, kebangsaan Irlandia, penerima hadiah Nobel Sastra 1923),
“Education is not the filling of a pail, but the lighting of a fire.”
Ya, mengajar bukanlah mengisi bejana atau ember kosong di kepala-kepala mahasiswa/siswa. Mengajar itu mencetuskan api pemikiran. PI ibarat korek api, dosen/guru yang memantik, sehingga api belajar menyala dalam pemikiran-pemikiran mahasiswa/siswa.